Plasmanutfah, Perawatan dan Kegunaan pada Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) - part V
FUTURE GERMPLASM CONSERVATION
Pada masa yang akan datang, breeder tebu akan melestarikan
plasmanutfah dengan pengembangan secara vegetatif ini lebih mudah.
Tehnik baru untuk perbanyakan klonal tersedia baru 10 tahun
belakangan dan diaplikasikan ke perkebunan masih dalam pertimbangan
pengadopsian lambat tapi langkahnya cepat tehnik baru ini akan dianjurkanoleh
breeder tebu. Pelestarian plasmanutfah lebih pada pelestarian gen dari pada
genotip ini tidak mengharuskan perbanyakan secara Vegetative tehnik baru akan
ditambahkan untuk kemajuan pelestarian plasmanutfah.
IMPROVEMENT OF TRADITIONAL MAINTENANCE
METHODS
PEMELIHARAAN KLONAL
Pemeliharaan klonal yang lebih intensive akan mengurangi
stress karena lingkungan suatu metode yang digunakan untuk koleksi dengan
sejumlah besar materi sudah dianjurkan disamping adanya koleksi lapangan
dianjurkan dengan koleksi in vitromeristen atau kultur tunas, untuk
mempertahankan genetiknya.
Sejumlah besar klon dapat dilestarikan dengan pemeliharaan
minimal dengan modifikasi lingkungan syarat sanitasi tumbuhan masih di dapat
sejumlah penyakit, jadi bisa juga disederhanakan melalui karantina ini sangat
vital.
Proses karantina oleh USDA, dilakukan dHWT sebelum
dikapalkan ke United Stutes, dari pengalaman pada expedisi 1976 ISSCT Mischanthus
dan Erianthus mati karena perlakuan HWT
Prosedur yang berlangsung menjamin material dari Saccharum
complex termasuk pada koleksi plasmanutfah, namun metode deteksi penyakit
tanaman dapat semakin baik dengan memberikan antibody monoklon dan pemeriksaan
DNA.
Materi vegetatif termasuk kultur meristem dapat diuji dan
bebas patogen tanpa HWT. Pengiriman plasmanutfah bisa difasilitasi.
PEMELIHARAAN BIJI
Penyimpanan biji untuk keperluan plasmanutfah terdiri dari
2 tujuan utama, (Roberts, 1975) :
- Penyimpanan jangka panjang untuk meminimalkan biaya, masalah dan resiko penanaman secara regular untuk mengantikan meminimalkan perubahan genetik
- Dengan penyimpanan biji dapat meminimalkan perubahan genetik
Biasanya biji disimpan di freezer untuk penyimpanan jangka
pendek sampai medium, ini dilakukan untuk mempertahankan genotipe, penyimpanan
jangka panjang belum berkembang untuk digunakan pada daerah terpencil,
teknologi sekarang mengawetkan biji dengan pengeringan dan penyimpanan untuk
mempertahankan genetik sedang didiskusikan (Rao, 1982).
Panjangnya waktu penyimpanan saat ini masih
dipertimbangkan, Rao menganjurkan agar mempelajari tentang penyimpanan biji
untuk pelestarian plasmanutfah tebu, penyimpanan mungkin bermasalah bila tidak
menggunakan tehnik dan tegnologi yang tepat contohnya Cazalet dan Berjak (1983)
mendemonstrasikan kehadiran jamur pada biji yang dapat bertahan pada suhu baku,
yang dapat menyebabkan kematian biji pada kelembaban 12-14 % yang disimpan pada
kantong polithone penyimpanan jangka panjang seperti ini jangan dilakukan. Untuk
itu IPGR telah membuat rancangan penyimpanan biji yang akan dapat digunakan
para breeder tebu.
Penyimpanan biji untuk kelestarian genetik plasmanutfah S.
Officinarum telah dianjurkan oleh Walker (1980). Untuk meningkatkan S.
