FAKTOR – FAKTOR ANGIOGENIK DALAM SIRKULASI DAN RISIKO – RISIKO TERHADAP PREEKLAMPSIA
Diterjemahkan
dari
Circulating
Angiogenic Factors And The Risk Of Preeclampsia
ABSTRAK
Latar Belakang.
Penyebab
Preeklampsia sampai saat ini masih belum jelas. Beberapa sumber menduga bahwa
sFlt-1 (soluble Fms-like tyrosine kinase
1) dalam sirkulasi, yang mengikat PlGF (Placental
Growth factor) dan VEGF (Vascular
Endothelial Growth Factor), mungkin sebagai penyebabnya.
Metode. Peneliti menggunakan
pendekatan ‘case control study’
dengan kalsium sebagai percobaan pencegahan terhadap preeklampsia, yang
melibatkan nulipara. Tiap wanita dengan preeklampsia dipasangkan dengan wanita
yang memiliki tensi yang normal sebagai kontrol. Total : 120 pasangan wanita
yang diambil secara acak. Konsentrasi faktor-faktor angiogenik (sFlt-1 total,
PlGF bebas dan VEGF bebas) diukur selama hamil; terkumpul 655 spesimen serum.
Data dianalisis dengan cross sectional
dalam hubungannya dengan interval usia kehamilan dan waktu sebelum preeklampsia
muncul.
Hasil. Selama 2 bulan terakhir
kehamilan pada wanita normotensi (sebagai kontrol), kadar sFlt-1 meningkat dan
kadar PlGF menurun. Perubahan-perubahan ini terjadi lebih awal dan lebih
cenderung muncul pada wanita dengan riwayat preeklampsia. Kadar sFlt-1
meningkat ± 5 minggu sebelum preeklampsia muncul. Saat gejala klinis muncul,
rerata kadar serum wanita Preeklampsia adalah 4382 pg/ml, dibandingkan dengan kontrol yaitu 2643 pg/ml di usia
kehamilan yang sama (p<0,001). Kadar PlGF secara signifikan lebih rendah pada
wanita dengan riwayat preeklampsia dibandingkan kontrol dimulai pada 13 -16 minggu usia kehamilan (rerata, 90 pg/ml
dengan 142 pg/ml, p=0,01), dengan banyaknya perbedaan yang terjadi selama
beberapa minggu sebelum preeklampsia muncul, bersamaan dengan meningkatnya
kadar sFlt-1. perubahan kadar sFlt-1 dan
PlGF bebas lebih besar pada wanita dengan preeklampsia yang muncul lebih awal
dan pada wanita-wanita dengan bayi kecil masa kehamilan.
Kesimpulan.
Peningkatan kadar sFlt-1 dan penurunan kadar PlGF diduga mengakibatkan
berkembangnya preeklampsia.

Preeklampsia
mempengaruhi 5 % kehamilan, sehingga merupakan faktor penting terhadap
morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal. Meskipun penyebabnya masih
belum jelas, gejala yang mungkin diawali oleh faktor-faktor plasenta yang masuk
sirkulasi maternal dan menyebabkan disfungsi endotel sehingga muncul Hipertensi
dan proteinuria.
Beberapa
peneliti, menunjukakan bahwa sFlt-1 , protein antiangiogenik sirkulasi, meningkat
diplasenta dan serum wanita dengan preeklampsia. Protein ini bekerja dengan
mengikat daerah receptor–binding PlGF dan VEGF, mencegah interaksinya dengan
reseptor endotelial dipermukaan sel, sehingga menginduksi terjadinya disfungsi
endotel. Turunnya konsentrasi PlGF bebas dan VEGF bebas telah dicatat selama
gejala klinis preeklampsia dan sebelum gejala klinis preeklampsia muncul. Kami
telah coba bahwa pemberian sFlt-1 eksogen
menginduksi terjadinya Hipertensi, proteinuria dan menyebabkan
endoteliosis glomerular pada tikus yang hamil. Selanjutnya, pengurangan 50%
produksi VEGF di podosit renal pada tikus putih dengan VEGF di
podosit-spesifik-heterozigot, berakibat terjadinya endoteliosis glomerular dan
proteinuria masif. Telah dilaporkan bahwa pemberian terapi dengan VEGF inhibitor
pada pasien dengan kanker menyebabkan terjadinya hipertensi dan proteinuria.
