BUDIDAYA TEBU
R.D. Ellis dan R.E. Merry
Budidaya
tanaman tebu dipengaruhi oleh banyak faktor seperti iklim, bentuk tanah,
komposisi dan struktur tanah, irigasi dan drainase, varietas, hama dan
penyakit, manajemen dan ketersediaan tenaga trampil, serta cara panen.
Faktor-faktor ini mempengaruhi dengan cara yang berbeda–beda dan kadang juga
saling berinteraksi. Sebagai konsekwensinya, cara budidaya yang berbeda juga
diterapkan oleh suatu negara dalam memproduksi gula tergantung kondisi lokal
masing-masing. Bagian ini bertujuan untuk memberikan panduan yang secara umum
dilakukan dibanyak tempat, tetapi juga cara praktis lain yang menarik di suatu
tempat.
Untuk
beberapa tahun, lahan dibuka menggunakan kampak dan gergaji, dan seluruh lahan
tebu di Karibia, Amerika Utara dan Selatan, Asia dan Australia juga dibuka
menggunakan cara ini. Ini merupakan metode yang membosankan dan membutuhkan
banyak tenaga manusia, kemudian perubahan (transformasi) secara cepat terjadi
ketika buldozer dan traktor atau ripper digunakan. Pekerjaan ini dapat
dilakukan dengan cepat dan membutuhkan sedikit operator yang terampil dan kru
perawatan. Pohon ditebang, dirobohkan dan dibakar setelah kering. Area yang
telah dibuka dapat dibentuk agar drainase dapat dilakukan atau memberikan fasilitas
untuk irigasi.
Ketika
persiapan lahan dilakukan dengan tangan menggunkan cangkul, garpu atau bajak
hewan, tanah yang baik/diharapkan akan diperoleh jika pengerjaannya dilakukan
pada kelembaban yang cukup. Sekitar tahun 1900 ketika bajak dioperasikan dengan
tali dan melintasi lapangan dengan mesin uap yang banyak digunakan/diintroduksikan
ke sebagian besar negara. Pada tahun 1930, bajak dengan mesin uap mengantikan
teknologi tanpa olah tanah. Kedua cara ini, beberapa tahun terakhir, secara
pelan digantikan oleh traktor beroda. Traktor pertama menggunakan bahan bakar
petrolium atau energi paraffin dan akhirnya menggunakan mesin diesel. Implemen
dihubungkan dengan alat dan kontrol dengan pautan hidrolik dan dengan cara
demikian dapat mengurangi pemborosan.
SISTEM PENGOLAHAN
Walaupun
banyak perbedaan cara budidaya yang dikembangkan ketika tebu untuk
pertamakalinya ditanam dalam skala luas, secara umum dibawah suatu kondisi, ada
2 hal yang harus diperhatikan :
- Mereka harus
mempertimbangkan kondisi iklim lokal
dan
- Mereka tergantung pada
ketersediaan tenaga kerja yang murah.
Didaerah
panas, memerlukan irigasi perlindungan tanah dan kelembabannya merupakan hal
penting, dan untuk daerah yang rendah drainase sangat diperlukan.
KONSERVASI TANAH DAN LAYOUT LAPANGAN
Konservasi
tanah bertujuan untuk melindungi tanah tempat tebu tumbuh dalam hubungannya
dengan menghasilkan keuntungan besar secara konsisten selama waktu yang
memungkinkan. Seluruh layout lapangan bertujuan untuk mencapai ini dan
merupakan alat yang digunakan oleh perencana tergantung pada USLE (Universal Soil Lois Equation) (SASEX,
1996). Definisi kehilangan tanah dibawah suatu kondisi dirumuskan sebagai :
Kehilangan tanah (A) = faktor erosi karena hujan (R)
* Faktor erodibilitas tanah (K)* Faktor topografi (LS) * Faktor manajemen tanaman (C) * Faktor
kebiasaan (P).
Ø Kehilangan total (A) merupakan
total tanah yang hilang dari berbagai kondisi dan akan berbeda nilai untuk
masing-masing tipe tanah. Ini dinyatakan dalam ton/tahun. Faktor yang mempengaruhi
dapat dikelola secara hati-hati ketika hal ini sangat terbatas.
Ø Bagian yang menjelaskan faktor
erosi karena hujan (R) adalah jumlah hujan yang turun pada sebagian badai yang
memberikan sebuah estimasi luas dari kerusakan dan intensitasnya. Kekuatan yang
interaktif terjadi pada saat hujan adalah butiran hujan dan aliran air. Mulsa
yang menutupi atau sampah dan row yang pantas dan derajad drainase dapat
mengurangi efek kehilangan tanah.
Ø Faktor erodibilitas tanah (K)
tergantung pada komposisi penyusun tanah (persentase pasir, lempung, lumpur).
Struktur tanah, kandungan bahan organik dan permeabilitas tanah. Struktur yang
miskin, permeabel, tanah berpasir dengan kandungan bahan organik lebih mudah
tererosi daripada struktur tanah lempung dengan kandungan bahan organik sedang
sampai tinggi.