Officinarum bisa dilakukan untuk polycross, hanya memungkinkan pada
lingkungan dimana dia bisa berbunga. Dari hal diatas untuk melestarikan tebu
nobel dilapangan, lebih baik dilakukan peyimpanan biji dan diharapkan suatu
saat bisa dilakukan penyimpanan tunas secara stenl (kuljar).
CHARACTERIZATION
Pemanfaatan untuk produksi komersial, hanyalah bagian kecil
dari kegunaan plasmanutfah, ada banyak hal yang lebih penting dar pada
produksi, namun alasan produksi bisa saja menghambat tujuan lain dimana para
breeder tidak terpacu untuk melakukan program yang lebih luas.
Kegunaan yang lebih efisien dari plasmanutfah, sebagai
sumber informasi yang lebih baik, sebagai informasi atau karekteristik
plasmanutfah, adalah merupakan suatu hubungan kaitan penting dari koleksi dan
kegunaan peletarian genetik. Karekterisasi banyak yang diabaikan intra atau
inter spesifik hibrida sulit untuk dijabarkan.
Hibridisasi dengan spesis liar bisa digunakan untuk
menambah variable genetik, tujuan memasukkan plasmanutfah baru untuk
meningkatkan materi komersil walaupun kesulitannya tinggi, butuh upaya dan
waktu pencapaian ini bisa tinggi oleh karacterisasi yang baik palsmanutfah.
Kebutuhan koleksi plasmanutfah, merupakan aspek penting
konservasi dapat ditingkatkan dengan karakterisasi yang baik. Karakterisasi
yang lebih baik, dapat menghindarkan kemungkinan identifikasi yang salah.
Karaterisasi plasmanutfah sudah menjadi perhatian sebagian
breeder tebu. Pada 1968, DJ Heire menganjurkan agar komite ISSCT, melakukan
penentuan dan kemungkinannya ada pusat pendiscripsian clonal. Tujuannya untuk
mencatat karakteristik dari klon-klon dengan potensi genetik dari kemampuan
hidup plasmanutfah, dan bisa dikembangkan untuk mencatat karakterisasi botani
untuk pemeriksaan identitas klonal.
Sesudah itu dibuat petunjuk pendiscripsian klonal tebu
untuk agrikultur, genetik dan ketahanan penyakit dan batanikal, karakterisasi.
Penilaian 0-9 untuk setiap karakter juga umum dilakukan
untuk mempermudah pengertian data, meskipun perkembangan cara pendiskripsian
tidak semua pada setiap breeder, tapi semua melakukannya dengan karakterisasi
yang bisa dimengerti, belum ada sistem yang seragam.
Pada 1981, IBPGR menerima 32 pendiscripsi dengan penilaian
(rating scale) dan dimodifikasi oleh IBPGR, tapi digunakan secara terbatas,
mungkin karena penyebarannya terbatas.
Untuk koleksi Saccharum spp di Thailand 1983 tercata data
setiap klonal sebagai petunjuk di JBPGR.
Dengan adanya metode-metode yang berbeda ini, maka sulit
untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber contohnya, kantong plasmanutfah S.
Spontaneum yang terdiri dari berbagai sumber contohnya, katalog plasmanutfah S.
Spontaneum yang terdiri dari 43 descriptor di World Colletion, beberapa
diantaranya berbeda dengan daftar yang ada di IBPGR.
Apakah ada alasan, mengapa para breeder tebu segan untuk
membuat dan melakukan pondiscription yang seragam ?.
Kebanyakan koleksi di luar world Collection tidak ada
pengepalan, dan para breeder bertanggung jawab untuk pemeliharaan koleksi.
Waktu untuk karakterisasi terbatas. Beberapa karakterisasi mempunyai alasan
sebagai berikut :
- Mendapat data, untuk memaximalkan hasil hibridisasi antar tetua sebagai data quantitative normal di alam, dan didapatkan kelanjutannya dengan menggunakan klon komersil, walau hanya untuk sejumlah hasil Descriptor, dengan tetua yang tetap bisa didapatkan data lengkap. Untuk hal ini format dari IBPGR bisa mendapat data genetator dan resiplane.
