BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam Sistem Kesehatan
Nasional (SKN) dikatakan bahwa segala upaya dalam pembangunan kesehatan di Indonesia
diarahkan untuk mencapai derajat kesehatan yang lebih tinggi, yang memungkinkan
orang hidup lebih produktif, baik sosial maupun ekonomi. SKN pada hakekatnya
merupakan tatanan yang mencerminkan derajat kesehatan yang optimal sebagai
salah satu perwujudan kesejahteraan umum seperti yang tercantum dalam pembukaan
UUD 1945 (1).
Sebagai dampak positif
pembangunan yang dilaksanakan pemerintah selama beberapa pelita ini, pola
penyakit di Indonesia mengalami pergeseran yang cukup meyakinkan, penyakit
infeksi dan kekurangan gizi berangsur berkurang meskipun diakui bahwa angka
penyakit infeksi ini masih dipertanyakan dengan timbulnya penyakit baru seperti
Hepatitis B dan AIDS, juga angka kesakitan TBC yang tampaknya masih tinggi..
Dilain pihak, pembangunan memberikan dampak negative, karena perubahan pola
hidup dan pola makan, penyakit menahun yang disebabkan penyakit degeneratif
seperti diabetes mellitus, hipertensi, kegemukan dan penyakit jantung meningkat
tajam (1).
Penderita diabetes
melitus di Indonesia
diperkirakan akan meningkat menjadi 12 juta pada tahun 2025. Peningkatan 250
persen dari lima juta penderita tahun 1995 ini akibat peningkatan populasi
penduduk usia lanjut dan perubahan gaya hidup, mulai dari jenis makanan yang
dikonsumsi sampai berkurangnya kegiatan jasmani, sementara menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
tahun 1998, Indonesia menduduki
peringkat keenam dengan jumlah penderita diabetes terbanyak setelah India,
Cina, Rusia, Jepang, dan Brasil. 1 Data
WHO juga menyebutkan, angka kejadian diabetes di Indonesia mendekati 4,6 persen. Di
Indonesia, kasus diabetes melitus ini ternyata terbanyak terjadi di Manado yang
mencapai 6,1 persen, Angka ini dapat semakin bertambah karena kurangnya tenaga
kesehatan, peralatan pemantauan, dan obat-obatan tertentu, terutama di daerah
terpencil (2).
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang gejalanya tidak begitu
mengganggu atau dirasakan oleh penderitanya, sehingga banyak penderita diabetes
yang tidak menyadari telah menderita penyakit tersebut. Penderita biasanya baru
terganggu bila telah timbul komplikasi. Pada seorang ibu, diabetes patut
dicurigai dalam kasus yang mempunyai ciri gemuk, riwayat keluarga diabetes,
riwayat melahirkan bayi > 4 kg, riwayat lahir mati dan abortus berulang (2).
Sejak ditemukannya
insulin oleh Banting dan Best pada tahun 1921 serta dikembangkan dan diterapkan
pada penggelolaan pasien DM gambaran komplikasi DM bergeser dari komplikasi
akut (koma ketoasidosis koma hipoglikemi),
ke arah komplikasi kronis (Mikroangiopati, Makroangiopati, Neuropati) (2).
Diabetes pada wanita
hamil dapat menyebabkan kedaruratan obstetric bila terjadi ketoasidosis
diabetikum dan hipoglikemia, yang bila tidak ditangani dengan tepat dapat
menyebabkan kematian (Taber, 1994). Diabetes juga dapat menyebabkan komplikasi
pada kehamilan antara lain abortus dan pre-eklamsi, penyulit pada persalinan
dan manghambat penyembuhan luka jalan lahir serta dapat mengakibatkan infeksi
pada nifas. Jadi secara langsung maupun tidak langsung diabetes dapat
menyebabkan kematian maternal maupun perinatal, selain itu juga dapat
menyebabkan kelainan kongenital pada neonatus.
Tahun 1983-1984 di Gardy Memorial Hospital, Georgia, Leikin
dkk melakukan tes skrening glukosa abnormal pada 357 wanita hamil dan
mendapatkan data : tidak ditemukan nilai abnormal, 116 ; abnormal saat puasa 20
; abnormal GTT (Glucose Tolerant Test)
1 jam, 17 ; abnormal GTT 2 jam 19 ; abnormal GTT 3 jam 4 ; diabetes kelas A,
107 dan diabetes kelas B, 74 orang (leikin et al, 1987). Lain halnya data dari King’s College Hospital, London , tahun 1981-1985
didapat : gestational 33, pregestational 133 (IDD = Insulin
Dependent Diabetes Mellitus: 166 dan NIDD = Non Insunil Dependent Diabetes Mellitus: 17) dan pregestational dengan penyulit 27 orang
(hanya pada IDD) (3).
