Budidaya Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) - part IV
PENGENDALIAN MENGGUNAKAN
BAHAN KIMIA
Pengendalian
menggunakan bahan kimia dilakukan pertama kali pada tahun 1920 dan 1930, tetapi
bahan yang digunakan sangat berbahaya seperti sodium chlorate (mudah terbakar) dan sodium arsenat (mempunyai toksisitas yang tinggi terhadap mamalia).
Sebagai konsekwensinya hanya digunakan dalam jumlah yang kecil. Kemudian dapat
dikembangkan hormon yang berfungsi sebagai herbisida(seperti 2.4 D dan MCPA)
dan bersamaan ini merupakan permulaan dari era baru dalam pengendalian gulma.
Herbisida yang digunakan pertama kali untuk mengendalikan gulma diaplikasikan
di areal tebu. Penggunaan herbisida ini terbatas untuk daun lebar yang tidak
berkayu, minyak dan pentachlorophenol
(PCP) kadang ditambahkan untuk meningkatkan kemajuan 2,4 D dan MCPA sebagai
herbisida kontak. Tehnik ini walaupun hanya membunuh gulma yang ada dan hanya
tebu yang baru berkecambah yang menderita karena adanya kompetisi. Di Hawaii
mereka mengembangkan sebuah metode untuk
menyemprotkan 2.4 D segera setelah
tanam, perlakuan tunggal untuk menggendalikan gulma sampai tebu berkonopi,
kemudian penutupan konopi menghambat pertumbuhan gulma.
Bersamaan
dengan pengembangan herbisida triazine
(seperti atrazine, ametryn, metribuzin
dan hexazinane) dan urea ( seperti diuron) yang relatif lebih bagus, herbisida dapat disemprotkan
setelah penanaman bibit tetapi sebelum biji gulma berkecambah. Konsekwensinya
banyak sekali gulma yang dapat dikendalikan terutama bebarapa rumput satu
tahunan.
Aplikasi
herbisida juga mungkin dilakukan setelah tebu berkecambah dan pada tanaman
ratoon. Ketika seresah dijadikan mulsa ini akan menekan/menghalangi pertumbuhan
gulma, walaupun demikian gulma yang tumbuh dengan pelan-pelan dan beberapa
rumput yang dapat tumbuh dengan cepat dapat juga tumbuh pada tempat yang bermulsa.
Dalapon merupakan herbisida efektif
yang pertama untuk rumputan yang dikembangkan, tetapi herbisida ini merusak
beberapa varietas tebu dan tidak boleh disemprotkan pada seluruh tanaman. Parakuat akan membunuh rumput, tetapi
juga menghanguskan sebagian daun tebu jika disemprotkan pada daun hijau. Namun
demikian efek ini hanya untuk sementara. Parakuat
dan sebagian besar gilfosat secara
luas digunakan untuk herbisida pra-tumbuh sebelum tebu berkecambah atau pada
tanaman ratoon segera setelah tebang. Asulam
digunakan untuk membunuh gulma rumputan secara selektif, khususnya Sorghum, Digitaria dan Rottboelia.
Ini juga digunakan dalam campuran dengan actril
untuk mengendalikan gulma rumputan dan daun lebar pada tanaman tebu.
Herbisida
yang dirilis lebih lambat lagi adalah golongan acetanilides (seperti alachlor
dan metolachlor) yang efektif
digunakan sebagai herbisida pra-tumbuh untuk mengendalikan gulma rumputan.
Golongan dinitroanilines (seperti trifluralin dan pendimethalin) dicampurkan dengan tanah sebelum tanam dan
mengendalikan dengan efektif biji-biji herbisida (rumputan). Acetochior merupakan jenis herbisida
baru yang lain yang mengendalikan secara efektif rumput tahunan dan gulma daun
lebar. Fluazifop p-butil merupakan
herbisida untuk rumputan yang juga membunuh tebu pada suatu dosis dan tidak
diaplikasikan secara langsung pada tanaman pada dosis tertentu. Biji rumputan
sulit dikendalikan, tetapi halosulfuron
merupakan herbisida baru khususnya efektif untuk beberapa rumputan.
Kebersihasilan
pengendalian gulma secara kimia membutuhkan pengetahuan tentang :
Ø Produk
yang tersedia
Ø Kemampuan
meningkatkan efektivitas hirbisida oleh tanaman
Ø Kandungan
lempung dan bahan organik dalam tanah
Ø Stadia
tumbuh ketika herbisida lebih efektif.