Oleh karena itu, penelitian ini menduga bahwa peningkatan sFlt-1 mungkin
mempunyai peran dalam patogenesis preeklampsia.
Dengan kata lain
penelitian ini untuk menggambarkan pola sirkulasi sFlt-1, PlGF bebas dan VEGF
bebas terhadap kehamilan normotensi dan kehamilan preeklampsia, kami tampilkan case control study dengan uji Calcium
untuk prevensi Preeklampsia (CPEP), dengan memakai sampel serum yang diperoleh
sebelum persalinan. Konsentrasi dianalisis dengan menggunakan model cross sectional terhadap interval usia
kehamilan dan waktu sebelum preeklampsia muncul. Hipotesis kami bahwa kadar
sFlt-1 akan meningkat sebelum onset klinis penyakit muncul, dan sebaliknya
terjadi penurunan kadar PlGF dan VEGF bebas.
METODE
Partisipan dan Spesimen
Uji CPEP diacak,
dengan metode ‘double blind’ dari
tahun 1992 sampai tahun 1995 untuk dievaluasi pengaruh pemberian suplemen
harian dari kalsium dan plasebo terhadap insidensi dan keparahan dari preeklampsia.
Wanita nulipara yang sehat dengan kehamilan yang tunggal dengan usia kehamilan
antara 13 – 21 minggu yang menjadi partisipan di 5 pusat kesehatan US diikuti /
di follow up sampai 24 jam setelah
melahirkan, dengan protokol umum dan format untuk data identitas. Informed consent harus ditulis oleh
semua partisipan. Usia kehamilan diketahui dari pemeriksaan USG. Spesimen serum
diminta dari wanita sebelum mengikuti uji klinis, saat usia kehamilan 26 – 29
minggu, dan 36 minggu bila mereka masih hamil, ketika hipertensi atau
protenuria muncul lalu dicatat. Spesimen terakhir (“end-point
spesimens”) diperoleh setelah tanda-tanda preeklampsia muncul tapi sebelum
persalinan.
Dari penelitian yang sudah
dilakukan, diseleksi wanita-wanita dengan informasi yang lengkap. Sampel serum
diperoleh pada usia kehamilan sekurang nya dari 22 minggu dan bayi laki-laki
yang lahir hidup. Kelompok ini sebelumnya sudah diseleksi untuk penelitian DNA
janin terhadap preeklampsia, dimana DNA janin dan ibu terdeferensiasi sejalan
dengan amplifikasi gen-gen yang berasal dari kromosom Y. Analisis sebelumnya
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari konsentrasi sFlt-1
atau PlGF antara 10 wanita dengan preeklampsia yang melahirkan bayi laki-laki
dan 8 wanita dengan preeklampsia yang melahirkan bayi perempuan (konsentrasi
sFlt-1, 6120 pg/ml Vs 5404 pg/ml; p=0,78, konsentrasi PlGF , 99pg/ml Vs 125
pg/ml, p=0,42).
Dari 4589 wanita yang
tercatat dalam uji CPEP, kami keluarkan (buang) 253 orang yang tidak ter-follow up, 21 orang yang kehamilannya
berakhir sebelum 20 minggu, 13 orang yang datanya hilang pada masa maternal dan
perinatal, 4 orang yang tidak memiliki riwayat merokok, 9 orang dengan
hipertensi yang sudah ada dan 32 orang yang janinnya lahir mati, sehingga
menyisakan 4257 orang wanita. Dari wanita-wanita tersebut, 2156 orang memiliki
bayi lahir laki-laki. Setelah mengeluarkan 1 orang wanita yang memiliki bayi
dengan kelainan kromosom, 381 orang wanita dengan ‘gestational hypertension’, dan 43 orang tanpa specimen serum yang
cukup, sisanya 1731 orang wanita. Preeklampsia terjadi pada 175 wanita
tersebut, dimana sisanya 1556 orang dengan tensi normal selama kehamilan.