Sebelum ditemukannya
insulin tahun 1921, kehamilan pada penderita diabetes mellitus merupakan suatu
hal yang jarang terjadi. Banyak penderita dengan usia subur meninggal setelah
didiagnosa menderita penyakit tersebut karena keadaan diabetesnya yang tidak
terkontrol. Kalaupun terjadi kehamilan jarang sekali mencapai cukup bulan, ibu
selamat saat melahirkan atau bayi lahir hidup. Pada 1882 J. Matthews Duncan
hanya mencatat 22 kehamilan pada 15 wanita. Tigabelas janin mati pada 19
kehamilan dan 9 wanita meninggal antara 1 tahun setelah kehamilannya. Tahun
1908 Offergeld menemukan hanya 57 kasus kehamilan diabetes dan pada seri ini
mortalllitas maternal 40% dari ibu-ibu yang meninggal karena koma diabetikum
dan mortalitas perinatal 40%. (3).
Sejak insulin ditemukan
angka kematian ibu berangsur-angsur menurun namun angka kematian perinatal
tetap tinggi. Walker
menggambarkan 22 kehamilan pada 19 wanita dengan 16 orang diantaranya
mendapatkan pengobatan insulin pada 1923-1927. didapatkan mortalitas maternal
hanya 9% dan mortalitas perinatal mendekati 50% (walker cit Gabbe, 1992).
Mortalitas perinatal pada tahun 1940-an tetap tinggi dan tetap sekitar 40%(3).
Di Indonesia insiden DMG
sekitar 1,9-3,6% dan sekitar 40-60% wanita yang pernah mengalami DMG pada pengamatan
lanjut pasca persalinan akan mengidap diabetes mellitus atau gangguan toleransi
glukosa. Pemeriksaan pe-nyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa
darah sewaktu dan 2 jam post prandial (pp). Bila hasilnya belum dapat
memastikan diagnosis DM, dapat diikuti dengan test toleransi glukosa oral. DM
ditegakkan apabila kadar glukosa darah sewaktu melebihi 200 mg%. Jika didapatkan
nilai di bawah 100 mg% berarti bukan DM dan bila nilainya diantara 100-200 mg%
belum pasti DM (4,6).
Peran dokter umum sangat penting dalam pengelolaan DM.
Kasus DM sederhana tanpa penyulit harus dapat dikelola dengan
tuntas oleh dokter umum, Pengeloaan DM mempunyai 2 tujuan, Tujuan jangka pendek
adalah hilangnya dan tanda DM, serta mempertahankan rasa nyaman dan sehat,
Tujuan jangka panjang adalah tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati dengan tujuan akhir turunnya
morbiditas dan mortalitas dini DM. Untuk mencapai tujuan tesebut perlu dilakuakn pengendalian
hiperglikemi, tekanan darah, berat badan dan lipid. Disamping itu keikut
sertaan pasien dan keluarga dalam pengelolaan DM, edukasi kepada pasien dan anggota
keluarga akan sangat membantu meningkatkan usaha memperbaiki pengelolaan DM (3).
Dari hal-hal tersebut
diatas didapat suatu permasalahan yaitu bagaimanakah penatalaksanaan kehamilan
yang tepat pada wanita penderita diabetes mellitus.
Pada diabetes dengan
kehamilan ada dua kemungkinan yang dialami oleh seorang ibu. Pertama, ibu
tersebut memang telah menderiata diabetes sebelum hamil (pregestational
diabetes). Atau yang kedua yaitu ibu mendapatkan diabetes pada saat hamil
(gestational diabetes). Dalam penulisan refrat ini, penulis menitik beratkan
pada kemungkinan kedua yaitu gestational diabetes.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
DEFINISI
Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) didefinisikan sebagai
gangguan toleransi glukosa berbagai tingkat yang diketahui pertama kali saat
hamil tanpa membedakan apakah penderita perlu mendapat insulin atau tidak. Pada
kehamilan trimester pertama kadar glukosa akan turun antara 55-65% dan hal ini
merupakan respon terhadap transportasi glukosa dari ibu ke janin. Sebagian
besar DMG asimtomatis sehingga diagnosis ditentukan secara kebetulan pada saat
pemeriksaan rutin (4,5).
B.
PENDETEKSIAN GESTATIONAL DIABETES MELLITUS
Pada wanita hamil, sampai
saat ini pemeriksaan yang terbaik adalah dengan test tantangan glukosa yaitu
dengan pembebanan 50 gram glukosa dan kadar glikosa darah diukur 1 jam
kemudian. Jika kadar glukosa darah setelah 1 jam pembebanan melebihi 140 mg%
maka dilanjutkan dengan pemeriksaan test tolesansi glukosa oral (2).
Faktor risiko tinggi yang membutuhkan pemeriksaan penyaring antara lain :
A.
Riwayat kebidanan :
1.
Riwayat lahir mati
2.
Riwayat melahirkan bayi dengan
berat > 4000 gr
3.
Adanya riwayat melahirkan premature
4.
Adanya riwayat preeklamsia pada
multipara
5.
Polihidramnion
6.
Riwayat >3 kali abortus spontan
7.
Hipertensi kronik
8.
Monilisasi berat yang berulang
9.
Infeksi saluran kemih yang
berulang selama hamil
B.
Riwayat Ibu :
1.
Adanya riwayat DM pada keluarga
2.
Umur > 30 tahun
3.
Pernah menderita DMG pada
kehamilan sebelumnya
Pada penderita dengan
faktor risiko tinggi seperti di atas, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan
lebih awal dilakukan dimulai pada usia kehamilan 18-22 minggu. Jika hasilnya
negatif maka pemeriksaan dapat diulang kembali pada ke-hamilan 26-30 minggu (4,5,8,9,10,12).