Stadianya
adalah pre-emergent, post-emergent, post-emergent awal dan late
emergent. Umumnya rumputan yang masih muda lebih mudah dikendalikan dengan
herbisida. Sebagai pilihan tambahan herbisida akan mempengaruhi seiring waktu
kontrol yang dibutuhkan dan biaya produknya adalah biaya unit per ha per
minggu.
Kombinasi
herbisida yang biasanya digunakan untuk mengontrol gulma rumputan dan daun
lebar. Sejumlah kombinasi digunakan dalam beberapa negara tergantung
keberhasilan pada kondisi lokal dan bahan kimia harus terdaftar dinegara yang
menggunakannya. Herbisida tunggul digunakan untuk mengatasi masalah khusus dan
untuk mengontrol rumputan yang sulit seperti biji rumputan (Cyperus esculentus dan C. rotundus), rumputan (Panicum spp, Sorghum spp, Rottboelia
cochinchinensis, Paspalum spp, Cynodon spp, dan Digitaria spp) dan gulma daun lebar khususnya tanaman yang
merambat.
Metode
yang dapat digunakan untuk aplikasi herbisida sangat bervariasi, seperti
melalui udara menggunakan traktor (tractor
mounted boom sprayers), knapsack
(baik yang manual maupun bermesin) atau kontrol droplet, aplikator volume
rendah. Pemilihan metode ini tergantung pada banyak faktor tergantung pada spektrum
gulma, stadia tumbuh tanaman, ukuran pengoperasian, akses ke lapangan dan
kondisi tanah dan biaya yang diperlukan untuk pengoperasian suatu
metode.
Perekat kadang ditambahkan ke herbisida untuk meningkatkan efektivitas
herbisida dalam mengendalikan gulma. Penurunan permukaan semprot pada daun
gulma akan membasahi dengan baik dan efeknya cepat.
Herbisida
bersifat racun dan penggunaan secara aman sangat penting untuk menghindari
bahaya bagi manusia, binatang, tanaman non-target dan lingkungan. Semua
herbisida dicoba terlebih dahulu dengan teliti sebelum diregistrasi dan
digunakan untuk banyak negara. Walaupun demikian pengunaan harus mengikuti
aturan pakainya yang terdapat pada label dan memahami rekomendasi untuk apa
herbisida tersebut, juga cara mengantisipasi jika terjadi keracunan.
Sebagian
besar negara yang membudidayakan tebu merekomendasikan penggunaan herbisida.
Sebagai contoh adalah rekomendasi yang digunakan di Afrika Selatan dipaparkan
pada Tabel 1. Tabel tersebut mengilustrasikan pilihan yang tersedia bagi
penanam tebu, dan dosis campuran yang dapat digunakan untuk mengendalikan
gulma. Catatan nama bahan kimia diberikan pada Tabel 1 dan tidak menggunakan merk
dagangnya karena kadang merk berlainan untuk negara yang berbeda.
Tabel
1. Rekomendasi herbisida di Afrika Selatan, 1997
Herbisida
|
Dosis (L/kg)/ha
|
Gulma sasaran
|
Week
Kontrol
|
Persentase lempung
(%)
|
Catatan
|
Pre-emergence (jangka pendek)
|
Tergantung kondisi
kelembaban tanah
|
||||
MCPA
|
7
|
B/L
|
5
|
|
|
|
|||||
Pre-emergence (jangka panjang)
|
Tergantung kondisi
kelembaban tanah
|
||||
Alachlor + MCPA
|
(5-6) + 4
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|
Alachlor + Atrazine
|
(5-6) + (2-6)
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|
Alachlor + Ametrin
|
(5-6) + (2-3)
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|
Alachlor +Diuron
|
(5-6) + (2-4)
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|
Metolachlor + Ametrin
|
(1-1.6) + (2-3)
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|
Acetochlor + Ametrin
|
(2-3) + (2-3)
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|
Acetochlor + Diuron
|
(2-3) + 2.5-3)
