Nyeri Pinggang / Low Back Pain
Pengertian Nyeri Pinggang
Dalam bahasa kedokteran Inggris,
pinggang dikenal sebagai “low back”. Secara anatomik pinggang adalah
daerah tulang belakang L-1 sampai seluruh tulang sakrum dan otot-otot
sekitarnya. Tulang belakang lumbal sebagai unit struktural dalam berbagai sikap
tubuh dan gerakan dapat ditinjau dari sudut mekanika. Beban yang ditanggung
oleh tulang belakang lumbal dapat dipelajari dengan diskus intervertebralis
antara L-5 sampai S-1 atau L-4 dan L-5 sebagai titik tumpuan. Bila mengangkat
benda berat, tangan, lengan dan badan dapat dianggap sebagai lengan beban
posterior pendek, yang berjarak dari pusat diskus intervertebralis sampai
prosessus spinosus belakang.
Penyelidikan itu menghasilkan
perbandingan antara lengan beban anterior dan posterior, yakni 15 lawan 1. Ini
berarti bahwa untuk dapat mengangkat benda seberat 50 kg lengan beban posterior
itu harus diimbangi dengan bobot sebesar 750 kg. Tenaga yang mengimbangi lengan
beban posterior itu adalah tenaga yang dihasilkan oleh kontraksi otot-otot.
Berdasarkan azas mekanika itu,
perhitungan-perhitungan yang lebih kompleks telah dilakukan. Seseorang yang
berat badannya 75 kg mengangkat benda seberat 90 kg. Benda itu berada 35 cm
dari diskus intervertebralis antara L-5 dan S-1. Sedangkan fleksi tulang
belakang pada pelvis adalah sebesar 40ยบ. Dengan perhitungan bahwa bobot total
dari kepala, leher, dan kedua lengan seberat 13 ½ kg dan bobot badan di atas
L-1 sampai S-1 sepanjang 45 cm dan jarak antara toraks ke L-5 hingga S-1
sepanjang 15 cm, maka tenaga yang mengimbangi beban keseluruhan itu pada diskus
intervertebralis L-5 sampai S-1 adalah 9391,9 kg.
Dari penyelidikan tersebut di
atas telah jelas peranan otot-otot erektor trunksi yang memberikan tenaga
imbangan ketika mengangkat benda. Di samping itu tenaga otot abdominalis
berperanan juga dalam masalah sokoguru. Dengan menggunakan alat petunjuk
tekanan yang ditempatkan di dalam nukleus pulposus manusia, tekanan intradiskal
dapat diselidiki pada berbagai sikap tubuh dan keadaan. Sebagai standar dipakai
tekanan intradiskal ketika berdiri tegak.
Tekanan intradiskal yang
meningkat pada berbagai sikap dan keadaan itu diimbangi oleh tenaga otot
abdominal dan torakal. Hal ini dapat diungkapkan oleh penyelidikan yang
menggunakan korset toraks atau abdomen yang bisa dikembungkempiskan yang
dikombinasi dengan penempatan alat penunjuk tekanan di dalam lambung. Hasil
penyelidikan tersebut mengungkapkan bahwa 30% sampai 50% dari tekanan
intradiskal torakal dan lumbal dapat dikurangi dengan mengencangkan otot-otot
torakal dan abdominal sewaktu melakukan pekerjaan dan dalam berbagai posisi.
Kontraksi otot-otot torakal dan
abdominal yang sesuai dan tepat dapat meringankan beban tulang belakang
sehingga tenaga otot yang relevan merupakan mekanisme yang melindungi tulang
belakang. Secara sederhana, kolumna vertebralis torakolumbal dapat dianggap
sebagai tong dan otot-otot torakal serta lumbal sebagai simpai tongnya.