Pemuliaan untuk komersial, melakukan interspesifik hibridisasi
sembarangan, dengan sedikit seleksi tetua.
Roch
(1984) menemukan seleksi tetua antara S. Spontaneum cukup
efective untuk besar batang, hasil tebu, dan gula. Seleksi tetua antara S.
Spontaneum dilakukan untuk toleransi suhu dingin dan ketahanan terhadap
mosaik.
Untuk
hibridisasi, karakterisasi cukup karakter tetua antara medium heritability
rendah, screeng progeny populasi hanya sebagai alternative prediksi estimasi
nilai hentability pada generasi nobel dipertanyakan dan untuk beberapa karakter
penilaian mungkin dibutuhkan pada level ploidy yang ada pada level komersial.
Dengan
karakterisasi, seorang breeder dapat mengukur vanability plasmanutfah antara
grop taxonomy sebagai data panduan untuk karakter yang diinginkan.
- Mendapatkan data discripsi untuk koleksi klon yang bisa dibedakan data itu bisa saja kuantitative atau kualitative di alam beberapa di antaranya bisa saja karakter botany.
Pada beberapa program pertebuan, waktu yang mengumpulkan data terbatas
dan konsep minimum discriptor sudah tepat.
Ada
3 hal penting untuk mengoptimalkan usaha Discripsi
1.
Dilakukan
dengan ulangan dari sedang-tinggi BSH
2.
Menunjukan
perbedaan antar klon secara maximum
3.
mudah di
ukur.
Beberapa
kompromi bisa diterima pada tanaman tebu, seperti warna batang tidak perlu
dilakukan dengan banyak ulangan seperti pada beberapa karakter lain, tapi mudah
di rekord dan memberikan perbedaan yang jelas.
Saat
ini discusi tentang karakterisasi tanaman tebu belum bearti apa-apa contoh yang
baik ada pada tanaman kopi.
Pada
tanaman tebu, pada perbedaan klas material memungkinkan adanya perbedaan daftar
discriptor. Hal ini belum dilakukan saat ini
Di
Barbados, pelajaran pengembangan discriptor minimum menggunakan hibrida
komersial dan S. Spontaneum sudah dimulai (1985). Discriptor
dengan menggunakan S. Spontaneum beberapa responnya sama dengan
bila menggunakan klon komersial.
Untuk
karakterisasi lapangan tanaman tebu ketinggalan dibanding tanaman lain, dengan
kekecualian yang telah dilakukan pada tebu liar World Collection Indian dan di
Australia oleh Roach, dimana telah dilakukan beberapa karakterisasi pada kenyataannya
tahun lalu baru ada tersedia Catalog atau sejenis informasi secara basic dari
USDA/ARS. Masalah ini mulai diperhatikan, di florida mulai disusun suatu
katalog dan direnacanakan akan membuat karakterisasi koleksi. Walaupun sejarah
plasmanutfah tebu cukup membangggakan, tapi masih diperlukan suatu usaha keras
untuk koleksi, perbandingan dan pertukaran data karakterisasi.
MENGGUNAKAN
VARIASI ALAM
Jenis-jenis
alam dari Saccharum telah dikenal dalam jangka waktu yang sudah lama,
sedangkan S. Sinense dan S. Berberi di India juga telah dipakai
untuk produksi gulapasir coklat sejak jaman prasejarah. Perpindahan tanaman ini
di bagian lain dunia ini telah di bahas dalam bab ini. Produksi gula dunia
berasal dari pertanian S. Barberi dan S. Sinense pada mulanya dan
kemudian dengan proses yang lebih baik dari S. Officinarum. Industri ini
bisa bertahan, tapi terlalu rentan terhadap penyakit sebab itu secara rutin
harus di cari penggantinya, melalui cane Breeding.