Pemberian
suplemen kalsium tidak memberikan efek terhadap konsentrasi serum dari faktor-faktor
angiogenik. Spesimen
terkumpul pada usia kehamilan 8 – 20 minggu dengan jumlah yang cukup dan
terkumpul sebelum pemberian kalsium atau placebo. Pada usia kehamilan 21 – 32
minggu, rerata konsentrasi serum sFlt-1 pada kontrol yang diberikan plasebo 866
pg/ml, dibandingkan 889 pg/ml pada kontrol yang diberikan suplemen kalsium
(p=0,57), berturut-turut rerata konsentrasi PlGF 765 pg/ml dan 746 pg/ml
(p=0,78); dan berturut-turut rerata konsentrasi VEGF 13,0 pg/ml dan 12,5 pg/ml
(p=0,80). Pada usia kehamilan 33 – 41 minggu, konsentrasi faktor-faktor
tersebut juga tidak dapat dibedakan secara signifikan antara 2 kelompok
tersebut.
Sejak pemberian suplemen
kalsium tidak memberikan efek terhadap resiko atau keparahan dari preeklampsia
atau terhadap konsentrasi faktor-faktor angiogenik, wanita dengan preeklampsia
dan kontrol yang dipilih tanpa melihat apakah mereka sudah mendapatkan suplemen kalsium atau
plasebo. Pada masing-masing wanita dengan preeklampsia, dipilih satu kontrol
wanita dengan tensi normal, dicocokkan sesuai dengan usia kehamilan saat
pengumpulan spesimen serum yang pertama (dalam 1 minggu), dan waktu penyimpanan
sampel pada suhu -70 0C (dalam 12 minggu). Total 120 dari 159
pasangan yang cocok dipilih secara acak untuk dianalisis dari keseluruhan 655
spesimen serum yang dihasilkan sebelum hamil. 240 orang yang masuk dalam
penelitian ini, 21 (8,8 %) memberikan 1 spesimen serum, 52 (21,7%) memberikan 2
spesimen, 139 (57,9%) memberikan 3, 27 (11,2%) memberikan 4 dan 1 (0,4%)
memberikan 5. rerata usia kehamilan saat pengumpulan specimen serum yang
pertama 112,8 hari diantara wanita dengan preeklampsia dan 113,6 hari diantara
control, durasi rata-rata penyimpanan dalam freezer
berturut-turut 9,35 tahun dan 9,39 tahun. Pada kebanyakan wanita dengan spesimen
serum £ 3 dianalisis dengan data yang besar/banyak
dalam uji cross sectional. Diantara sedikit wanita dengan lebih dari 1 spesimen
per periode, spesimen yang paling awal dipilih untuk dianalisa.
Preeklampsia ditemukan saat
tekanan darah diastolik sekurang-kurangnya 90 mmHg dan proteinuria
sekurang-kurangnya +1 (30 mg/dl) pada uji dipstick. Pada Preeklampsia berat
ditemukan adanya HELLP syndrome
(hemolysis, elevated liver enzym levels, and a low platelet count),
Eklampsia atau preeklampsia dengan hipertensi berat (Tekanan darah diastolik ³ 110 mmHg) atau Proteinuria
berat (kadar eksresi protein urin 3,5 g/24 jam atau ditemukan +3 [300 mg/dl]
dalam uji dipstick). Definisi lengkap sudah dipublikasikan sebelumnya.
Analisis
Statistik
Chi-square
test
digunakan untuk membandingkan variabel-variabel terikat (categorical variables), dan t-test
digunakan untuk membandingkan variabel-variabel bebas (continuous variables). Meskipun
konsentasi rata-rata yang dihitung dilaporkan dalam bentuk teks dan
gambar, uji statistik dilakukan setelah perubahan logaritma. Semua nilai P
adalah dengan 2 ekor. Test wilcoxon rank-sum juga digunakan untuk membandingkan
interval usia kehamilan dan nilai P memberikan indikasi terhadap tingkat signifikansi.