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|
Acetochlor + Atrazine
|
(2-3) + (2-6)
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|
Lanjutan tabel 1
Imazethapyr + Acetochlor + Atrazine
|
(0.75-1 + (2-3) + (3-4)
|
B/L, G, YWG
|
10
|
|
Imazethapyr sangat merusak ketika kontak dengan daun tebu
|
||||
Metazachlor + Atrazine
|
(1.5-2) + (2-3)
|
B/L, G, YWG
|
9
|
> 10
|
|
||||
Metazachlor + Ametryn
|
(1.5-2) + (3-4)
|
B/L, G, YWG
|
9
|
> 10
|
|
||||
Metazachlor + Diuron
|
(1.5-2) + 3
|
B/L, G, YWG
|
9
|
> 10
|
|
||||
Thiazopyr
|
(1-4)
|
G
|
16
|
Semua
|
|
||||
Thiazopyr + Acetochlor
|
(1-3) + 2.5
|
G, YWG
|
16
|
Semua
|
|
||||
Thiazopyr + Diuron
|
(1-3) + 2.5
|
B/L, G
|
16
|
Semua
|
|
||||
Thiazopyr + Acetochlor + Diuron
|
(1-3) + 1.5 + 2.5
|
B/L, G, YWG
|
16
|
Semua
|
|
||||
Hexazinone
|
(0.6-1)
|
B/L, G, YWG
|
12
|
> 5 %
|
|
||||
|
|||||||||
Pre-emergence (menyeluruh)
|
Tanah yang kering
dalam aplikasinya sebelum tanam diikuti dengan kondisi lembab
|
||||||||
EPTC
|
3-7
|
G, YWG, PWG
|
8
|
semua
|
Tanah menyeluruh
|
||||
|
|||||||||
Pre- sampai post-
Emergence awal (jangka panjang)
|
|||||||||
Alachlor + Atrazine + Paraquat
|
6 + (2-6) + 1
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|
||||
Alachlor + Ametryn + Paraquat
|
(5-6) + (3-5) + 1.5
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|
||||
Alachlor + Diuron + Paraquat
|
(5-6) + (2.5-3) + 1.5
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|
||||
Alachlor + Ametryn + Surfactant
|
(5-6) + 6 + 0.6
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|
||||
Metolachlor + Ametrin + MCPA
|
(1-1.6) + 4-5) + 3.5
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|
||||
Metolachlor + Ametrin + Paraquat
|
(1-1.6) + 2-3) + 1.5
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|
||||
Metolachlor + Ametrin + Surfactant
|
(1-1.6) + 6 + 0.6
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|
||||
Metolachlor + Diuron + Paraquat
|
(1-1.6) + (2-2.5) + 1.5
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|
||||
Acetochlor + Ametrin + Paraquat
|
(2-3) + 4 + (1-1.5)
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|
||||
Acetochlor + Diuron + Paraquat
|
(2-3) + 2.5-3) + 1.5
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|
||||
Acetochlor + Atrazine + Paraquat
|
(2-3) + (2-6) + 1-1.5)
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|
||||
Acetochlor + Ametrin + Surfactant
|
(2-3) + 6 + 0.6
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|
||||
Metazachlor + Ametryn + Paraquat
|
(1.5-2) + 3 + 1
|
B/L, G, YWG
|
9
|
> 10
|
|
||||
Metazachlor + Diuron + Paraquat
|
(1.5-2) + 3 + 1
|
B/L, G, YWG
|
9
|
> 10
|
|
||||
Metribuzin + Diuron
|
3 + 2
|
B/L, G, YWG
|
12
|
6-35
|
|
||||
Metribuzin + Diuron + Paraquat
|
3 + 2 + 1
|
B/L, G, YWG
|
12
|
6.35
|
|
||||
Hexazinone + Diuron
|
0.8 + 1.5
|
B/L, G, YWG
|
12
|
> 5
|
Hanya untuk tanaman raton
|
||||
Sulcotrione + Atrazine (Proprietary mixture)
|
1.6 – 3.6
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|
||||
Lanjutan tabel 1
Chlorimuron-ethyl + Metribuzin (Proprietary)
|
0.8-1
|
B/L, G, YWG, PWG
|
12
|
> 7
|
|
Tebuthiuron + Diuron
|
(2-2.5) + 2.5
|
B/L, G, YWG
|
9
|
8-50
|
|
Tebuthiuron + Ametryn
|
(2-2.5) + 4
|
B/L, G, YWG
|
9
|
8-50
|
|
|
|||||
Post-emergence (jangka panjang)
|
Lebih efektif jika diaplikasikan
pada tanah yang lembab
|
||||
Acetochlor + Diuron + Oxytril
|
(2-3) + (2.5-3) 1.25