FERTILITY
OF SUGARCANE AND INTRASPESIFIC
CROSSING
Di
Barbados telah dilaporkan adanya tertilitas tebu pada tahun 1858 namun di jawa
baru didapatkan biji dari S. Spontaneum dan dijadikan bibit pada tahun
1885. waktu itu untuk tebu komersial masih difokuskan pada tebu nobel dan dari
persilangan ini breeder-breeder pemula mulai kerja keras untuk ketahanan
penyakit dan kenaikan produksi, mereka berhasil untuk tahan terhadap satu
penyakit, namun untuk hal lain tidak terdapat suatu karakterisasi yang bisa
mendukung pada tebu nobel. Secara insentive dilakukan persilangan, dibeberapa
daerah dan didapatkan hasil yanglebih baik dari pada tebu nobel alam (Roach,
1965; walker 1966) yang kemudian di era berikutnya digunakan plasmanutfah tebu
dan interspesifik hibridisasi.
INTERSPECIFIC HYBRIDIDIZATION –
ORIGIN AND EARLY ACHIEVEMENTS
Perkembangan
hibrida interspesifik dikenalkan oleh Jeswit (1930), Brandesdar Sartoris (1936)
dan stevenson(1965). Waktu itu ada terjadi serangan penyakit sereh yang hebat,
tahun 1885 dicoba menyilangkan tebu dengan E. Arundinaceus dan tahun 1887 di
coba dengan S. Spontaneum.
Kedua
usaha ini gagal, tapi menyisahkan persilangan interspesifik tahun 1843,
Moquette dan wakker mendapatkan hibrida melalui persilangan tebu nobel, black
cheribon, untuk kassaer (Bremer 1961). Kassoer dicoba dengan F1 antara S.
Officinarum X S. Spontaneum (Bremer 1924).
Kobus
pada 1897 menyliangkan klon penting S. Barberi (chunnee untuk
tebu nobel dan pada generasi BC1 dilakukan silang balik dan didapat spesis yang
exotik 1911 Willgnnk berhasil menyilangkan kassoer dengan tebu nobel dan tahun
1916 Jeswit mengeluarkan hibrida alam Kassoer. Jeswit menyilang balik seedling
willbring dengan tebu nobel, dan juga Kobus dengan Chunnee. Breeding Jawa
menyebutkan karakter yang telah diinginkan sebagai nobilisasi.
Satu
dari silangan Jeswiet pada 1921, menghasilkan POJ 2878 karena keistimewaan POJ
2878 ini maka hingga tahun 1929, 90 % kebun menanam varietas ini. Kesuksesan di
Jawa ini, memberi pandangan baru ke berbagai tempat. Hibrida interspesifik di
India dimulai sedikit setelah di jawa dengan hasil berbeda.
Barber
1912, menyilangkan tebu nobel untuk S. Spontaneum 64 kromosom F1 didapatkan
hibrida, Ca 205, tumbuh baik di daerah subtropika, Berikutnya klon S. Berberi
dengan chunnee, Saretha, dan kansar menghasilkan keturunan yang disilangkan
dengan S. Spontaneum beberapa diantaranya berhasil di subtropika,
India dan di beberapa daerah, dan juga dapat dibudidayakan pada lahan miskin,
daerah marginal di daerah tropis dan secara louas dijadikan tetua pada program
breeding di beberapa negara.
EXTENT OF GERMPLASM
UTILIZATION IN BREEDING
Arceneaux
(1967) dan price (1967) mengulas asal –usul hibrida tebu dan keduanya mencatac
keterbatasan dasar genotik. Roach membuat tabel spesies selain S. Officinarum ke hibrida modern dan
dilihat pada tabel 4 (hal 179 atas).
Penggunaan
S. Officinarum sedikit lebih luas,
tapi masih belum bisa pada keterseluasnya di World Collection. Arcenaux (1967)
melaporkan ada 19 klon S. Officinarum
yang berproduski secara komersial yang digunakan pada periode 1940-1964 walau 3
dari 19 klon ini menghasilkan 57 % dari 340 keturunannya.