Perkembangan Konsep Ilmu
Nyeri Pinggang
Sejarah kedokteran mencerminkan
konsep-konsep yang banyak dipengaruhi oleh pengetahuan pada tahap-tahap
tertentu. Karena dulu data penyelidikan yang diuraikan di atas belum diketahui,
maka hampir semua jenis sakit pinggang dianggap sebagai manifestasi perubahan
degeneratif pada diskus intervertebralis yang mengenai anulus fibrosisnya
belaka. Pada masa berikutnya, hernia nukleus pulposus sebagai faktor etiologik
sakit pinggang paling sering didiagnosa. Kini, oleh karena peranan unsur
miofasial telah banyak dikenal, sakit pinggang lebih sering dianggap sebagai
manifestasi proses patologik pada komponen miofasial susunan
neuromuskuloskeletal.
Mendiagnosa nyeri pinggang atau
low back pain harus sesuai dengan keadaan sebenarnya, yang dapat diungkapkan
oleh anamnesa dan tindakan pemeriksaan (diagnostik fisik). Pengaruh zaman dan
mitos hendaknya dikenal pada proporsi yang wajar. Pengaruh zaman menciptakan
‘mode’ dalam praktek kedokteran. Ilmu kedokteran klinis telah dilanda oleh
‘mode’. Pada suatu masa semua jenis ‘low back pain’
cenderung dianggap sebagai manifestasi spondilosis berikut hernia nukleus
pulposus. Kemudian, ‘low back pain’ selalu mengalami penilaian sebagai hasil
‘lumbosacral strain’, dan pada masa berikutnya ‘wabah’ sakit pinggang
psikogenik timbul oleh karena para klinikus ‘dilanda latah’ faktor etiologik
yang bersifat psikogenik.
Kini, karena sering dibuat penekanan-penekanan pada
pentingnya peranan unsur miofasial dalam patogenesis nyeri neuromuskuloskeltal,
mungkin sekali diagnosa ‘mode’ akan membuka pasarannya, dimana ‘low back pain’
terlampau sering dianggap sebagai manifestasi proses patologik di unsur
miofasial.
Faktor Resiko Nyeri
Pinggang
Faktor Umur
Nyeri pinggang merupakan keluhan yang berkaitan erat dengan umur. Secara teori,
nyeri pinggang atau nyeri punggung bawah dapat dialami oleh siapa saja, pada
umur berapa saja. Namun demikian keluhan ini jarang dijumpai pada kelompok umur
0-10 tahun, hal ini mungkin berhubungan dengan beberapa faktor etiologik
tertentu yag lebih sering dijumpai pada umur yang lebih tua. Biasanya nyeri ini
mulai dirasakan pada mereka yang berumur dekade kedua dan insiden tertinggi
dijumpai pada dekade kelima.1 Bahkan keluhan nyeri pinggang ini semakin lama
semakin meningkat hingga umur sekitar 55 tahun.
Jenis Kelamin
Laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama terhadap keluhan nyeri
pinggang sampai umur 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang
dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada wanita keluhan
ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain
itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat
penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
Faktor Indeks Massa Tubuh
1.Berat Badan
Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih resiko timbulnya nyeri
pinggang lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan
meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
2. Tinggi Badan
Tinggi badan berkaitan
dengan panjangnya sumbu tubuh sebagai lengan beban anterior maupun lengan
posterior untuk mengangkat beban tubuh.
Pekerjaan
Keluhan nyeri ini juga berkaitan erat dengan aktivitas mengangkat beban berat,
sehingga riwayat pekerjaan sangat diperlukan dalam penelusuran penyebab serta
penanggulangan keluhan ini. Pada pekerjaan tertentu, misalnya seorang kuli
pasar yang biasanya memikul beban di pundaknya setiap hari. Mengangkat beban
berat lebih dari 25 kg sehari akan memperbesar resiko timbulnya keluhan nyeri
pinggang.3
Aktivitas / Olahraga
Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri pinggang yang sering tidak
disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh yang menjadi kebiasaan.
Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat beban pada
posisi yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang, misalnya, pada pekerja
kantoran yang terbiasa duduk dengan posisi punggung yang tidak tertopang pada
kursi, atau seorang mahasiswa yang seringkali membungkukkan punggungnya pada
waktu menulis. Posisi berdiri yang salah yaitu berdiri dengan membungkuk atau
menekuk ke muka. Posisi tidur yang salah seperti tidur pada kasur yang tidak
menopang spinal. Kasur yang diletakkan di atas lantai lebih baik daripada
tempat tidur yang bagian tengahnya lentur. Posisi mengangkat beban dari posisi
berdiri langsung membungkuk mengambil beban merupakan posisi yang salah,
seharusnya beban tersebut diangkat setelah jongkok terlebih dahulu.6
Selain sikap tubuh yang salah yang seringkali menjadi kebiasaan, beberapa
aktivitas berat seperti melakukan aktivitas dengan posisi berdiri lebih dari 1
jam dalam sehari, melakukan aktivitas dengan posisi duduk yang monoton lebih
dari 2 jam dalam sehari, naik turun anak tangga lebih dari 10 anak tangga dalam
sehari, berjalan lebih dari 3,2 km dalam sehari dapat pula meningkatkan resiko
timbulnya nyeri pinggang.
Penyakit-Penyakit yang
Berhubungan dengan Keluhan Nyeri Pinggang
Dalam klinik, terdapat
penyakit-penyakit yang memang memiliki keluhan nyeri pinggang, seperti :
1. Proses degeneratif, meliputi:
spondilosis, HNP, stenosis spinalis, osteoartritis.
Perubahan degeneratif pada
vertebrata lumbosakralis dapat terjadi pada korpus vertebrae berikut arkus dan
prosessus artikularis serta ligamenta yang menghubungkan bagian-bagian ruas
tulang belakang satu dengan yang lain. Dulu proses degneratif ini dikenal
sebagai osteoartrosis deformans, tapi kini dinamakan spondilosis. Perubahan
degeneratif dapat juga mengenai anulus fibrosis diskus intervertebralis yang
bila pada suatu saat terobek dapat disusul dengan protusio diskus
intervertebralis yang akhirnya menimbulkan hernia nukleus pulposus (HNP). Unsur
tulang belakang lain yang sering dilanda proses degeneratif ialah kartilago
artikularisnya, yang dikenal sebagai osteoartritis.
2. Penyakit inflamasi.
Nyeri pinggang akibat inflamasi
terbagi menjadi 2 macam, yang pertama adalah pada artritis rematoid, yang
sering timbul sebagai penyakit akut. Persendian keempat anggota gerak dapat
terkena secara serentak atau dengan selisih beberapa hari/minggu. Yang kedua
adalah pada spondilitis angkilopoetika. Keluhan yang paling dini dihadapi oleh
penderita ialah sakit punggung dan sakit pinggang. Sifatnya ialah pegal-kaku
dan pada waktu dingin dan sembab linu dan ngilu dirasakan.
3. Osteoporotik
Sakit pinggang pada orang tua dan
jompo, terutama kaum wanita, seringkali disebabkan oleh osteoporosis. Sakitnya
bersifat pegal. Nyeri yang tajam atau nyeri atau nyeri radikular dapat juga
disajikan sebagai keluhan.
4. Kelainan kongenital
Anomali kongenital yang
diperlihatkan foto rontgen polos dari vertebrae lumbosakralis terlampau sering
dianggap sebagai kelainan yang mendasari sakit pinggang. Spina bifida okultra
sering ditemukan pada foto rontgen polos para penderita yang berkunjung ke
dokter bukan karena sakit pinggang, melainkan, misalnya, keluhan urogenital
atau gastrointestinal. Lumbalisasi atau adanya 6 bukan 5 korpus vertebrae
lumbalis merupakan variasi anatomik yang tidak mengandung arti patologik.
Demikian juga sakralisasi, yaitu adanya 4 bukan 5 korpus vertebrae lumbalis.