Ø Faktor topografi (LS) merupakan
sebuah fungsi kemiringan dan panjang slope, peningkatan derajat kemiringan mempengaruhi ketesediaan
air yang dapat menyebabkan tersebar dan pergerakan partikel tanah.
Ø Faktor manajemen tanaman (C)
mempunyai nilai yang berbeda tergantung cara yang dilakukan seperti sampah,
pembakaran tebu, penanaman dalam jalur dan pengolahan tanah minimum, juga waktu
pelaksanaan seperti penanaman yang berhubungan dengan curah hujan yang tinggi.
Penerapan cara ini juga penting dalam konservasi kelembaban tanah selama fase
pertumbuhan tebu.
Ø Faktor kebiasaan (P) dengan dikurangi
dengan melakukan konservasi seperti penentuan row sesuai kontur tanah dan
menggunakan terasering.
Faktor
manajemen tanaman dan faktor kebiasaan merupakan faktor yang sangat ditentukan
oleh petani tetapi konservasi kerja secara mekanik sangat penting untuk
mengontrol kelebihan air pada tanah sebelum hal itu menyebabkan kerusakan yang
serius dan mendukung untuk melindungi velositas tanah pada suatu lahan yang
dapat dilakukan tanpa membahayakan pekerjaan meliputi :
Ø
Aliran
air yang deras dari tempat tinggi dialihkan aliran airnya sebelum masuk ke
lahan.
Ø
Tanah
miring dapat ditanami agar dapat mengumpulkan air yang dapat menyebabkan run-off (aliran permukaan) dan
mengalihkan menjadi aliran air yang stabil.
Ø
Saluran
air mungkin telah ada secara alami atau dibuat dan menggunakan penutup
vegetatif
Waktu
ketika erosi menjadi sangat berbahaya adalah selama pembajakan atau lahan belum
ditanami. Ini dapat diminimalkan atau dibatasi untuk suatu periode ketika
intensitas hujan yang tinggi tidak terjadi.
Drainase
tanah sama pentingnya dengan konservasi tanah dalam hubungannya menjaga
produktivitas karena hal ini berhubungan dengan irigasi pada tebu, subjek ini
akan dipaparkan pada bagian yang lain.
Pengaruh
konservasi tanah dan kelembaban pada cara budidaya yang berbeda akan dibahas
pada bagian lain.
PENANAMAN DALAM BARIS
Cara
budidaya yang secara umum dilakukan adalah penanaman dalam baris, ketika tebu
ditanam dalam baris baik itu didasar maupun digundulkannya.
Tanaman
yanag ditanam di dasar secara normal mempunyai lubang yang tidak terlalu dalam
atau gundukan yang tinggi. Metode ini secara luas digunakan untuk penanaman
menggunakan mesin dan juga cocok untuk panen
dengan mesin. Pada alur yang dangkal atau inter-row
mudah terkena erosi permukaan, dan kita tidak bisa menghindarinya/menjaganya.
Secara normal, baris disesuaikan dengan kontur tanah. Dilapangan, bentuk dasarnya
adalah baris pendek diminimalkan, tetapi kesempatan pada row langsung akan
diperoleh ketika bentuk lahan diubah dilapangan. Baris dimana tanaman tebu
dtanam pada tempat yang datar menghasilkan vegetasi yang menjadi penghambat
kehilangan tanah dan aliran permukaan (run-off),
tetapi kehilangan yang nyata dapat terjadi diantara tunggul terutama pada tanaman ratoon yang
tua.
Tebu
ditanam pada kasuran dengan beberapa alasan:
Ø Untuk mencegah erosi permukaan
dan aliran untuk melindungi struktur tanah
Ø Untuk membuat kedalaman yang
besar dari tanah, cocok untuk tanah dingin dan tanah yang miskin drainase.
Ø Untuk memfasilitasi irigasi,
khususnya irigasi alur dan lebih khusus lagi untuk irigasi tetes.
Ø Hama (seperti larva yang tinggal
di tanah) lebih memilih kondisi lembab seperti yang diperoleh pada alur.
Ø Untuk mempermudah pengoperasian
mesin (machinnery) agar roda traktor
melintasi alur dan dapat mengurangi jumlah tunggul yang rusak, membuat jarak
roda agar sesuai dengan lebar inter-row.
Ø Untuk memudahkan operasi grab loader dan chopper harvesting pada saat panen.
Menanam tebu
dalam alur tidak selalu dilakukan, terutama ketika irigasi alur diterapkan,
germinasi yang rendah terjadi karena tidak cukupnya kelembaban tanah yang
berhubungan dengan tebu yang ditanam pada kasus ini, “ alur tengah” akan dibelah
setelah germinasi dan menempatkan tanah disekitar dan diatas tanaman yang rusak
pada alur, ini memungkinkan untuk mendapatkan alur yang diinginkan. Ini dapat
dirusak dan punggung tempat tumbuh tanaman dan ini dilakukan dengan hati-hati
dan sebelum tanaman tumbuh tinggi.
Lebar
alur bervariasi, selalu dilakukan antara 0,15–0,25 pada tanaman ratoon dan
antara 0,5–0,8 m lebarnya. Setelah ratooning, alur mungkin akan dikonstruksi
ulang untuk memenuhi beberapa kriteria yang diinginkan.