HASIL
Karakteristik
wanita
Dari 120 wanita dengan
preeklampsia, terdapat 80 dengan preeklampsia ringan dan 40 dengan preeklampsia
berat, termasuk 3 dengan HELLP syndrome
dan 3 dengan eklampsia. Dibandingkan dengan kontrol, wanita preeklampsia
memiliki indek masa tubuh (BMI) yang lebih besar (berat dalam kilogram dibagi
tinggi dalam meter kwardat) dan tekanan darah yang tinggi saat dilakukan uji
CPEP. (table 1)
Tabel 1
Perbedaan kadar sFlt-1, PlGF dan VEGF
Seperti telah
dijelaskan sebelumnya bahwa kadar serum dari sFlt-1, PlGF bebas dan VEGF bebas
mengalami perubahan pada wanita dengan preeklampsia. Sekitar 23 pasangan wanita
dengan preeklampsia dan kontrol dengan usia kehamilan yang sama, spesimen diambil
setelah preeklampsia muncul (spesimen terakhir) memiliki kadar sFlt-1 yang
lebih tinggi dan kadar PlGF dan VEGF yang lebih rendah dari pada spesimen
kontrol ( rata-rata kadar sFlt-1, 4382 pg/ml Vs 1643 pg/ml; p<0,001;
rata-rata kadar PlGF, 137 pg/ml Vs 669 pg/ml; p <0,001 dan rata-rata kadar
VEGF, 6,4 pg/ml Vs 13,9 pg/ml; p=0,07).
Perubahan kadar sFlt-1 pada kehamilan.
Untuk menilai
pola kehamilan digunakan analisis cross
sectional pada serum yang didapatkan pada interval usia kehamilan 4 – 5
minggu (gambar 1A). konsentrasi sFlt-1 pada kontrol tetap konstan sampai 33 –
36 minggu usia kehamilan, kira-kira peningkatannya adalah 145 pg/ml perminggu
sampai persalianan. Pada wanita dengan riwayat preeklampsia, sebelum gejala
klinis preeklampsia muncul mulai terjadi peningkatan konsentrasi pada usia
kehamilan 21 – 24 minggu dan peningkatan yang mendadak tinggi pada usia
kehamilan 29 – 32 minggu. Ketika dibandingkan konsentrasi sFlt-1 pada
tahap-tahap yang berbeda pada kehamilan diambil dari spesimen wanita dengan
preeklampsia. Kami menemukan bahwa antara wanita dengan beberapa spesimen
ketika janin mereka pada interval usia kehamilan yang sama, mereka yang sudah
memiliki gejala klinis preeklmapsia secara nyata konsentrasinya lebih tinggi
dibandingkan dengan mereka yang belum.
Gambar 1
Konsentrasi sFlt-1 meningkat
pada wanita dengan riwayat preeklampsia dimulai 9 – 11 minggu sebelum
preeklampsia muncul. (gambar 1B). Beberapa sample 5 minggu sebelum preeklampsia
muncul dinyatakan kadar sFlt-1 nya meningkat lebih cepat. Dalam 1 minggu
sebelum tanda klinis muncul, spesimen terakhir diambil dan diteliti. Peningkatan
konsentrasi sFlt-1 pada 4 minggu, 3 minggu, 2 minggu, dan 1 minggu sebelum
preeklampsia terjadi sedikit perubahan pada usia kehamilan, dan peningkatan itu
diamati antara 8 minggu dan 5 minggu sebelum preeklampsia terlihat.
5 minggu sebelum
preeklampsia muncul, rerata konsentrasinya akan sama dengan kontrol, tetapi
setelahnya konsentrasi sFlt-1 pada wanita preeklampsia menjadi lebih tinggi.
Lebih dari 5 minggu sebelum preeklampsia muncul, tak ada substansi yang berbeda
pada pengamatan antara kontrol dan wanita dengan riwayat preeklampsia.(gambar
1A) Peningkatan konsentrasi sFlt-1 juga terjadi pada kehamilan normal tetapi
hal itu terjadi selama masa kehamilan dan kemunculannya lebih lambat (gambar
1C). gambaran longitudinal pada peningkatan konsentrasi sFlt-1 pada setiap
wanita; peningkatan terjadi selama kehamilan lanjut terhadap kontrol tetapi
lebih awal dan lebih luas pada wanita preeklampsia.
Perubahan kadar PLGF dan VEGF pada kehamilan.
Kadar PlGF terhadap
pola kehamilan ditunjukkan pada (gambar 2A). Konsentrasi PlGF pada kontrol
meningkat selama kehamilan trimester 1 dan 2 dan menurun pada usia kehamilan 29
– 32 minggu dan terus menurun setelahnya. Konsentrasi PlGF pada wanita
Preeklampsia mengikuti pola yang sama tetapi lebih rendah secara signifikan
dari pada kontrol pada 13 – 16 minggu kedepan. Pada 13 – 16 minggu, rata-rata
kadarnya 90 pg/ml pada wanita dengan riwayat preeklampsia dan 142 pg/ml pada
kontrol (p=0,01). (Gambar 2B), menunjukkan konsentrasi PlGF pada wanita dengan
riwayat preeklampsia sesuai lamanya sebelum preeklampsia muncul. Konsentrasi
PlGF mulai menurun 11 – 9 minggu sebelum terjadinya preeklampsia, dengan
pengurangan substansi selama 5 minggu sebelum hipertensi dan proteinuria muncul.