C.
KLASIFIKASI DIABETES
MELLITUS
Klasifikasi diagnosis DM
yang dianjurkan adalah klasifikasi menurut WHO tahun 1985, yaitu:
·
Diabetes Mellitus
1.
DM tergantung insulin (DM TI)
2.
DM tidak tergantung insulin (DM
TTI)
-
Tidak gemuk
-
Gemuk
3.
DM terkait Malnutrisi (DMTM)
4.
DM tipe lain yang berhubungan
dengan keadaan sindroma tertentu, seperti:
-
Penyakit pancreas
-
Penyakit hormonal
-
Karena obat/ bahan kimia lain
-
Kelainan receptor insulin
-
Sindroma genetik tertentu
-
Sirosis hepatis
·
Toleransi Glukosa Terganggu
-
Tidak gemuk
-
Gemuk
-
Yang berhubungan dengan keadaan
atau sindroma tertentu.
·
Diabetes Mellitus Gestasional
(DMG)
·
Kelas risiko statistic (pasien
dengan toleransi glukosa yang normal, tetapi jelas mempunyai risiko yang lebih
besar untuk timbulnya DM)
-
Toleransi glukosa pernah
abnormal
-
Toleransi glukosa potensial abnormal.
Pembagian diabetes mellitus pada kehamilan
1.
DM yang memang sudah diketahui
sebelumnya dan kemudian menjadi hamil (DM hamil = DM progestasional).
Sebagian besar termasuk golongan IDDM (Insulin Dependent DM)
2.
DM yang baru saja ditemukan
pada saat kehamilan (DM Gestasional = DMG). Umumnya termasuk golongan IIDDM
(Non Insulin Dependent DM) (5,8,9).
DMG sendiri dibagi dua sub kelompok.
1.
Sebenarnya sudah mengidap DM
sebelumnya, tetapi baru diketahui pada saat hamil (sama dengan DMH)
2.
Sebelumnya belum mengidap DM
dan baru mengidap DM pada masa kehamilan (Pregnancy-Induced Diabetes
Mellitus). Merupakan DMG sesungguhnya, sesuai dengan definisi lama WHO 1980
(5,8,9,10).
Ke dua sub kelompok ini baru dapat dibedakan setelah dilakukan
tes toleransi glukosa oral (TTGO) ulangan pasca persalinan. Untuk sub kelompok
DMH, hasil TTGO pasca persalinan masih tetap abnormal, sedangkan untuk DMG
hasil akan kembali normal. Menurut O'Sullivan dan Mahan, diag-nosis DMG dibagi
dalam dua tahap, yaitu : Test Tantangan Glukosa (Glukosa Challenge Test) dan
Test Toleransi Glukosa Oral. Test tantangan glukosa dilakukan tanpa harus
berpuasa yaitu pada saat ibu hamil berkunjung ke poliklinik diberikan 50 gr
glukosa yang dilarutkan dalam air 1 gelas. Contoh darah vena diambil setelah 1
jam pembebanan. Test ini disebut positif bila kadar glukosa plasma sama dengan
atau lebih dari 140 mg%. Test toleransi glukosa oral dilakukan dengan cara penderita
makan cukup kalori minimal 3 hari sebelum pemeriksaan, kemudian semalam sebelum
hari pemeriksaan harus berpuasa selama 8-12 jam. Setelah persiapan dalam keadaan
berpuasa, contoh darah diambil pada pagi hari dan penderita diberi beban
glukosa 75 gram dalam 200 ml air. Contoh darah berikutnya diperiksa dua jam
setelah beban glukosa. Contoh darah yang diperiksa adalah plasma vena (4,5,6,9,11,13,14).
Kriteria diagnosis WHO (1980 dan 1985) sama dengan kriteria
diagnosis DM pada keadaan tidak hamil. Kriteria diagnosis modifikasi
WHO-PERKENI (1997) adalah sebagai berikut :
-
Diperiksa hanya kadar glukosa
plasma 2 jam pp.
-
Nilai >200 mg/dl : diabetes
mellitus (jika baru diketahui saat hamil, DMG).
-
Nilai 140-200 mg/dl : toleransi
glukosa terganggu (TGT)
-
Nilai <140 mg/dl : normal
Sesuai anjuran WHO, pada temuan TGT (gula darah 2 jam pp 140-200
mg/dl) ditangani juga sebagai kasus DMG, sehingga penderita dengan kadar gula
yang lebih rendah (dalam criteria O’Sullivan) juga termasuk dalam yang
ditangani (6,7,11,14,15) .
D.
METABOLISME KARBOHIDRAT
PADA KEHAMILAN NORMAL
Pada masa kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologik
yang berpengaruh terhadap metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang
pasokan makanan bagi janin dan persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat
berdifusi secara tetap melalui plasenta kejanin sehingga kadarnya dalam darah
janin hamper menyerupai kadar darah ibu, namun insulin ibu tidak dapat menjapai
janin sehingga kadar glukosa ibu yang mempengaruhi kadar janin.(2,3).
Karena glukosa menembus plasenta secara difusi dan asam
amino berdifusi secara aktif, maka alanin (asam amino glukoneogenik) dalam
plasma ibu menurun sebagai reaksi terhadap proses transport aktif tersebut.
