Memuliakan Tamu
Allah
Ta'ala berfirman:
"Adakah sudah datang padamu ceritera tamu
Ibrahim yang dimuliakan? Ketika mereka masuk kepada Ibrahim dan mengucapkan:
"Salam - selamat." Ibrahim menjawab: "Salam," sedang dalam hatinya
ia mengatakan: "Kaum - atau orang-orang - yang tidak dikenal."
Kemudian ia dengan diam-diam pergi kepada ketuarganya, lalu datang dengan
membawa daging anak sapi yang gemuk. Selanjutnya makanan itu dihidangkan kepada
mereka, ia berkata: "Mengapa tidak engkau semua makan?" (adz-Dzariyat: 24)
Allah
Ta'ala berfirman lagi:
"Dan kaumnya - Luth - datang kepadanya dengan cepat-cepat,
karena sejak dulu mereka melakukan perbuatan yang buruk. Luth berkata:
"Hai kaumku, ini adalah anak-anakku perempuan, mereka lebih suci untukmu
semua, maka bertaqwalah engkau semua kepada Allah dan janganlah engkau semua
memberikan kehinaan padaku karena tamuku ini. Tidak adakah di antara engkau
semua itu seorang lelaki yang bersikap baik?" (Hud: 78)
1.
Dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tamunya dan barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah mempereratkan hubungan
kekeluargaannya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
hendaklah mengucapkan yang baik ataupun berdiam diri saja - kalau tidak dapat mengucapkan
yang baik." (Muttafaq 'alaih)
2.
Dari Abu Syuraih yaitu Khuwailid bin 'Amr al-Khuza'i r.a., katanya: "Saya mendengar
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir, maka hendaklah memuliakan tamunya, yaitu jaizahnya." Para
sahabat bertanya:
"Apakah
jaizahnya tamu itu, ya Rasulullah?" Beliau s.a.w. bersabda: "Yaitu
pada siang hari dan malamnya. Menjamu tamu - yang disunnahkan secara muakkad
atau sungguh-sungguh - ialah selama tiga hari. Apabila lebih dari waktu sekian
lamanya itu, maka hal itu adalah sebagai sedekah padanya." (Muttafaq
'alaih)
Dalam
riwayat Muslim disebutkan: Nabi s.a.w. bersabda: "Tidak halal bagi seseorang
Muslim jikalau bermukim di tempat saudaranya - sesama Muslim, sehingga ia
menyebabkan jatuhnya saudara tadi dalam dosa." Para sahabat bertanya:
"Ya Rasulullah, bagaimanakah tamu dapat menyebabkan dosanya tuan
rumah." Beliau s.a.w. bersabda: "Karena tamu itu berdiam di tempat
saudaranya sedang tidak ada sesuatu yang dimiliki saudaranya tadi untuk jamuan
tamunya itu," lalu tuan rumah mengumpat tamunya, melakukan dusta dan
lain-lain.
Sumber
: Riyadhus Shalihin, Bab Memuliakan Tamu
Comments