 |
Daihatsu Ayla Buah Hati Saya |
Awal bulan Februari
2015 lalu saya menjemput buah hati saya ke Jawa. Sebenarnya saya ingin menjemput
di Tegal, Jawa Tengah. Tapi apa daya, fisik saya kurang fit. Akhirnya saya
jemput di Jakarta dengan minta bantuan kakak ipar untuk mengantar buah hati
saya ke Jakarta. Sebenarnya bukan di Jakarta sih, lebih tepatnya di Tangerang.
Setibanya saya di
sana, minggu pagi, saya langsung istirahat. Kemudian Senin pagi baru saya
berangkat ke Lampung via Tol Merak, dan Jalan Timur Pesisir. Rute ini biasa
saya lalui dengan menggunakan mobil Suzuki APV maupun Toyota Avanza. Saya
berangkat dari Jakarta pukul 10 pagi. Kenapa dari Jakarta? Karena mbahnya mau
ikut liburan ke Lampung. Haha...
Saya mulai masuk
pelabuhan Merak pukul 12.00, kemudian sampai pelabuhan Bakauheni pukul 15.00.
Kebetulan kali ini perjalanan laut lancar, karena biasanya perjalanan laut bisa
mencapai 5 jam karena kapal antri sandar di dermaga.
Keluar kapal, saya
langsung tancap gas menuju jalan lintas propinsi. 1 KM setelah keluar, di depan
SPBU pertama, langsung belok kanan untuk menuju ke arah Palembang. Jarak tempuh
yang harus saya lalui sekitar 215 KM, dan 80 KM nya jalannya rusak. Mulai dari
Ketapang hingga Sri Bhawono, kita harus hat-hati dengan lubang yang menjebak.
Kenapa menjebak? Karena jalan banyak yang mulus, tetapi tiba tiba ada lubang
dalam (mungkin ukuran 10-25 cm) dan lebar.
Biasanya saya santai
saja membawa mobil Suzuki APV dan Toyota Avanza, karena ground clearance (jarak
terendah ke tanah) cukup tinggi. Nah, ini Daihatsu ayla pendeknya bukan main.
Kalau Cuma karet hitam bemper depan yang kena, ga masalah. Dan yang saya
khawatirkan adalah kalau kena bempernya langsung. Dan itu terjadi benar ketika
saya salah ambil celah di sekitar Labuhan Maringgai. Grooook..... Waduh....
Alamat baret...
Setiba di Sri
Bhawono, saya mengecek keadaan bemper depan. Alhamdulillah, hanya baret saja. Dan
tidak terlihat dari depan.
Saya beli BBM di
SPBU sebelum masuk pelabuhan merak sebanyak 120.000, tidak isi lagi sampai
rumah dengan jarak 200 KM lebih. Saya sampai rumah pukul 19.00.
 |
Konsumsi BBM kalau saya yang bawa |
Awal Maret 2015,
saya antar si buah hati pulang kembali ke Tegal, sekalian bayar pajak di
Tangerang. Kali ini saya memilih jalan melalui Sukadana, Metro, Tegineneng,
Tanjung Karang, Bakauheni. Saya tidak mau ambil resiko mobil nyangkut di jalan
rusak. Perjalanan kali ini adalah jalan-jalan murni, karena memang
mampir-mampir di mana-mana. Tidak ada yang istimewa dengan mobil.
Nah, pada saat
perjalanan Tangerang Tegal yang cukup istimewa. Saya berangkat dari Jakarta
(lagi-lagi mampir tempat mbahnya dulu) pukul 17.00. Cuaca mendung, dan
sepertinya mau hujan. Benar saja, baru masuk tol dalam kota, sudah turun
gerimis.
Selepas keluar tol
Cikmapek, saya mulai mencari kepala rombong saya. Maksudnya, mencari
iring-iringan atau pencari jalan. Biasanya saya mengikuti bis PO Haryanto, yang
sering saya ikuti jika pulang ke Jawa. Tapi kali ini hanya ada bis Sinar Jaya
yang cukup kencang, tapi masih kurang kencang. Akhirnya saya salip di sekitar
Indramayu dan saya berjalan sendiri.
Baru setelah
memasuki Cirebon, saya bertemu dengan bis PO Haryanto. Langsung saja saya ikuti
bis tersebut. Maklum, mobil kecil, mudah selip-selipan. Walaupun transmisinya
otomatis, kalau untuk salip-salipan, masih oke.
Sampai di daerah
Tegal Gubuk, jalan mulai mulus, halus. PO Haryanto pun mulai menggila.
Kecepatan di dashboard sudah mencapai 110 KPJ. Tapi indikator eco di speedometer
masih menyala. Dan RPMnya hanya 3.000 RPM. Saya pikir, hebat juga ini mobil,
padahal hanya 1.000 cc. Oiya, penumpangnya ada 3, saya, ibunya si buah hati dan
buah hati saya.
Akhirnya apes
melanda saya. Sangking mulusnya, ternyata ada lubang di tengah jalan. Kalau bis
mungkin anteng aja, karena rodanya besar. Lah ini, Daihatsu ayla, kecil sekali.
Saya coba menghindar, tapi roda sebelah kanan saya tetap masuk.
Setelah sampai
rumah, saya cek semua. Dan saya temui ban saya sebelah kanan benjol di 1 titik.
Depan belakang. Ya ampun.. 2 2 nya. Padahal angin baru saya isi di Lampung
depan 33 belakang 32. Kenapa ga saya isi penuh? Karena ini musim hujan. Kalau
terlalu keras, khawatir melintir. Oiy, merek bannya masih standar bawaan
pabrik, Dunlop. Besok kalau ganti, mau cari yang lebih bagus ah. Saya sampai
Tegal pukul 24.00, karena mampir beli nasi goreng dulu di Jatibarang Brebes. Konsumsi BBM saya hanya bisa tembus 1 liter untuk 17 KM. masih kurang hemat ya, maklum, kaki gatal kalau liat ada mobil lebih lambat.
Sekian cerita saya.
Intinya ayla cocok untuk keluarga kecil seperti saya. Sepanjang perjalanan,
anak saya tidur terus, karena bangkunya lumayan panjang. Suaranya juga hampir
tidak masuk. Kalau di atas 100 KPJ, ya tetap masuk. Bantingan lembut tapi ga
limbung. Di bawa 120 KPJ juga masih anteng. Setir juga tidak semakin ringan
pada kecepatan tinggi. Tidak seperti Avanza atau Xenia, makin kenceng, makin
enteng, makin limbung. Mungkin kalau ada rezeki lagi, saya nanti mau ambil
mobil seperti ini lagi Tidak kebesaran, hemat bensin, kabin luas, mudah di
kendarai. Amin..