Kedua peristiwa ini akan menyebabkan penurunan kadar gula darah ibu antara
55-65% pada awal kehamilan, dan mungkin pula disertai penurunan kadar insulin
sedangkan kadar glukagondan hormone pertumbuhan normal. Dengan proses
penyesuaian ini maka pada ibu dapat terjadi ketogenesis, keasaan ini harus
dihindari pada ibu hamil dengan diabetes (2,3).
Kehamilan menyebabkan terjadinya antagonisme perifer
terhadap insulin, hiperinsulinemia pada pemberian glukosa, penurunan kadar
glukosa darah puasa, penurunan nilai ambang ginjal untuk glukosa dan
peningkatan kadar asam lemak bebas dalam plasma ibu. Perubahan-perubahan
tersebut diatas menyebabkan terjadinya penurunan toleransi glukosa, keadaan ini
biasa disebut efek diabetogenik pada kehamilan (2,3).
Efek diabetogenik ini merupakan akibat dari
perubahan-perubahan hormonal yang terjadi pada wanita hamil. Plasenta
memproduksi hormone-hormon : Human chorionuc gonadotrophin (HCG), Human
Plasental Lactogen (HPL), Estrogen dan Progesteron (2,3).
Pada wanita hamil normal produksi hormone-hormon
tersebut (kecuali HCG) meningkat terus selama kehamilan. Sedangkan pada wanita
hamil dengan diabetes kadar HCG di dalam serum pada akhir masa kehamilan meningkat
(2,3).
Peranan HPL adalah untuk melindungi fetus terhadap
aktivitas insulin yang berlebihan meskipun jumlah pemberian glukosa ke fetus
tetap berlangsung. Karena pembentukan oleh plasenta meningkat maka HPL dalam
darah ibu meningkat seraya bertambahnya usia kehamilan. Seperti growth hormone,
HPL merupakan antagonis insulin dan sebagai akibatnya penggunaan glukosa oleh
ibu menjadi lambat. Pada wanita hamil normal, sel-sel beta pulau Langerhans
akan menyesuaikan diri terhadap perubahan ini dngan meningkatkan sekresi
insulin. Selain sebagai antagonis insulin, HPL juga meningkatkan mobilisasi
lemak. Jadi HPL mempunyai fungsi lipolitik, anabolic dan diabtogenik. Ini
berarti hormon tersebut meningkatkan penggunaan lemak untuk katabolisme dan
mengurangi penggunaan glukosa serta pengubahannya dari protein, sehingga lebih
banyak glukosa dan asam amino yang digunakan oleh janin. Besarnya plasenta juga
berpengaruh langsung terhadap kadar HPL yang beredar dalam darah ibu. Bila
ditemukan hipertrofi plasenta ini menunjukkan diabetesnya tidak terkontrol
baik, menyebabkan kadar HPL meninggi dalam darah ibu. Sebaliknya, kadar HPL
darah ibu yang rendah dapat ditemukan pada plasenta yang kecil, yang dijumpai
sebagai akibat komplikasi pregestasional diabetes terhadap pembuluh darah yang
lama sehingga mempengaruhi pertumbuhan plasenta (2,3).
Estrogen pada kehamilan diproduksi oleh plasenta yang
produksinya meningkat bersamaan dengan bertambahnya umur kehamilan. Estrogen
ini mempunyai efek antagonis terhadap insulin, sehingga kenaikan produksi
estrogen oleh plasma dapat menimbulkan keadaan diabetogenik pada kehamilan.
Progesterone tampaknya juga mempunyai pengaruh antagonis terhadap insulin
disamping menghambat produksi insulin, tetapi pengaruh antagonis terhadap insulin
initidak sekuat estrogen (2,3).
Pada kehamilan normal, kadar glukosa plasma ibu menjadi
lebih rendah secara bermakna, karena:
1.
Ambilan glukosa sirkulasi
plasenta meningkat
2.
Produksi glukosa dari hati
menurun
3.
Produksi alanin (salah satu
prekursor glukoneogenesis menurun)
4.
Efektifitas ekskresi ginjal
meningkat
5.
Efek hormon-hormon gestasional (human
plasental lactogen, hormon-hormon plasenta lainnya, hormon-hormon ovarium,
hormon pankreas dan adrenal, growth factor, dan sebabagainya) (5,8,11)
.
Selain itu terjadi juga perubahan metabolisme lemak dan asam amino.
E.
PATOFIOLOGI DIABETES
MELLITUS PADA KE-HAMILAN
Pada DMG, selain perubahan-perubahan fisiologi tersebut,
akan terjadi suatu keadaan di mana jumlah/fungsi insulin menjadi tidak optimal.
Terjadi perubahan kinetika insulin dan resistensi terhadap efek insulin.
Akibatnya, komposisi sumber energi dalam plasma ibu bertambah (kadar gula darah
tinggi, kadar insulin tetap tinggi).
Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta,
dimana sirkulasi janin juga ikut terjadi komposisi sumber energi abnormal.
(menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai kom-plikasi). Selain itu terjadi juga
hiperinsulinemia sehingga janin juga mengalami gangguan metabolik
(hipoglikemia, hipo-magnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, dan sebagai-nya
(6,8,11).
