Weed Control (Pengendalian Gulma) pada Tanaman Tebu
Pendahuluan
Kehadiran gulma (weed) pada Tanaman Tebu
dapat menimbulkan kerugian karena terjadinya kompetisi (perebutan) dalam
pengambilan air, unsur hara dan cahaya matahari serta perebutan tempat hidup.
Menurut Sutarto dan Bangun (1989) persaingan gulma pada tanaman semusim (tebu)
secara efektif adalah sepertiga sampai seperempat dari umur tanaman tebu.
Sifat khas yang dimiliki gulma yang sukses
berkompotisi dengan tebu antara lain bentuk batang stoloniferus, penyebaran
sistim perakaran cepat dan luas, berdaun lebar dan sempit tahan terhadap
naungan dan pertumbuhannya cepat.
Menurut Mercedo (1977), bahwa jenis gulma yang
mempunyai sifat kompetitif kuat dapat memproduksi senyawa-senyawa kolin yang
bersifat alelofati untuk mendominasi sumber daya alam yang berada dalam keadaan
terbatas dalam lingkungannya dan dapat menghambat pertumbuhan tanaman tebu.
Hambatan-hambatan pertumbuhan tebu akibat alelofati terjadi melalui hambatan
pada pembelahan sel, pengambilan mineral, respirasi, penutupan stomata,
sintesis protein dan lain-lainya.
Gejala Kerusakan.
Gejala kerusakan tebu akibat kompetisi gulma tidak
tampak segera, sehingga pengendalian gulma sering terlambat dan tanaman sudah
memasuki periode kritis yang berakibat negatif terhadap pertumbuhan dan
berujung terhadap penurunan produksi. Periode kritis merupakan periode
pertumbuhan tebu yang peka terhadap kompetisi gangguan gulma.
Pengelompokan Gulma.
Gulma yang berkompetisi dengan tanaman tebu dapat dikelompokkan menjadi 3
kelompok besar antara lain :
1.Gulma Berdaun Sempit.
Gulma-gulma berdaun sempit yang dominan
berkompetisi dengan tebu adalah kelompok rumput-rumputan dan alang-alang, serta
teki.
2. Gulma Berdaun Lebar.
Gulma-gulma berdaun lebar yang berkompetisi dengan
tebu adalah seperti Borreria Latifolia, Ageratum Conyzoides, Controsema
Pubecens.
3. Gulma Merambat.
Gulma golongan merambat yang berkompetisi dengan tebu adalah Momordica
Carantia (pare-pare), Mekania Micranta (rayutan) dan lain-lain.
Strategi
Pengendalian.
Strategis pengendalian gulma yang dilakukan dikenal dengan istilah:
A. Pre Emergance (penyemprotan pra tumbuh)
B. Post Emergance (penyemprotan purna tumbuh)
C. Hand Weeding (weeding rayutan)
A. Pre Emergance.
Penyemprotan pre emergance (pra tumbuh) dapat dilakukan
pada saat tanaman
umur 1 sanpai 7 hari setelah tanam (tanaman belum tumbuh) Plant Cane
(RPC) atau Ratoon Cane (RC), dengan menggunakan Boom Sprayer.
Ada beberapa factor yang harus kita lakukan untuk
mendapatan hasil penyemprotan yang memuaskan .
Jenis Herbisida atau bahan aktif
herbisida yang digunakan merupakan factor penentu keberhasilan penyemprotan.
Bahan aktif herbisida yang digunakan di PT. GPM adalah Diuron ditambah
2.4Diamin.
2. Air sebagai pelarut
Air sebagai pelarut herbisida yang
digunakan sebaiknya pada pH netral kalau tidak mungkin gunakanlah air yang bersifat
tidak terlalu asam dan terlalu basa (pH 6-8) atau air deepwel dan jangan
menggunakan air lebung, dengan volume semprot 400 liter per hektar.
3. Dosis Herbisida :
Dosis herbisida yang digunakan
berdasarkan rekomendasi yang telah ditetapkan oleh Management yaitu :
-
Diuron 2.5 Kg / Hektar
-
2.4 D Amine 1.5 Liter / Hektar
4. Alat (Boom Sprayer).
Alat yang dipergunakan untuk
penyemprotan ini harus standart baik boom dan nozelnya ataupun traktor yang
menarik alat tersebut.
5. Waktu Penyemprotan :
Untuk mendapat hasil penyemprotan yang sempurna,
penyemprotan Pre Emergance ini dilakukan pada pagi hari dengan kecepatan angin
sedang dan bahkan tidak ada angin, serta kondisi tanah masih lembab kena embun
pada malam harinya, akan membantu pematangan biji-biji gulma.
Penyemprotan Post
Emergence (purna tumbuh) dapat dilakukan pada semua kategori tanaman berumur
dua setengah bulan dengan menggunakan knapsack
sprayer atau umur tanaman dibawah 2,5 bulan, jika pre emergencenya
gagal, ada beberapa yang harus diperhatikan
untuk mendapatkan hasil penyemprotan yang memuaskan :
Jenis
Herbisida atau bahan aktif herbisida
yang digunakan merupakan faktor penentu keberhasilan penyemprotan, Bahan aktif
herbisida yang dugunakan adalah Ametrin ditambah 2.4 Damine serta sulfaktan
sebagai perekat dan perata.
2. Air sebagai pelarut :
Air
sebagai pelarut herbisida yang digunakan sama dengan saat penyemprotan Pre
Emergence yaitu air yang mempunyai pH netral (pH7) atau air Deepwel dengan
volume semprot 400 sampai 450 liter per
hektar.
3. Dosis Herbisida :
Dosis Herbisida
yang digunakan berdasarkan rekomendasi yang telah ditetapkan oleh
management yaitu :
1. Ametryne 4.0
liter / Hektar
2. 2, 4 D Amine 30 liter / Hektar
3. Surfactant 0.5
liter / Hektar
4. Parakuat 0.5 liter / Hektar
yang dilarutkan merata dengan air didalam drum.
4.
Alat.
Alat spray
yang digunakan adalah kanpsack sprayer yang standart dengan type nozel poly
jick dengan lebar gawang spray 125 sampai 150 cm dengan tingkat pengabutan
lembut dan rata, atau sering kita sebut dengan nozel warna biru muda.
5.
Kondisi Iklim
Kondisi
iklim merupakan factor yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan spray seperti:
- Hujan
- Angin
-
Kelembaban
Kalau penyemprotan post
emergance gagal karena keadaan iklim yang tidak bersahabat sehingga gulma tidak
mati, maka penyemprotan herbisida dapat diulangi lagi dengan dosis sebagai
berikut :
1. Ametryne 4.0
liter / Hektar
2. 2.4 d Amine 2.0
liter / Hektar
3. Surfactant 0.5
liter / Hektar
4. Parakuat 0.5
liter / Hektar
C. Hand Weeding
Pengendalian gulma secara
manual (Hand Weeding) hanya bersifat temporer seperti : gagal spraying pada
pinggir petak, atau pun pada areal-areal siap panen dimana gulma merambatnya
sangat padat sehingga mempersulit proses tebang dan angkut (Harvesting). Proses
weeding ini dapat dilakukan dengan cara mencabut semua jenis gulma yang
merambat yang berada dalam areal pertanaman, dan hasil pencabutan ini
dikumpulkan dipinggir areal.
Comments