5. Gangguan sirkulatorik
Adakalanya aneurisma aorta
abdominalis dapat membangkitkan sakit pinggang yang hebat, yang dapat
menyerupai sprung back atau HNP. Seyogyanya aneurisma aorta abdominalis sebagai
pembangkit sakit pinggang yang hebat teringat bilamana kita mengahadapi seorang
pasien yang berumur lebih dari 50 tahun, yang sudah pernah mendapat ‘stroke’
ringan, sudah memperlihatkan tanda-tanda arteriosklerosis seperti tungkai bawah
selalu dingin dan pulsasi arteri perifer yang lemah. Dalam hal ini palpasi
abdominal untuk mencari benjolan yang berpulsasi adalah suatu tindakan untuk
cepat mendiagnosa aneurisma aorta abdominalis.
Gangguan sirkulatorik yang lain,
yaitu trombosis aorta terminalis, perlu mendapat perhatian oleh karena mudah
didiagnosa sebagai HNP. Gejala-gejala yang timbul akibat trombosis aorta
terminalis ini dikenal sebagai sindrom Leriche. Anamnesa pasien biasanya
seragam. Sakit pinggang yang dapat meluas ke bokong, belakang paha dan tungkai
kedua sisi. Bilamana ditanyakan mengenai sifat-sifat sakit pinggangnya,
terungkaplah bahwa sakit pinggangnya terasa kalau berbaring, duduk dan berdiri,
tapi kalau berjalan baru timbul sakit pinggang.
Anamnesis Nyeri Pinggang
Anamnesis yang cermat dan
terperinci tentang sifat nyeri, saat timbulnya, lokalisasi serta radiasinya
sangat diperlukan dalam menetapkan diagnosa. Perlu ditanyakan tentang peristiwa
sebelumnya yang mungkin menjadi pencetus keluhan, seperti adanya trauma, sikap
tubuh yang salah, misalnya waktu mengangkat beban, kegiatan fisik atau olahraga
yang tidak biasa, dan penyakit yang dapat berhubungan dengan keluhan nyeri
pinggang tersebut.
Adanya keluhan neurologis perlu
diperhatikan dan perlu pemeriksaan neurologis yang lebih teliti, dan bahkan perlu
pemeriksaan kemungkinan adanya tanda keganasan. Pemeriksaan rontgen terutama
untuk kelainan tulang dan persendian sangat diperlukan, bahkan perlu teknik
khusus dan alat lebih canggih seperti MRI, CT Scan, EMG, dan lain-lain.
Pemeriksaaan laboratorium sangat membantu untuk menentukan penyakit sistemik
yang mungkin sebagai penyebab nyeri pinggang.
Penyebab nyeri pinggang ini
sangat bervariasi dari yang ringan seperti sikap tubuh yang salah sampai yang
berat dan sangat serius, misalnya oleh keganasan. Kondisi psikologis seperti
neurosis, histeria dan reaksi konversi mungkin pula berkaitan dengan nyeri
pinggang. Depresi lebih jarang sebagai penyebab nyeri pinggang, sebaliknya
depresi sering timbul sebagai komplikasi nyeri pinggang kronik.
Tindakan Diagnostik Fisik
Pada Nyeri Pinggang
Seringkali pasien tidak dapat
menunjukkan lokasi sakit pinggangnya secara tepat. Oleh karena itu berbagai
tindakan pemeriksaan dilakukan untuk membangkitkan nyeri pinggang.
Pemeriksaan dimulai pada saat
pasien masuk ke dalam ruang periksa. Gaya berjalannya diperhatikan, cara pasien
duduk diobservasi dan juga sikap duduk yang disukainya harus diketahui.
Sebagai titik tolak pemeriksaan
dapat dipakai tempat nyeri yang ditunjuk pasien atau yang telah diprovokasi
dengan gerakan tulang belakang atau dengan penekanan pada lamina-lamina atupun
dengan tes melipat atau menggulung kulit.