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|
Alachlor + Diuron + Oxytril
|
6 + 2.5 + 1.25
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|
Alachlor + Ametryn + Oxytril
|
(5-6) + (3-5) + 1.25
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|
Metribuzin + Diuron
|
3 + 2
|
B/L, G, YWG
|
12
|
6-35
|
|
Metribuzin + Diuron + Oxytril
|
2.9 + 2.5 + 1.25
|
B/L, G, YWG
|
12
|
6-35
|
|
Metribuzin + Ametryn
|
3 + 3
|
B/L, G, YWG
|
12
|
6-35
|
|
Metribuzin + Ametryn + Paraquat
|
3 + 3 + 1
|
B/L, G, YWG
|
12
|
6-35
|
|
Hexazinone + Diuron
|
0.8 + 1.5
|
B/L, G, YWG
|
12
|
> 5
|
Hanya untuk tanaman ratoon
|
Hexazinone + Diuron + Oxytril
|
(0.6-1.2) + (1-2) + 1.5
|
B/L, G, YWG
|
12
|
> 5
|
Hanya untuk tanaman ratoon
|
Hexazinone + Ametryn
|
(0.6-0.7) + (3-4)
|
B/L, G, YWG
|
12
|
> 5
|
Hanya untuk tanaman ratoon
|
Metolachlor + Metribuzin + Paraquat
|
(1-1.6) + 2 + 1.5
|
B/L, G, YWG
|
12
|
Semua
|
|
Spotaxe (proprietary ) + S
|
2.5 + 0.3
|
B/L
|
8
|
Semua
|
|
Spotaxe + Diuron + 0.3
|
2 + 2.5 + 0.3
|
B/L, G
|
10
|
Semua
|
|
|
|||||
Post-emergence (Jangka pendek)
|
Lebih dipilih untuk tanah yang lembab memuaskan pada kondisi kering
|
||||
Ametryn + S
|
8 + 0.6
|
B/L, G
|
6
|
Semua
|
|
Ametryn + MCPA + S
|
(4-5) + 3.5 + 0.6
|
B/L, G, YWG
|
6
|
Semua
|
|
Ametryn + Oxytril
|
(4-5) + (1-1.25)
|
B/L, G, YWG
|
5
|
Semua
|
|
Ametrin + MCPA + Oxytril
|
(4-5) + 3.5 + 0.5
|
B/L, G, YWG
|
6
|
Semua
|
|
MCPA + S
|
7 + 0.6
|
B/L
|
5
|
Semua
|
Efektif mengendalikan PWG
|
MSMA
|
4 + 4 (Split applications)
|
G, YWG, PWG
|
4
|
Semua
|
|
Diuron + MCPA + S
|
2.5 + 4 + 0.6
|
B/L, G, YWG, PWG
|
5
|
Semua
|
|
Diuron + Oxytril
|
2.5 + (1-1.25)
|
B/L, G, YWG
|
5
|
Semua
|
|
Diuron + MCPA + Oxytril
|
2.5 + 3 + 0.5
|
B/L, G, YWG
|
6
|
Semua
|
|
Terbuthylazine + Bromoxynil (Proprietary
|
2
|
B/L
|
6
|
Semua
|
|
Halosulfuran + S
|
(0.05 + 0.5) +( 0.05 + 0.5) Split applications
|
YWG, PWG
|
6
|
Semua
|
Efektif mengendalikan PWG
|
|
|||||
Late post emergence (Jangka pandek)
|
Efektif baik pada kondisi kering maupun lembab
|
||||
Paraquat + MCPC
|
3 + 4
|
B/L, G, YWG, PWG
|
5
|
Semua
|
Penting untuk rumputan yang resistan
|
Lanjutan tabel 1
MSMA
|
6
|
G, YWG, PWG
|
4
|
Semua
|
Penting untuk rumputan yang resistan
|
Ametryn + MSMA
|
3 + 3
|
B/L, G, YWG, PWG
|
5
|
Semua
|
|
Diuron + Paraquat
|
2 + 2.5
|
B/L, G, YWG, PWG
|
5
|
Semua
|
Penting untuk rumputan yang resistan
|
Diuron + MSMA
|
3 + 3
|
B/L, G, YWG, PWG
|
5
|
Semua
|
Penting untuk rumputan yang resistan
|
|
|||||
Perlakuan untuk masalah khusus
|
|||||
Clyphosate
|
6-8
|
B/L, G, YWG, PWG
|
|
|
Penting untuk rumputan yang resistan
|
Glyphosate
|
8-10
|
B/L, G, YWG, PWG
|
|
|
Eradikasi merupakan cara yang efektif pada tebu yang
sedang tumbuh
|
Fluazifop-p-butyl
|
6
|
B/L, G
|
|
|
Eradikasi merupakan cara yang efektif pada tebu yang
sedang tumbuh
|
Hexazinone + Diuron
|
0.5 + 2.5
|
B/L, G, YWG, PWG
|
|
|
|
Sulfosate
|
4
|
B/L, G, YWG, PWG
|
|
|
Penting untuk rumputan yang resistan
|
Sulfosate
|
5.3 – 6.7
|
B/L, G, YWG, PWG
|
|
|
Cepat untuk eradikasi
|
|
|
|
|
|
|
Kunci : B/L = Broadleaf weeds (Gulma daun lebar), G =
Grasses (rumpuan), YWG = Cyperus esculentus, PWG = Cyperus rotundus, S =
Surfactant (perekat)
|
|||||
|
|||||
Baca label untuk dosis rekomendasi, kompatibilitas
dengan herbisida yang lain, instruksi campuran, keamanan yang diperoleh dan
efek phytotoksisitas pada tanaman tebu.