Kira-kira 5 minggu sebelum preeklampsia muncul, rata-rata konsentrasi PlGF
wanita dengan riwayat preeklampsia sama dengan rata-rata konsentrasi PlGF pada
kontrol, tetapi setelahnya, konsentrasi PlGF pada wanita preeklampsia menjadi
lebih rendah. Dalam 1 minggu sebelum preeklampsia muncul, konsentrasi terdekat
didapatkan pada wanita yang nantinya preeklampsia (Gambar 2B). Tatkala spesimen
yang diperoleh 5 minggu sebelum preeklampsia muncul dikeluarkan, perbedaan
antara kontrol dan wanita dengan riwayat preeklampsia lebih lambat
kemunculannya pada usia kehamilan 25-28 minggu dan 29-32 minggu; tidak ada
perbedaan yang terlihat pada usia kehamilan 33-36 minggu.
Gambar 2
Konsentrasi VEGF
turun selama kehamilan dan tidak berbeda antara kontrol dan wanita dengan
riwayat preeklampsia, dengan 2 pengecualian. Spesimen yang diperoleh dari usia
kehamilan 37 – 41 minggu, kadar VEGF nya lebih rendah pada wanita dengan
Preeklampsia (6,7 pg/ml dengan 9,9 pg/ml pada wanita kontrol;p =0,02). Spesimen
yang diperoleh pada usia kehamilan 21 – 32 minggu, kadar VEGFnya lebih rendah
jika spesimen diperoleh dalam 5 minggu sebelum onset Preeklampsia muncul (5,1
pg/ml, dengan 12,8 pg/ml pada kontrol; p=0,002).
Hubungan Indek masa tubuh (BMI) dan keparahan
Preeklampsia.
Sejak obesitas
menjadi faktor resiko yang penting bagi preeklampsia, kami teliti perubahan BMI
terhadap peningkatan kadar sFlt-1 dan penurunan kadar PlGF bebas yang diteliti
pada wanita preeklampsia. Analisis dengan menggunakan regresi linier dengan log-transformed kadar sFlt-1 dan log-transformed kadar PlGF bebas dalam
hubungannya indek masa tubuh pada wanita-wanita kontrol. BMI tidak berhubungan
terhadap kadar PlGF bebas pada usia kehamilan 8 – 20 minggu, 21 – 32 minggu
atau 33 – 41 minggu begitu juga kadar sFlt-1 pada usia kehamilan 8-20 minggu
atau 33-41 minggu (data tidak ditampilkan); hal ini terbalik bila dihubungkan
dengan kadar sFlt-1 pada 21- 32 minggu. Kadar sFlt-1 lebih tinggi dan kadar
PlGF lebih rendah pada wanita preeklampsia, sehingga tidak dapat dijelaskan
besarnya BMI pada wanita yang berkembang
menjadi preeklampsia.
Sebelum preeklampsia
muncul, terdapat banyak perbedaan antara konsentrasi sFlt-1 dan PlGF pada
control dan wanita yang memiliki onset preeklampsia lebih awal atau wanita yang
sudah preeklampsia dan kecil masa kehamilan. (gambar 3) menunjukkan konsentrasi
antara usia kehamilan 21 – 32 minggu (gambar 3A) dan usia kehamilan 33 – 41
minggu (gambar 3B). perubahan kadar sFlt-1 dan PlGF lebih cenderung terjadi
sebelum onset preeklampsia muncul pada wanita yang preeklampsia sebelum usia
kehamilan (<37 minggu) dari pada wanita yang preeklampsia pada usia
kehamilan ³ 37 minggu.
Gambar 3
Rasio kemungkinan hubungan antara Preeklampsia dengan
faktor-faktor angiogenik.
