Sebenarnya maksud saya bukan
bermaksud mengarahkan mengajari seseorang denga kekerasan, seperti dengan
pemaksaan ataupun kontak fisik yang terus menerus. Di sini saya akan mencoba memberikan
gambaran bahwa mengajarkan sesuatu kepada seseorang tidak selamanya dengan cara
yang lemah lembut, terkadang juga harus di lakukan dengan keras dan tegas.
Beberapa minggu terakhir ini ada
pemberitaan yang begitu booming mengenai pemukulan atau pencambukan dengan
menggunakan rotan di sebuah pondok pesantren. Sebenarnya saya sendiri belum
melihat videonya sendiri, tapi saya bisa membayangkan bagaimana seorang anak di
pukul dengan rotan. Kalau ada yang tau link-nya, bisa sampaikan kepada saya.
Saya sudah dapat link-nya, silahkan dilihat sendiri. semoga belum di hapus.
Saya sudah dapat link-nya, silahkan dilihat sendiri. semoga belum di hapus.
Kenapa saya bisa membayangkan?
Karena saya pernah merasakan di pukul, walaupun bukan dengan rotan, tapi dengan
batang ubi kayu. Memang ketika di pukul, sangat sakit. Tapi hanya 5 menit saja,
bahkan kurang, rasa sakit itu akan hilang. Yang ada hanya bekas pukulan kayu,
bergaris-garis biru.
Kenapa saya bisa mendapatkan
pukulan itu? Itu adalah hukuman. Biasanya saya mendapatkan itu ketika saya
terlalu lama bermain, tidak mau tidur siang atau pergi ke rental PS diam-diam.
Ya, setelah saya dewasa, saya mengerti kenapa saya harus di hokum. Ternyata
semua itu ada maksud baik di dalamnya, hanya saja caranya kurang tepat menurut
kita. Tapi, itu adalah cara terbaik saat itu. Kenapa? Karena jika orang tua
saya hanya berteriak-teriak melarang saya bermain, saya tidak akan
menggubrisnya. Tapi kalau sudah batang ubi kayu yang bertindak, saya bisa
langsung pulang dan tidur siang.
Kembali ke kasus pemukulan dengan
rotan di pondok tadi. Saya kira yang di lakukan oleh senior kepada juniornya
adalah sebuah hukuman. Dari ustad kepada santrinya. Terkadang santri mendapat
tugas, namun tidak di kerjakaan, tentu akan membuat sang stad marah. Atau
ketika sedang mengajar, si santri malah asik dengan yang lain.
Apakah ini hanya terjadi di
Indonesia? Atau bahkan hanya di pondok pesantren? Oh, tidak. Bahkan di
film-film pun, hukuman dengan memukul rotan atau kayu adalah hal biasa. Jika anda
pernah melihat film Thailand (lagi-lagi film Thailand), maka anda akan
mengetahui sistem pengajaran disana. Bahkan, di sekolah sepertinya mereka di
ijinkan untuk menghukum muridnya dengan memukulkan rotan ke bagian tubuh
siswanya. Kalau itu melanggar HAM atau contoh yang kurang baik bagi sistem
pendidikan di sana, tentunya film tersebut akan di edit dengan menghilangkan
bagian pemukulan tersebut.
Beberapa film yang pernah saya
tonton yang memperlihatkan adegan pemukulan dengan benda keras (entah rotan
atau kayu) adalah di Film Crazy Little Thing Called Love, Love at 4 Size dan First
Kiss. Banyak juga ternyata. Jika anda ingin menontonnya, silahkan lihat di youtube.
Bagaimana dalam agama Islam? Kok jadi
bawa-bawa agama? Ya ga apa-apa lah, buat perbandingan aja. Dalam agama Islam
sendiri ada perintah kepada orang tua untuk memukul anak yang sudah baligh
apablia tidak mau mengerjakan solat. Kenapa begitu? Ya itu tadi, namanya
anak-anak, kalau cuma di teriakin, ya bakal di anggap angin lalu saja. Begitu juga
ketika ada seorang istri tidak mau mengikuti perintah si suami, si suami berhak
memukul si istri. Nanti kalau dapat sumbernya, saya lampirkan. Maklum, Cuma pernah
mendengar dan membaca, tapi lupa dimana.
Namun, sekali lagi perlu di
ingat, semua ini hanya berupa hukuman. Berupa peringatan. Bukan berarti
membolehkan orang tua memukul anak, suami memukul istri, guru memukul murid
seenak perutnya sendiri. Semua ada batasannya. Saya kira semua orang yang sudah
menjadi orang tua, guru dan suami merupakan orang yang sudah dewasa, tau
batas-batas mana yang tidak boleh di langgar. Tidak ada maksud untuk menyiksa
ataupun mencari kesenangan atas penderitaan orang lain.
Saya jadi ingat kasus guru di
polisikan oleh orang tua murid karena menjewer muridnya. Sangat tidak masuk
akal.
Ini link-nya
No comments:
Post a comment