Perhatian dan pemeriksaan
diarahkan pada:
1. Posisi pelvis, selisih panjang tungkai, posisi krista iliaka.
2. Bentuk kolumna vertebralis torakolumbal dan lumbosakral berikut
deformitasnya.
3. Meneliti adanya atrofi atau spasmus di sekitar lokasi nyeri.
4. Batas lingkup gerakan tulang belakang lumbosakral
5. Hasil tes Lasegue, tes O’Connel, tes Patrick, tes kebalikan Patrick, tes
Gaenslen.
6. Kelainan-kelainan neurologik:
a. Adakah iskhialhia.
b. Adakah defisit motorik pada kedua tungkai.
c. Adakah defisit sensorik pada kedua tungkai.
d. Adakah gangguan sfinkter ani dan uretrae.
e. Adakah tanda-tanda UMN dan LMN.
Kondisi inflamatorik pada tulang
lumbosakral mengakibatkan mendatarnya lordosis lumbosakralis. Kolumna
vertebralis bergerak sebagai suatu lesi padanya. Para penderita dengan
spondilosis memperlihatkan pembatasan lingkup gerakan fleksi dan ekstensi,
namun lingkup gerakan lateralnya masih cukup baik. Sebaliknya, pada spondilitis
angkilopoetika fleksi lateral sudah sangat terbatas pada tahap dini.
Pengobatan Nyeri Pinggang
Penderita nyeri pinggang terbagi menjadi dua kelompok berdasarkan cara yang
ditempuh untuk menanggulangi nyeri pinggang yaitu kelompok pertama yang pergi
ke dokter untuk memperoleh pertolongan medis dan kelompok yang berusaha
menanggulangi sendiri nyerinya dengan cara istirahat, minum jamu, mengoleskan
parem, mengoleskan minyak gosok, dan pijat tradisional.
Penanggulangan nyeri pinggang bertujuan untuk mengatasi rasa nyeri,
mengembalikan fungsi pergerakan dan mobilitas, mengurangi residual impairment,
pencegahan kekambuhan, serta pencegahan timbulnya nyeri kronik. Perlu
diperhatikan walaupun yang terbaik adalah memberikan pengobatan sesuai dengan
penyebab nyeri, tetapi sangat sulit menentukannya pada fase akut nyeri atau
bahkan pada nyeri kronik sekalipun.1
Nyeri pinggang dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan, istirahat, dan
modalitas. Penjelasan singkat penatalaksanaan perlu diberikan dan hindari
penggunaan istilah yang tidak banyak dimengerti oleh awam atau dapat
menimbulkan rasa takut seperti kata nyeri psikiatrik, artritis, spasme,
penyakit diskogenik, dan sebagainya.
Pemberian obat anti inflamasi non steroid (OAINS) diperlukan untuk jangka waktu
pendek disertai dengan penjelasan kemungkinan efek samping dan interaksi obat.
Tidak dianjurkan penggunaan muscle relaxan karena memiliki efek depresan. Pada
tahap awal, apabila didapati pasien dengan depresi premorbid atau timbul
depresi akibat rasa nyeri, pemberian anti depresan dianjurkan. Untuk pengobatan
simptomatis lainnya, kadang-kadang memerlukan campuran antara obat analgesik,
antiinflamasi, OAINS, dan penenang.
Istirahat secara umum atau lokal banyak memberikan manfaat. Tirah baring pada
alas yang keras dimaksudkan untuk mencegah melengkungnya tulang punggung
Modalitas itu bisa berupa kompres es, semprotan etil klorida, dan fluorimetan.
Nyeri tidak selalu dapat diatasi dengan cara-cara di atas. Terkadang diperlukan
tindakan injeksi anestetik atau anti inflamasi steroid pada tempat-tempat
tertentu seperti pada faset, radiks saraf, epidural, intradural.
Setelah fase akut teratasi dilakukan beberapa pencegahan kekambuhan diantaranya
pelatihan peregangan dan pemakaian korset atau bracing.
sumber : nemu di komputer, jangan tanya daftar pustaka atau lainnya.
Comments