Untuk menentukan
apakah konsentrasi sFlt-1 atau PlGF dalam spesimen yang didapat sebelum tanda
klinis preeklampsia muncul yang berhubungan dengan risiko dari kondisi tersebut,
Rasio kemungkinan untuk preeklampsia dihitung dalam masing-masing ukuran untuk
sFlt-1 dan PlGF pada kontrol, dibandingkan dengan ukuran terendah dan teritnggi,
secara berurutan(tabel2). Juga diperiksa faktor-faktor resiko dari
preeklampsia dalam ukuran-ukuran yang
ekstrim mengenai semua ukuran yang lain sebagai lanjutan. Untuk spesimen yang
didapat selama trimester II atau awal trimester III, ukuran terendah dari PlGF
dihubungkan dengan peningkatan risiko preeklampsia pada usia kehamilan < 37
minggu (rasio kemungkinan untuk spesimen dari minggu ke 13 – 20, 7,4; 95%
interval kepercayaan, 1,8 – 30,2; rasio kemungkinan untuk spesimen dari minggu
ke 21 – 32, 7,6; 95% interval
kepercayaan, 2,9 – 21,5). Kadar PlGF dengan ukuran terendah bagaimnapun bukan
sebagai prdiktor yang nyata dari preeklampsia dengan gejala klinis yang muncul ³ 37 minggu. Hubungan antara kadar sFlt-1 dan hanya terlihat jika
mendekati preeklampsia. Kadar sFlt-1 ukuran tertinggi dari 21 – 32 minggu
kehamilan (tapi tidak terlalu awal) diprediksi sebagai preeklampsia < 37
minggu (rasio kemungkinan, 5,1; 95% interval kepercayaan, 2,0 – 13,0), dan
kadar dengan ukuran tertinggi antara 33 – 41 minggu (tapi tidak terlalu awal)
diprediksi preeklampsia > 37 minggu (rasio kemungkinan 6,0; 95% interval
kepercayaan, 2,9 – 12,5). Temuan ini ssesuai dengan hasil yang disajikan pda
gambar 1B, terlihat peningkatan kadar sFlt-1 yang lebih besar didapatkan 5
minggu sebelum gejala klinis muncul. Ukuran terendah VEGF tidak dapat
memprediksi preeklampsia.
Tabel 2
DISKUSI
Hasil percobaan
dari ‘preeclampsia-like phenotype’
terhadap tikus percobaan yang memiliki kadar sFlt-1 yang tinggi meningkatkan
kemungkinan bahwa faktor-faktor antiangiogenik
memiliki peran patologis dalam preeklampsia. Menurut temuan-temuan kami
konsentrasi sFlt-1 yang lebih awal dilaporkan terjadi peningkatan pada wanita dengan
preeklampsia yang terbukti mulai meningkat sekitar 5 minggu sebelum gejala
klinis muncul. Diikuti dengan peningkatan kadar sFlt-1, penurunan kadar PlGF
bebas dan VEGF bebas, menurut kami penurunan faktor-faktor ini kemungkinan
diakibatkan karena sebagian terikat oleh sFlt-1. wanita dengan preeklampsia
< 37 minggu atau preeklampsia dengan janin kecil masa kehamilan memiliki
kadar sFlt-1 yang lebih tinggi dengan kadar PlGF yang lebih rendah pada 21 – 32
minggu usia kehamilan dan pada 33 – 41 minggu usia kehamilan dibandingkan
dengan wanita yang onset preeklampsia nya pada usia kehamilan ³ 37 minggu, atau preeklampsia tanpa janin denang kecil
masa kehamilan berturut-turut.
Juga dibuktikan
terdapat penurunan yang nyata kadar PlGF awal trimester II, diantara wanita dengan
riwayat preeklampsia, yang sesuai dengan pengamatan selanjutnya. Akhirnya
terlihat bahwa wanita dengan konsentrasi PlGF yang rendah selama awal
kehamilan, memiliki risiko yang cukup besar terhadap onset awal preeklampsia.