F.
MORBIDITAS DAN
MORTALITAS IBU DAN JANIN PADA DMG
Komplikasi maternal meliputi infeksi saluran kemih, hidramnion
dan hipertensi (kronik/preeklampsia/eklampsia), sedangkan komplikasi fetal
intrauterin adalah risiko abortus spontan, kelainan kongenital (terutama
pertumbuhan sistim syaraf pusat), insufisiensi plasenta (mengakibatkan
hipoksemia kronik), kematian intra uterin, makrosomia dan organo-megali (14,15,16).
Komplikasi neonatus pasca persalinan meliputi
prema-turitas, kematian perinatall neonatal, trauma lahir, gangguan metabolik
(hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia dan hiperbilirubinemia), sindrom
gawat napas neonatus, polisi-temia, trombosis vena renalis. Komplikasi pada
usia anak atau dewasa adalah gangguan tumbuh kembang intelektual, obesitas
sampai diabetes mellitus itu sendiri (10,12,17).
G.
PENGELOLAAN DIABETES
MELLITUS PADA KE-HAMILAN
1.
PENGELOLAAN MEDIS
Sesuai dengan pengelolaan medis DM pada
umumnya, pengelolaan DMG juga terutama didasari atas pengelolaan gizi/diet dan
pengendalian berat badan ibu.
- Prinsip penanganan
-
Kontrol secara ketat gula
darah, sebab bila kontrol kurang baik upayakan lahir lebih dini, pertimbangkan
kematangan paru janin. Dapat terjadi kematian janin memdadak. Berikan insulin
yang bekerja cepat, bila mungkin diberikan melalui drips.
-
Hindari adanya infeksi saluran
kemih atau infeksi lainnya. Lakukan upaya pencegahan infeksi dengan baik. Pada
bayi baru lahir dapat cepat terjadi hipoglikemia sehingga perlu diberikan infus
glukosa (7,9,12) .
- Diet
-
Penanganan DMG yang terutama
adalah diet, dianjurkan diberikan 25 kalori/kgBB ideal, kecuali pada penderita
yang gemuk dipertimbangkan kalori yang lebih mudah.
-
Cara yang dianjurkan adalah
cara Broca yaitu BB ideal = (TB-100)-10% BB.
-
Kebutuhan kalori adalah jumlah
keseluruhan kalori yang diperhitungkan dari:
Þ
Kalori basal 25 kal/kgBB ideal
Þ
Kalori kegiatan jasmani 10-30%
Þ
Kalori untuk kehamilan 300
kalor
Þ
Perlu diingat kebutuhan protein
ibu hamil 1-1.5 gr/kgBB.
Jika dengan terapi diet selama 2 minggu
kadar glukosa darah belum mencapai normal atau normoglikemia, yaitu kadar
glukosa darah puasa di bawah 105 mg/dl dan 2 jam pp di bawah 120 mg/dl, maka
terapi insulin harus segera dimulai. Pemantauan dapat dikerjakan dengan
menggunakan alat pengukur glukosa darah kapiler. Perhitungan menu seimbang sama
dengan perhitungan pada kasus DM umumnya, dengan ditambahkan sejumlah 300-500
kalori per hari untuk tumbuh kembang janin selama masa kehamilan sampai dengan
masa menyusui selesai (13,16) .
Pengelolaan DM dalam kehamilan bertujuan
untuk :
-
Mempertahankan kadar glukosa
darah puasa < 105 mg/dl
-
Mempertahankan kadar glukosa
darah 2 jam pp < 120 mg/dl
-
Mempertahankan kadar Hb
glikosilat (Hb Alc) < 6%
-
Mencegah episode hipoglikemia
-
Mencegah ketonuria/ketoasidosis
deiabetik
-
Mengusahakan tumbuh kembang
janin yang optimal dan normal.
Dianjurkan pemantauan gula darah teratur
minimal 2 kali seminggu (ideal setiap hari, jika mungkin dengan alat
peme-riksaan sendiri di rumah).
Dianjurkan kontrol sesuai jadwal
pemeriksaan antenatal, semakin dekat dengan perkiraan persalinan maka control semakin
sering. Hb glikosilat diperiksa secara ideal setiap 6-8 minggu sekali (7,8,10,12).
Tabel 1. Kisaran kenaikan berat badan selama kehamilan normal (g).
|
10 mg
|
20 mg
|
30 mg
|
40 mg
|
Fetus
Plasenta
Cairan amnion
Uterus
Payudara
Darah/plasma
C. intersisial (tanpa
edema)
Jaringan lemak maternal
|
5
20
30
140
45
100
0
310
|
300
170
350
320
180
600
30
2050
|
1500
430
750
600
360
1300
80
3480
|
3500
650
800
970
405
1250
1580
3345
|
Total
|
650
|
4000
|
8500
|
12500
|
Kenaikan berat badan ibu dianjurkan
sekitar 1-2.5 kg pada trimester pertama dan selanjutnya rata-rata 0.5 kg setiap
minggu. Sampai akhir kehamilan, kenaikan berat badan yang dianjurkan tergantung
status gizi awal ibu (ibu BB kurang 14-20 kg, ibu BB normal 12.5-17.5 kg dan
ibu BB lebih/obesitas 7.5-12.5 kg).