REVIEW OF NOBILIZATION WORK SINCE
1960
Melanjuti
keberhasilan hibridisasi awal di Jawa dan India, umumnya hanya sekali-sekali
dilakukan genetik base,itupun lebih dari sekedar ingin tau dari pada kebutuhan
kekecualian di Hawaii, data base dilakukan pada program breeding sejak tahun
1933 (Heinz, 1967). Persilangan antar hibrida asli dan hasil terbaru menaikan
populasi. Hibridisasi yang dianjurkan di beberapa negara dengan kesimpulan :
- Pengetahuan terbatasnya genetic base untuk perbandingan kemampuan / potensi yang berbeda
- Beberapa kekwatiran bahwa genetik rate dilapangan sangat lambat.
- Mencoba menstransfer karakter spesifik yang di sukai seperti : ketahanan mosaik, dari plasnutfah dasar ke hibrida komersial. Saat ini ulasan nobilisasi dilakukan informasi didapatkan dari respon dari quesioner yang dikirim kepada Breeder-breedee plasmanutfah liar sekalian dengan informasi literatur.
BARBADOS
Pengurangan
perolehan dari breeding konvensional dan dasar program seleksi dari
plasmanutfah yang digunakan pada awal 1960 dengan cepat kembali menggunakan
klon S. Officinarum dan S. Spontaneum, tujuan utama adalah
menaikkan kadar gula, adaptasi lebih baik, dan meningkatkan hasil panen,
diperluas ke ratoon ability dan kadar serat juga di tekankan.
Telah
dimulai satu program, yaitu meningkatkan populasi S. Officinarum untuk nobelisasi, tujuan seleksi adalah sedikit
bunga, brix tinggi, serat rendah, batang besar, untuk melengkapi karakteristik S. Spontaneum. Peningkatan melalui
polycros, memakai klon yang berbunga bisa dilakukan seleksi dilakukan pada
lingkungan yang spesifik. Dari 90 tetua awal, 3 siklus polikross telah
dilakukan karena pencapain perolehan, terlalu banyak jumlah tetua asli maka di
lestarikan secara invitro dengan pembungaan yang baik, bisa dilestarikan dengan
penyimpanan biji dengan pembunggan yang baik, bisa dilestarikan dengan
penyimpanan biji kemampuan adaptasi terhadap kekeringan dan wafer log pada klon
F1 dan ISCI diseleksi pada batang besar, kadar gula tinggi, serat rendah dan
sedikit bunga, ada di Barbados dan Guyana dan kemampuan adaptasi tidak
berhubungan dengan keadaan ekologi dari tetua S. Spontaneum.
Roa
(1979) emebandingkan 5 karakter dari 2 set 6 persilangan antara hibrida
komersial dengan nobilisasi yang komersial di gunakan persilangan dengan tetua
baru, nobilisasi terdapat a BCI dan F1 hanya 2 klon komersial yang umum pada
kedua set persilangan dengan klon liar – tidak jauh lebih buruk dari pada
dengan tetua komersial.
Banyak
usaha yang dilakukan untuk program nobilisasi di Barbados baru-baru ini 40 %
persilangan biparentanl dilakukan pada plasmanutfah liar usaha ini untuk
meningkatkan pengapalan material program komersil dengan mengurangi persilangan
dengan spesis baru. Hingga 1982, sekitar 600 f, silangan S. Spontaneum telah di coba, dan sekitar 900 BC sedangkan telah
dilakukan
Kesimpulan
berikut digambarkan sebagai berikut :
Ø Klon baru tebu nobel yang lebih bagus
pertumbuhannya dari pada tetua asal walau gulannya rendah, bisa masih seleksi.
Ø Penotip dati S.
Spontaneum pada ketinggalan asal ada banyak perbedaan performance F1
hibridanya di Indian barat.
Ø Hibrida antara F1 dari S. Spontaneum yang berbeda
mnenunjukkan beragamnya kadar gula dan hasil
Walker
dalam bahasannya tentang terbatasnya program nobilisasi penekanan kriteria seleksi F1 untuk S. Officinarum X. S. Spontaneum berbeda dengan populasi komersial. Dibutuhkan
beberapa generasi tambahan sebelumnya dijadikan komersil, kriteria utama iaia
hasil kering, kemampuan ratoon , gula tinggi dan serat rendah, menjelang
program ini, walker terdorong oleh kesimpulan saat ini dimana klon dari program
telah mencapai final di beberapa percobaan Indian Barat masalah yang lebih
berat bagi Walker adalah memutuskan klon mana yang harus di buang menarik lagi
bahwa saat ini yang fi exploitasi adalah S.