Wanita dengan kehamilan
normotensif, kadar sFlt-1 stabil selama
Trimster I dan trimester II, dan mulai meningkat awal usia kehamilan
33-36 minggu. Peningkatan ini terkait dengan menurunnya menurunnyakadar PlGF
bebas di akhir kehamilan pada wanita dengan kehamilan normal yang dilaporkan
pada penelitian ini dan telah diteliti sebelumnya oleh yang lain.selama trimester II, konsentrasi PlGF tinggi dan
sFlt-1 rendah, membuat suatu kondisi “proangiogenik”. Dugaan kami pada
trimester selanjutnya, pertumbuhan vaskularisasi plasenta mungkin ditandai
dengan kenaikan kadar sFlt-1 (antiangiogenik) dan penurunan kadar VEGF dan PlGF
(proangiogenik). Wanita dengan preeklampsia, sFlt-1 akan meningkat lebih awal
pada kehamilan dan mencapai konsentrasi tertinggi dibanding kontrol. Oleh karena
itu, pada preeklampsia antiangiogenik yang terlalu cepat dan terlalu banyak
diterapkan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan serta fungsi plasenta
yang lebih dari normal. Penelitian mencakup biopsi renal dan diperoleh
endoteliosis glomeruler rinan pada wanita normal usia kehamilan aterm dan
kerusakan yang berat pada wanita dengan preeklampsia. Hal ini sesuai dengan
hipotesis bahwa preeklampsia adalah munculnya suatu kondisi antiangiogenik pada
wanita normotensif dengan kehamilan aterm.
Meskipun kadar-kadar
tersebut diatas tidak berhubungan dan justru berkebalikan (perbandingan
terbalik). Peningkatan kadar sFlt-1, turunnya kadar PlGF diawal kehamilan pada
mereka-mereka yang akan berkembang menjadi preeklampsia mungkin mempengaruhi berkurangnya
kadar PlGF atau naiknya jumlah reseptor pengikat dalam sirkulasi. Turunnya
kadar PlGF dapat mempengaruhi invasi terhadap sitotrofoblas yang abnormal /
menyimpang (pseudovaskulogenesis) yang merupakan karakteristik Preeklampsia.
Perubahan kadar sFlt-1 dan PlGF terlihat lebih tinggi pada pada wanita dengan
onset Preeklampsia lebih awal dan pada wanita dengan Preeklampsia yang bayinya
kecil masa kehamilan, dugaan proses antiangiogenik mungkin lebih penting pada
kasus ini. Kadar VEGF turun selama dan dalam 5 minggu sebelum preeklampsia
muncul, tapi kadar yang rendah diduga tidak bermakna terhadap perjalanan
menjadi Preeklampsia.
Keterbatasan
penelitian. Menggunakan data primer dengan pendekatan cross sectional dan tanpa melihat perbedaan tiap kelompok dari
konsentrasi sFlt-1 dan PlGF yang mungkin berubah meski tidak semuanya. Namun
demikian, alur peningkatan konsentrasi sFlt-1 tiap wanita sesuai terhadap umur
kehamilan dan didapatkan informasi bahwa meningkatnya kadar sFlt-1 terjadi pada
trimester III kehamilan baik pada wanita kontrol maupun preeklampsia (dengan
peningkatan yang lebih besar). Temuan kami kadar sFlt-1 wanita yang secara
klinis preeklampsia lebih rendah dibanding yang lainnya. Waktu penyimpanan yang
lebih lama mungkin membuat kadar sFlt-1 turun. Penjelasan selanjutnya adalah
bahwa wanita dalam penelitian ini tergolong preeklampsia ringan. Rerata usia
kehamilan partisipan saat datang keklinik dan secara klinis dinyatakan
preeklampsia adalah 38 minggu dibanding dengan penelitian lain yaitu £ 34 minggu. Akhirnya kami tidak memeriksa komplikasi
lainnya seperti restriksi perkembangan intrauterin yaitu hilangnya hipertensi
atau hipertensi kehamilan tanpa proteinuria.
Kesimpulan, kami
tampilkan penanda meningkatnya konsentrasi sFlt-1 dalam sirkulasi yaitu 5 minggu
sebelum muncul preeklampsia, bersamaan dengan menurunnya kadar PlGF bebas dan
VEGF dalam sirkulasi. Temuan ini men-dukung hipotesis bahwa protein angioenik
dalam sirkulasi memiliki peran patologis terhadap timbulnya preeklampsia. Data
dari penelitian prospektif longitudinal tiap konsentrasi sFlt-1 dan PlGF bebas
diukur selama kehamilan dan butuh penilaian dan pengukuran yang lebih baik
terhadap penanda-penanda ini guna identifikasi lebih awal preeklampsia dan
tingkat keparahan preeklampsia.
Comments