Gambar 1. Penatalaksanaan Medik Kehamilan Dengan DM.
Jika pengelolaan diet saja tidak
berhasil, maka insulin langsung digunakan. Insulin yang digunakan harus
preparat insulin manusia (human insulin), karena insulin yang bukan berasal
dari manusia (non-human insulin) dapat menyebabkan terbentuknya antibodi
terhadap insulin endogen dan antibody ini dapat menembus sawar darah plasenta (placental
blood barrier) sehingga dapat mempengaruhi janin (7,8,11).
Pada DMG, insulin yang digunakan adalah
insulin dosis rendah dengan lama kerja intermediate dan diberikan 1-2 kali sehari.
Pada DMH, pemberian insulin mungkin harus lebih sering, dapat dikombinasikan
antara insulin kerja pendek dan intermediate, untuk mencapai kadar glukosa yang
diharap-kan (7,8,12).
Obat hipoglikemik oral tidak digunakan
dalam DMG karena efek teratogenitasnya yang tinggi dan dapat diekskresi-kan dalam
jumlah besar melalui ASI (6,7,12,13).
- Insulin
-
Pada umumnya pemberian insulin
dimulai dari dosis kecil dan bertambah secara bertahap sesuai dengan usia
kehamilan yang semakin meningkat.
-
Insulin yang dipakai sebaiknya human
insulin dengan dosis 0.5-1.5 U/kgBB.
-
Selain itu, pemantauan glukosa
darah juga dapat melalui pemeriksaan HBA1C berkala tiap 6-8 minggu dengan kadar
HBA1C yang diharapkan sebesar 6%. Obat anti diabetik oral tidak dapat digunakan
karena dapat melewati sawar plasenta, disamping bersifat teratogenik. Beberapa
preparat insulin yang bekerja cepat adalah Humulin R (40 IU, 100 IU) dan Actrapid
Human 40, 100 (5,9,12) .
2.
PENGELOLAAN OBSTETRIK
- Pada pemeriksaan antenatal dilakukan pemantauan keada-an klinis ibu dan janin, terutama tekanan darah, pembesaran / tinggi fundus uteri, denyut jantung janin, kadar gula darah ibu, pemeriksaan USG dan kardiotokografi (jika memungkinkan).
- Pada tingkat Polindes dilakukan pemantauan ibu dan janin dengan pengukuran tinggi fundus uteri dan mendengarkan denyut jantung janin.
- Pada tingkat Puskesmas dilakukan pemantauan ibu dan janin dengan pengukuran tinggi fundus uteri dan mendengar-kan denyut jantung janin.
- Pada tingkat rumah sakit, pemantauan ibu dan janin dilakukan dengan cara :
-
Pengukuran tinggi fundus uteri
-
NST - USG serial
-
Penilaian menyeluruh janin
dengan skor dinamik janin plasenta (FDJP), nilai FDJP < 5 merupakan tanda
gawat janin.
Penilaian ini dilakukan setiap minggu
sejak usia kehamilan 36 minggu. Adanya makrosomia, pertumbuhan janin terhambat (PJT)
dan gawat janin merupakan indikasi untuk melakukan persalinan secara seksio
sesarea.
-
Pada janin yang sehat, dengan
nilai FDJP > 6, dapat dilahirkan pada usia kehamilan cukup waktu (40-42 mg) dengan
persalinan biasa. Pemantauan pergerakan janin (normal >l0x/12 jam).
-
Bayi yang dilahirkan dari ibu
DMG memerlukan perawat-an khusus.
-
Bila akan melakukan terminasi
kehamilan harus dilakukan amniosentesis terlebih dahulu untuk memastikan
kematangan janin (bila usia kehamilan < 38 mg).
-
Kehamilan DMG dengan komplikasi
(hipertensi, pre-eklamsia, kelainan vaskuler dan infeksi seperti
glomerulo-nefritis, sistitis dan monilisasis) harus dirawat sejak usia kehamilan
34 minggu. Penderita DMG dengan komplikasi biasanya memerlukan insulin (6,7,8,10)
.
-
Penilaian paling ideal adalah
penilaian janin dengan skor fungsi dinamik janin-plasenta (FDJP).
Gambar 2.Penatalaksanaan Obstetrik Kehamilan Dengan DM.
-
Seksio sesarea dipertimbangkan
bila terdapat makrosomia, pertumbuhan janin terhambat dan gawat janin. Bila
keadaan ibu dan janin baik dan tidak ada masalah dari aspek DM maupun aspek
obstetri lainnya, maka dapat diharapkan pen-derita melahirkan melalui
persalinan spontan pervaginam biasa (13,15,17) .
3.
PENGELOLAAN BAYI
Pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang
menderita DM, dilakukan pemeriksaan darah tali pusat untuk mengukur kadar glukosa
darah dan hematokrit bayi. Selain itu, persiapan resusitasi neonatus harus
dilakukan dengan baik. Masalah yang mungkin timbul pada bayi adalah :
- Perubahan morfologi/fisiologi akibat gangguan per-tumbuhan intrauterin, makrosomia, cacat bawaan
- Gangguan metabolik seperti hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesemia, hiperbilirubinemia
- Gangguan hematologik seperti polisitemia atau hiper-viskositas darah
Gangguan pernafasan dan kelainan jantung
bawaan
Penanganan bayi dari ibu DMG harus
dilakukan dengan seoptimal mungkin, yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut
:
a.
