Adzan Jum’at Satu Kali atau Dua Kali
Di Jakarta ini kami melihat
banyak mesjid yang adzan dua kali pada ketika sembahyang Jum’at, tetapi di
sana-sini ada pula satu dua masjid yang adzan Jum’at hanya satu kali.
Mana yang benar menurut hukum
Islam di antara yang dua itu?
Jawab :
Masalah adzan Jum’at adalah
masalah agama yang agak panjang juga kalau di bicarakan. Diperlukan puluhan
halaman buku untuk membicarakannya.
Tetapi di sini kami akan coba
menerangkan dan menjawab pertanyaan ini seringkas mungkin, Insya Allah.
Kesatu :
Adzan sembahyang Jum’at pada
zaman Nabi hanyalah satu kali, yaitu pada ketika khatib telah duduk di mimbar.
Begitu juga pada zaman pemerintahan Saidina Abu Bakar dan Saidina Umar Rda.
Tetapi khalifah yang ke-III,
Saidina Utsman bin Affan menambahkan satu adzan lagi, yaitu terdahulu dari
adzan yang biasa.
Beliau berijtihad bahwa umat
bertambah banyak dan rumah-rumah rakyat sudah jauh dari mesjid.
Hal ini tersebut dalam Kitab
Hadist Bukhari, begini :
(Tulisan arab dalam proses)
Artinya : “Dari Saib bin Yazid
Rda, neliau berkata : Bahwasanya adzan di hari Jum’at pada masa Rasulullah SAW
dan masa Abu Bakar dan Umar Rda, adalah pada ketika Imam telah duduk di mimbar.
Manakala di bawah pemerintahan Saidina Utsman bin Affan Rda, dan karena orang
telah banyak, beliau memerintahkan tembahan adzan ketiga di atas Zaura’. Maka
tetapkanlah demikian selamanya’. (Hadits Sahih Riwayat Bukhari – Sahih Bukhari
jusz I halaman 117).
Yang di maksud dengan “adzan
ketiga” adalah adzan pertama ekarang, karena dulu adzan adalah dua, yaitu :
1. Adzan
ketika Khatib telah duduk di mimbar.
2. Qamat
pada ketika Imam akan sembahyang.
Maka adzan yang di adakan Saidina
Utsman di namai “adzan ketiga”, tetapi karena letaknya dalam praktik terdahulu
dari adzan yang dua itu, maka juga di namai “adzan pertama”.
Kedua :
Perintah Saidina Utsman bin Affan
itu di terima dan di patuhi oleh seluruh sahabat Nabi yang ada ketika itu,
sehingga menjadilah fatwa itu menjadi fatwa yang Ijma’, fatwa yang di sepakati
oleh seluruh sahabat, atau “Ijma’ Sahabi”.
Ijma’ sahabat itu menurut hukum
Islam adalah dalil agama, salah satu dari dalil yang empat, yaitu Qur’an,
Hadits, Ijma’ dan Qiyas.
Bukan saja sahabat Nabi, tetapi
seluruh umat Islam, baik mujtahidnya maupun awamnya, menurut fatwa itu. Di seluruh
mesjid di dunia ini semasa zaman Saidina Utsman, zaman tabi’in dan zaman
Imam-imam Mujtahid yang empat, semuanya melakukan adzan dua kali ada hari
Jum’at.
Inilah yang dikatakan dalam
Hadits Bukhari tadi :
(Tulisan arab dalam proses)
Artinya : “Maka tetaplah yang
demikian itu, (yakni tetapu menjadi syari’at Islam yang di amalkan)”.
Ketiga :
Apa sebab maka seluruh sahabat,
seluruh ulama dan bahkan seluruh orang Islam menerima fatwa Saidina Utsman itu?
Jawabnya : Beliau itu sahabat
yang utama dan beliau itu adalah salah seorang Khalifah Rasyidin, dan Nabi
Muhammad SAW telah memerintahkan kepada seluruh umat Islam supaya mengikuti
Sunnah Khalifah Rasyidin.
Nabi pernah bersabda begini :
(Tulisan arab dalam proses)
Artinya : “Berkata Rasulullah SAW
: Hendaklah kamu sekalian mengikuti sunnah Aku dan sunnah Khalifah Rasyidin
sesudah Aku”. (H.R. Abu Daud – Sunan Abi Daud juz IV halaman 201).
Jadi, kita sebagai umat Islam di
perintahkan oleh Nabi supaya mengikuti sunnah Khalifah Rasyidin, yaitu khalifah
yang berempat sesudah Nabi, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali Rda.
Adzan pertama ini adalah sunnah
Saidina Utsman bin Affan, salah seorang khalifah yang empat.
Barang siapa yang tidak mau
menerima sunnah Saidina Utsman maka ia menentang hadits yang di rawikan Abu
Daud ini, yang berarti juga menentang Nabi.
Kesimpulan :
1. Mengerjakan
adzan satu berarti hanya mengikuti sunnah Nabi tetapi tidak mengikuti perkataan
Nabi yang di rawikan Abu Daud itu.
2. Adzan
dua kali berarti mengikuti sunnah Nabi dan juga mengikuti sunnah Khalifah
Rasyidin yang kita diperintahkan Nabi untuk mengikutinya.
3. Meninggalkan
adzan yang pertama itu berarti menentang “Ijma’ Sahabi”, yang sangat besar
resikonya menurut hukum agama.
Baik juga kami beri tahu, bahwa
masalah adzan ketiga ini telah di kupas tuntas panjang lebar dalam buku “40
Masalah Agama” jilid IV karangan kami juga.
Barang siapa yang ingin
mengetahui lebih lanjut boleh membaca buku itu.
Demikian adanya.
Di sadur dari buku “Kumpulan Soal
Jawab Keagamaan” karya KH. Siradjudin ‘Abbas, halaman 65.
Comments