|
|||||
|
|||||
Sumber: South African Sugar Association Experiment
Station Herbicide Guide, 1997
|
Beberapa
aspek manajemen herbisida yang diberikan antara lain :
Ø Merusak
tebu atau fitotoksisitas
a.
Herbisida disemprotkan sebelum
tebu berkecambah memberikan kerusakan yang lebih rendah daripada disemprotkan
saat post-emergence
b.
Tanaman tebu tua lebih bisa
bertahan dari kerusakan terkena bahan kimia jika dibandingkan dengan tebu muda.
c.
Aplikasi post-emergence harus secara langsung dan semprotan sebisa mungkin
hanya mengenai sedikit daun tebu seperti penggunaan drop-arms dan flood jets
pada inter-row.
d.
Pertumbuhan tebu yang menderita
didapat dari problem drainase (seperti genangan), kerusakan karena nematoda
atau kekurangan nutrisi, hal ini akan mengakibatkan kerusakan daripada
pertumbuhan tebu yang baik.
e.
Beberapa varietas menunjukkan
gejala lebih tahan daripada varietas yang lain. Ketika suatu varietas ditanam,
aplikasi pre-emergence yang bagus
harus dilakukan atau perawatan khusus harus dilakukan post emergence secara langsung dan tidak mengenai daun tebu.
f.
Panas, kondisi yang lembab meningkatkan
kerusakan tebu.
Ø Tanaman ratoon. Perkembangan tanaman
ratoon lebih cepat daripada tanaman PC dan bebas dari kompetisi terutama dari Cyperus spp yang tumbuh tidak terlalu
tinggi. Lebih murah, perlakuan jangka pendek akan memberikan hasil yang
memuaskan, tetapi perawatan harus dilakukan untuk mencegah gulma yang tumbuh
cepat sebelum muncul dan kompetisi dengan tanaman RC yang akan sulit untuk
dikendalikan.
Ø Pembatas areal dan jalan : Pengendalian gulma
secara kimiawi juga digunakan untuk melindungi pembatas areal, saluran air,
saluran irigasi, saluran utama dan jalan kontrol, tidak hanya untuk menjaganya
tetap bersih tetapi juga untuk mencegahnya sebagai sumber invasi rumput ke
areal tebu. Glyfosat biasanya digunakan pada situasi dimana, herbisida untuk
daun lebar tidak tersedia dan penggunaan daun sempit tidak efektif.
Ø Merusak tanaman yang berdampingan
antara areal dan kebun.
Herbisida digunakan dalam areal penanaman tebu (khususnya glyfosat, fluazifop p-butil, 2.4 D dan MCPA) dapat bersifat racun pada jenis tanaman yang lain dan tanaman
di halaman rumah. Butiran semprot yang kecil dapat menyebar bersama aliran
angin dan mungkin juga akan menguap dan terbang bersama angin untuk jarak yang
cukup jauh. Konsekwensinya, semua herbisida harus digunakan dengan perhatian
yang besar dalam areal dan pada jalan dan rel kereta api yang tanahnya tidak
dibawah kontrol penanam tebu. Areal yang sensitif harus disemprot hanya pada
hari yang tenang (hari libur) atau mengunakan produk yang tidak mudah menguap
ketika dingin bertiup.
Comments