Robustum dan E. arundinancea
dimana persilangan tersebut menunjukkan toleransi terhadap kekeringan yang
cukup menjanjikan klon ini sebaik S.
Robustum , S. Spontaneum dari segi serat dan biomass tinggi.
HAWAII
Hawaii
melakukan suatu yang tidak biasa dan tuntutan tinggi untuk melepas klon
produksi disini terdapat perbedaan ekologi yang besar pada areal yang relatif
kecil, dirawat 24-36 bulan, berat roboh dan persyaratan adalah gula tinggi
menjadi pertimbangan telah dicoba untuk mendapatkan ini dalam program penanaman
luas plasmanutfah Saccharum complex liar, dilakukan persilangan untuk mendapat
materi yang cocok bagi persyaratan yang extrim seperti ini. S.Spontaneum beradaptasi dengan datran
tinggi sedang materi S. Robustum
adaptasi terhadap hara miskin, keasaman tanah.
Heinz
(1967) dari HSPA, aktif meliputi plasmanutfah liar. Usaha dalam skala besar
dimulai dengan materi S. Robustum
asal biji yang diambil dari sekitar Port Moresby pada tahun 1930, hingga 1966,
klon S. Robustum yang paling banyak
dari tebu liar lain dimana materinya sebagian besar diambil dari New Guinea dan
pulau sekitarnya.
Pada
tahap ini penggunaan S. Spontaneum
lebih kecil namun perhatian terhadap kegunaan S. Spontaneum bertambah dengan pengiriman 25 ke India untuk di
silangkan dengan S. Spontaneum, S.
Officinarum dan spesis lain yang ditanam di Coimbatore (Heinz, 1966)
Kepentingan
untuk menambah jumlah S. Spontaneum
untuk tujuan nobilisasi bersamaan dengan meningkatnya penyaringan untuk S. Officinarum yang mempunyai produksi
gula sejarah awal 1960, sebagai tanda pembaruan penekanan pada perawatan
plasmanutfah.
D.
Heinz dan T. Tew mengatakan bahwa kenaikan produksi gula dapat di capai hanya
dengan kenaikan tonase tujuan sekarang adalah memindahkan vigor baik / tinggi
dari spesis liar dengan cara silang balik sampai 3 generasi.
Cara
yang sistematik dilakukan pada pemasuka S.
Spontaneum di silangkan denganS. Officinarum untuk mendapatkan biparental
atau klon Hawaii dengan ciri gula tinggi dan batang besar. Seleksi berjalan
melalui 3 tahapan silang balik dalam melting pot terpisah, ½ , ¼ dan 1/8 yang
berasal dari S. Spontaneum
ditempatkan melting pot terpisah dan dilakukan steril jantan (emaskulasi).
Setelah diemaskulasi dengan air panas, materi yang berasal dari S. Spontaneum dapat dijadikan induk
betina dan digabungkan dengan area melting pot dengan Hawaian yang jantan,
individual yang menarik dari spont ¼ dan Spon 1/8 dapat di masukkan ke uji
lapangan. Semua keturunan spont 1/16 juga dimasukkan ke uji atau di buang
melalui proses seleksi normal, walaupun bisa diaplikasikan di buang melalui
proses seleksi normal, walaupun bisa diaplikasikan pada spesis liar lainnya,
untuk tahun-tahun lebih terpusat S. Spontaneum.
Kira-kira 5 % dari tanaman FT1 seedling yang
di tanam setiap tahun berasal dari plasmanutfah liar normalnya keturunannya
didapatkan melalui tahapan seleksi, di uji ketahanan terhadap smut, dan di
kembalikan ke pusat breeding untuk silang balik sekitar 500 tebu liar asal
seedling di selangkan setiap tahun sebagian besar hanya bertahan 1 tahun.