Pada tingkat Polindes, BIDMG
harus dikelola sejak dilahirkan. Evaluasi dilakukan segera setelah lahir,
meliputi :
-
Penghitungan nilai APGAR
-
Pemeriksaan keadaan umum bayi
-
Pemeriksaan fisik untuk melihat
adanya cacat bawaan
-
Pemeriksaan plasenta
-
Pemeriksaan kadar glukosa
-
Pemeriksaan hematokrit tali
pusat
-
Pengawasan lanjut
Pemeriksaan fisik diulang untuk melihat perubahan yang terjadi
pada janin seperti gemeteran, apnea, kejang, tangis lemah, malas minum dan
adanya tanda sindroma gawat nafas, kelainan jantung, kelainan ginjal, trauma
lahir pada extremitas, kelainan metabolik dan kelainan saluran cerna. Untuk
men-cegah hipoglikemia bayi diberi minum (dosis 60-90 ml/kg BB hari), dibagi
dalam beberapa dosis, dimulai sejak jam pertama selanjutnaya tiap 12 jam. (13,18,19,21)
b.
Pada tingkat Puskesmas, BIDMG
harus dikelola sejak lahir dan dicegah terjadinya hipoglikemia sesuai
penanganan diatas.
c.
Pada tingkat Rumah Sakit, BIDMG
harus dikelola sejak lahir dan dicegah terjadinya hipoglikemia sesuai penanganan
diatas ditambah dengan pemeriksaan laboratorium untuk me-negakkan dan memantau
adanya kelainan BIDMG. (14,16,21,22,24)
-
Kadar glukosa serum tali pusat
diperiksa pada 1, 2, 4, 8, 12, 24, 36 dan 48 jam setelah kelahiran. Apabila
kadar reflec-tancemeter < 45 mg/dl, harus diperiksa kadar glukosa serum.
-
Kadar kalsium dan magnesium
harus diperiksa pada umur 6, 12, 24 dan 48 jam.
-
Hematokrit harus diperiksa dari
tali pusat dan pemeriksa-an selanjutnya pada umur 4 dan 24 jam.
-
Kadar serum bilirubin harus
diperiksa bila bayi tampak kuning.
-
Pemeriksaan lain dilakukan atas
indikasi.
-
Mengatasi kelainan metabolik.
1)
Hipoglikemia
Þ
Jika kadar glukosa yang
diperiksa dengan reflektometer meter < 25 mg/dl dan juga dibuktikan dengan
pemeriksaan serum, diberikan larutan glukosa intravena sebanyak 6 mg/kg BB/menit
dan kadar glukosa harus diperiksa setiap jam.
Þ
Bila kadar glukosa antara 25-45
mg/dl dan bayi tidak tampak sakit diberi minum larutan glukosa 5% dan kadar glukosa
darah diperiksa setiap jam sampai stabil kemudian setiap 4 jam. Bila kadar
glukosa tetap rendah diberi infuse glukosa 6 mg/kgBB/
2)
Hipokalsemia dengan kejang
harus diobati dengan larutan kalsium glukonat 10% sebanyak 1 ml/kgBB intravena,
kadar kalsium dipantau setiap 12 jam dan selama pemantauan diper-hatikan adanya
bradikardia, aritmia jantung dan ekstravasasi cairan dari alat infus karena
dapat menyebabkan nekrosis kulit.
3)
Hipomagnesemia Dapat dikoreksi
dengan larutan magnesium sulfat 50% sebanyak 1,2 ml/kgBB/hari intramuskuler
dalam dibagi dalam 2-3 dosis.
4)
Pengobatan terhadap kelainan hematologist.
Pada keadaan hiperbilirubinemia, dilakukan pemantauan terhadap kadar bilirubun
serum dengan seksama sejak bayi mulai kuning, bila perlu diberikan terapi sinar
atau transfuse tukar. Pada polisitemia, apabila kadar hematokrit darah vena 60-70%
tanpa gejala, diberikan tambahan minum sebanyak 20-40 ml/kgBB/hari. Kadar
hematokrit diperiksa setiap 6-12 jam, sampai nilainya dibawah 65%. Bila kadar
Hematokrit > 70% dan timbul gejala, harus dilakukan transfusi tukar parsial dengan
plasma beku segar. (9,13,22,24)
BAB III
KESIMPULAN
1.
Diabetes Mellitus Gestasional
(DMG) didefinisikan sebagai gangguan toleransi glukosa berbagai tingkat yang diketahui
pertama kali saat hamil tanpa membedakan apakah penderita perlu mendapat insulin
atau tidak.
2.
DMG sendiri dibagi dua sub
kelompok.
-
Sebenarnya sudah mengidap DM
sebelumnya, tetapi baru diketahui pada saat hamil (sama dengan DMH)
-
Sebelumnya belum mengidap DM
dan baru mengidap DM pada masa kehamilan (Pregnancy-Induced Diabetes
Mellitus). Merupakan DMG sesungguhnya, sesuai dengan definisi lama WHO 1980
3.