Exploitasi
materi S. Spotaneum yang ambil dari
Thailand di bahas oleh Heinz prosedur hibridisasi termasuk sib-mating pada F1
untuk mendapatkan jenis-jenis genetik secaramaximum termasuk silang balik
dengan type comersial umumnya pada tingkatkan yang lebih rendah, keturunan BC,
adalah spont-liku, mempunyai batang besar banggol berat dan sampah tinggi,
ratoon baik dan bunga sedikit. Mereka menghasilkan tonase lebih tinggi dari
pada klon komersial dan hasil gula sama, tapi kualitas nira lebih rendah mereka
dipertimbangkan sebagai plasmanutfah yang baik, untuk kedepan diharapkan bisa
meningkatkan hasil gula, dengan tujuan pada kondisi seperti di Hawaii.
Percobaan
hawaii menunjukkan sedikitnya menaikan vigor yang dimanifestasikan oleh
keturunan BCI, bekerja pada materi S.
Spontaneum para breeder harus mengingat bahwa klon komersil saat ini
sedikitnya 1/16 dari S. Spontaneum.
Keuntungan
program ini belum bisa dibuktikan dari analisa pedigree klon komersil Hawaii
namun ini mungkin saja bahwa plasmanutfah liar mungkin berasal dari S. Spontaneum
lebih dari apa yang bisa dibuktikan, pada melting pot umum, exploitasi klon
liar masih perlu dilanjutkan tapi ditekankan pada total biomass dari pada hasil
gula.
MACKNADE
Upada
program riset di Macknade,projek
nobilisasi telah dimulai 1961 karena perolehan seleksi yang lambat dan
kenyataannya hibrioda komersil mempunyai base genetik yang sempit, tujuan utama
adalah hibridisasi antara S. Spontaneum
dan S. Officinarum untuk mendapat
hasil dan jumlah gula ini termasuk peningkatan pada generasi F1, BC1 dan BC2
tujuan selanjutnya untuk menguraikan proses dan prinsip umum dari pada uji
nilai breeding pada sejumlah klon S.
Spontaneum.
Diperoleh
dari 8 famili keturunan S. Officinarum S.
Spontaneum di laporkan secara detail oleh Roach (1969) dan termasuk :
-
keturuan dari
ntn Cytotyre dimana frekuensi tinggi pada keturunan 80 kromoson yang tidak di
harapkan pada S. Spontaneum dan ratio
menjadi 2 ntn tergantung tetua jantan betina sperti factor non genetik.
-
Melosis pada
F1 keturunan S. Spontaneum 80
kromoson lebih tidak teratur dari pada keturunan S. Spontaneum 64- dan 96 kromoson.
-
Dengan sample
tetua yang terbatas, tidak terbukti bahwa tetua S. Officinarum X. S.
Spontaneum, efectif untuk gula / unit.
Informasi
dari populasi F1 asli dibatasi oleh sempitnya pemakaian tetua populasi F1 yang
lebih besar dihasilkan melalui persilangan 34 klon S.Spontaneum untuk 9 tetua nobel. Pada penambahan BC1, BC1 X BC1
dan BC2 dihasilkan populasi dan quantitative dan secara Citologi telah
dilaporkan oleh Roach dan symington secara rinci.
Kesimpulan
utama digambarkan sebagai berikut :
-
meneliti efek
penambahan kromosom pada S. Officinarum
yang signifikan untuk karakter-karakter penting termasuk persen gula dan serat.
-
Transmisi
kromosom diploid pada silangan Saccharum tertentu bisa sedikit berbeda gen
dengan silangan tetua.
-
Menyeleksi S. Spontaneum untuk kadar gula sebelum
di nobilisasi akan efektive dan peningkatan kadar gula pada F1 hibrida
sedangkan seleksi hasil tebu juga cukup efective.
-
Mempergunakan
satu seleksi. Bila mungkin uji keturunan dari klon S. Officinarum lebih dianjurkan hibrida komersil sebagai tetua
hobilisasi.
-
Mempergunakan
hibrida komersil sebagai tetua nobilisasi untuk menghasilkan BC1 lebih baik
dengan memakai tebu nobel
-
Bila Officinarum digunakan sebagai tetua
nobilisasi untuk 2 generasi secara drastis menurunkan hasil tebu.
-
Populasi BC2
yang dihasilkan dengan menggunakan S.
Officinarum sebagai tetua induk, maka pada setiap generasi menunjukkan
pengurangan hasil tebu, dibandingkan dengan F1, BC1 atau tebu comersial.
-
Seleksi kadar
gula tetua pada saat nobilisasi akan efektif dan seleksi hasil tebu kurang efektive.
-
Jumlah
kromosom 39 klon Bc1, terdapat 37 type 2n+n dan hanya 2 type n + n, sesuai
kesimpulan price (1963) frequensi aneuploid pada semua hibrida BC1, rata- rata
5.4 kromosom lebih sedikit dari pada yang diharapkan dari tetuanya.
-
Hibrida BC1 x
BC1 diperkirakan kromosom n+n tapi kembali terjadi aneuploidy, dengan 18
hibrida yang dicoba, terdapat rata-rata 6.9 lebih sedikit kromosom dari pada
yang diharapkan dari tetuanya.
-
Dari 16
hibrida BC2 (nobel X BC1) hanya 2, termasuk NG 51-2 mempunyai tipe n + n : yang
lain adalah 2 n+n sekali lagi aneuploidy dengan rata- rata 2.4 lebih sedikit
kromosom dari pada yang diharapkan.
-
2 silang
balik S. Officinarum menghasilkan
hibrida dengan kromosom banyak (2n = ca 150) dan ratio tinggi nobel dengan S. Spontaneum (ca 14 : 1) menghasilkan
keturunan dengan vigor rendah ini mengkin karena memakai BC1 sebagai tetua
betina, seperti dilakukan di Jepeng.
Pada pemanfaatan komersial di Macknade, terdapat sedikit
pemasukan plasmantfah pada program komersil brreding dari awal project
nobilisasi, perkembangan ini bertambah sejak 1973 ketika pelajaran dihentikan
dan plasmanutfah baru disatukan dengan program breeding keseluruhan tapi
terpisah dengan proyek riset.
Sekitar 30 % dari 70.000 seedling yang tertanam setiap
tahaun dimacknade dan New South Wales dari persilangan plasmanutfah baru dan
material dimasukkan program sejak 1962.
Baru-baru ini klon-klon yang berasal dari nobiliosasi telah
sampai pada evaluasi terakhir di kebun tapi tidak ada yang terseleksi klon
plasmanutfah lama. Susahnya jika digabung antara hasil tebu dan persen gula
namun dengan menyilangkan “gula tinggi “ klon komersil bisa diperoleh klon-klon
yang menjanjikan.
Karena sulitnya mendapat kab tentang gula tinggi dari
plasmanutfah S. Spontaneum yang baru,
maka program seleksi di macknade kembali memisahkan komersial dan proyek
penelitian. Sekitar ¾ dari total seedling termasuk pada bagian komersial,
tingkat nobilisasi ini adalah BC1 X komersial, dengan sedikit material
nobilisasi yang termasuk bagian penelitian. Pemisahan lebih pada kadar gula.
Roach dkk (1981) dan Mullins dan Roach (1985) ada hubungan
trend dalam proses karakter tebu di Queensland dengan genetik asli dari
karakter ini. Pekerjaan saat ini di konsentrasikan pada seleksi terhadap 500
klon plasmanufah Macknode, dimana di tekankan pada pemeriksaan karakter –
karakter yang lebih baik, secara kimia maupun fisika yang nantinya akan
dijadikan sebagai material hibridasi. Sudah dibuat data dengan format yang
direkomendasikan oleh IBPGR, dengan komponen data : Brix, Pol, serat ash dan 13
karakter morfologi. Sejak 3 tahun lalu, perhatian beralih ke E arundinaceous sebagai sumber vigur
tinggi dan hebat terhadap gejala kerusakan akar yang saat ini melanda
Wueensland.
Comments