Pengelolaan Diabetes Mellitus
pada kehamilan meliputi :
-
Pengelolaan Medis
-
Pengelolaan Obstetrik
-
Pengelolaan Bayi
4.
Pengelolaan diabetes mellitus
dalam kehamilan membutuhkan pendekatan dan kerja sama tim yang sebaik-baiknya. Dengan
pengelolaan medis, obstetrik dan pediatrik yang baik maka diharapkan memperoleh
hasil akhir semaksimal mungkin, setidak-tidaknya sama atau mendekati hasil
akhir pada kehamilan normal.
LITERATUR
1.
Sistim Kesehatan Nasional.
Cetakan ke-4 Dep. Kesehatan R.I. Jakarta 1985.
2.
Wiknjosastro, G.H. dan Hudono,
S.T., ed. Wiknjosastro, H. dkk, (1994), Penyakit Endokrin dalam Ilmu Kebidanan,
edisi ke-3, cetakan ke-3, 518-25, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta.
3.
Piliang, S., ed. Soeparman dkk,
(1993), Diabetes Mellitus dalam Kehamilan dalam Ilmu Penyakit Dalam, jilid I,
edisi ke-2, cetakan ke-2, 427-32, Balai Penerbitan FKUI, Jakarta.
4.
Konsensus Diagnosis dan
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Gesta-sional. Disampaikan dalam Pertemuan
Tahunan Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta ,
1997.
5.
Konsensus diagnosis dan
penatalaksanaan DMG. Jakarta :
PERKENI, 1997 : 1-12.
6.
Buku Acuan Nasional. Diabetes
Mellitus Gestasional (DMG). Dalam: Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.
Edisi Pertama. Jakarta
: JNPKKR-POGI, 2000; 290-299.
7.
Suwito Tjondro Hudono. Diabetes
Mellitus. Dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi ke 3. Jakarta : YBPSP, 1991; 480-93.
8.
Wulur CH, Suparman E, Loho MF.
Tinjauan persalinan makrosomia di RSUP Manado .
Majalah Obstetri Ginekologi Indonesia ,
1997; 21: 202-8.
9.
Carr DB, Gabbe S. Gestational
diabetes : detection, management and implication. Clinical Diabetes, 1988: 16 :
4-11.
10.
Stepen R, Carr DB. Screening
for gestational diabetes mellitus. Diabetes Care, 1998: 21: B14-8.
11.
Madam M, Bajaj JS. Gestational
diabetes in developing country. In : Anne Dorhorst, david RH, eds. Diabetes and
pregnancy. New York
: John Wiley & Sons, 1996 : 284-9.
12.
Person B, Hanson U. Neonatal
morbiditas in gestasional diabetes mellitus. Diabetes Care, 1998; 21: B79-83.
13.
Jovanovic L, Peterson CM.
Screening for Gestational Diabetes : Optimum Timing and criteria for resesting.
Diabetes, 1985; 34: 21.
14.
Ogata ES. Perinatal Morbiditas
off spring of Diabetic Mother. Diabetes Rev, 1995; 65-6.
15.
Langer O, Rodriquez DA, Xenakin
EMJ. Intensified Versus Compentional Managemant of Gestasional Diabetes
Melitus. Am J Obstet Gynecol, 1994; 170: 1036-47.
16.
Hold M, Robinson D, Pelid Y.
Gestational Diabetes Mellitus : Is it a clinical entity? Diabetes Rev 1995;
602-11.
17.
Petti DJ, Knowler WC, Brairt
HR. Gestational diabetes: Infant and maternal Complication of pregnancy in
relation to third trimester glucose tolerance in Pima Indians. Diabetes care
1980; 3: 458-64.
18.
Neiger R, Coustan MD. The role
of repeat glucose tolerance test in the diagnosis of gestational diabetes. Am J
Obstet Gynecol, 1991; 165: 787-90.
19.
Pendegras M, Fazioni E,
Defronso RA. NIDDM and gestational diabetes mellitus: same diseases another
name. Diabetes care, 1995; 3: 566-77.
20.
Colditz GA , Willet WC, Rotnitzky A, Manson JE. Weight gain as a risk factor
for clinical diabetes mellitus in women. Ann Intern Med, 1995; 122: 482-6.
21.
Counstan DR ,
Nelson C, Carpenter MW. Maternal age and screening for gestational diabetes
mellitus: a population base study. Obstet Gynaecol, 1989; 73: 557-60.
22.
Jang HC, Cho NH, Jung KB.
Screening for gestational diabetes mellitus in Korea . Int J Obstet Gynaecol, 1995;
51: 115-22.
23.
Wingjosastro GH. Penanganan
diabetes mellitus gestasional. Dalam: Adam JMF, Sanusi H, Tendean H, Lawrence GS, Aman M eds.
Konas IV Perkeni. Ujung Pandang :
Lab ObGin FK UI Jakarta ,
1997:46-8.
24.
Weiss PAM. Diabetes in
pregnancy: lesson from the fetus. In: Domhorst A, Hadden DR eds. Diabetes in pregnancy. Chichester : John Wiley & Sons Ltd, 1996: 221-39.
No comments:
Post a comment