Panjang
row tanaman bervariasi dan dapat dideterminasikan dengan memperoleh konservasi
yang bagus. Row pada umumnya maksimal 200 m pada tanah ringan sampai 400 m pada
tanah berat. Row yang sangat panjang dapat diperoleh pada tanah yang cocok dengan
kondisi kemiringan dan row antara 500-1000 m digunakan pada areal yang sangat
landai, tanah vertisol di Ord River,
Australia bagian barat dan Nakambala, Zambia. Row yang panjang memudahkan
aplikasi mesin, tetapi mengakibatkan konservasi tanah yang terbatas. Ada yang tidak memuaskan
ketika pengoperasian membutuhkan tenaga kerja intensif karena manajemen tenaga
kerja sulit dilakukan.
Gradien
row ditentukan oleh klasifikasi tanah, bentuk tanah, keseragaman kemiringan,
metode irigasi dan panjang row.Tipe gradian jarang yang lebih tinggi dari 2-2.5
%, kecuali pada row yang pendek, dimana diperoleh tanah yang datar.
Jarak row
merupakan suatu hal yang secara pokok mempengaruhi hasil pada jarak yang
berbeda dan faktor manajemen. Banyak percobaan menunjukkan bahwa ketika stress
kelembaban tejadi, hasil tebu meningkat sejalan dengan penurunan row, dengan
batasan yang mengikutinya. Di Afrika Selatan (SASEX, 1996) sebagai contoh,
terjadi peningkatan 3 % pada hasil tanaman setiap penurunan jarak row 300 mm
dari 2 m–0,6 m. Dalam prakteknya, jarak row 1 m menutup areal terhadap berbagai
alat akan diperoleh tetapi jarak row antara 1,5-1,8 m dapat dilakukan dengan
operasi mesin. Di daerah yang dingin, kondisi pertumbuhan melambat pada areal
miring ketika kanopi menutup dengan cepat pada tanah yang mudah tererosi, dan
ketika varietas yang ditanam mempunyai daun yang tegak. Jarak yang menutup
lebih cocok, ketika kondisi pertumbuhan lebih bagus, tanah dangkal atau hujan
rendah, jarak yang tidak lebar akan lebih dipilih pada kondisi pertumbuhan yang
bagus, ketika konopi daun terbentuk dengan cepat, irigasi dapat dilakukan dan
operasi mesin tinggi row yang lebih lebar akan lebih cocok.
Pada
jarak row yang lebih lebar, tebu ditanam pada double atau triple row. Ini
seperti pada pemasangan tiang listrik atau penanaman nanas. Bentuk row itu akan
menguntungkan pemanenan. Jika lebar inter-row antara 1,8 m.
Pemecahan
ini dapat mengurangi kerusakan didalam row akibat mesin panen dan mengurangi
pemadatan tanah yang dekat dangan row. Penutup konopi yang terjadi secara
lambat, merupakan salah satu kerugian dari penggunaan jarak yang lebar yaitu
efektivitas dalam pengendalian gulma.
Peningkatan
hasil dari jarak row yang tertutup relatif kecil dan membutuhkan tambahan
biaya, seperti membutuhkan bibit yang lebih banyak dan mebutuhkan waktu tanam
yang lebih besar juga dan banyak row yang perlu disiangi dan disemprot.
DASAR BUMBUNGAN
Kecukupan
saluran air pada tanah yang datar di daerah yang mempunyai curah hujan tinggi
di banyak negara dilakukan dengan menanam tebu pada dasar bumbungan dengan
saluran yang dalam. Dasar ini mempunyai lebar yang bervariasi. Lebar sekitar
6-7 m, lebar saluran 0,6 m dan dalamnya 0,45 m. Bumbungan ini dipelihara dengan
mouldboard ploughs (bajak singkal)
atau discs traveling sepanjang dasar dan
membentuk alur dengan mengirisnya kearah pusat. Jika bumbungan menjadi sangat
berat maka mouldboard atau disc diganti dengan chisel tines pada pengoperasian yang pertama. Ukuran operasi
kultivasi pada tanah lempungan yang berat.
Ø
Membajak
dan membongkar tunggul serta memecah tanah.
Ø
Harrow dan re-harrow, jika mungkin, setelah interval 10 hari untuk hasil yang
bagus.
Ø
Membuat
parit mengunakan implemen yang cocok untuk membuka kembali saluran.
Ø
Membuat
alur tanaman sepanjang 1,5 m.
Seluruh
kultivasi ini dilakukan pada musim kering. Dimana irigasi permukaan cukup, tebu
ditanam pada alur, sepanjang bumbungan, ditutup dengan tanah dengan memecah
ongokan tanah dan bentuk bumbungan pada dasar diperbaiki lagi. Pada dasar
bumbungan dapat dengan mudah dilakukan irigasi (sprinkler irrigation) dan sebuah permukaan yang drainasenya baik
merupakan tempat tumbuh yang baik pula bagi tebu. Pada daerah non-irigasi akan
dilakukan dengan menunggu datangnya hujan pada awal musim sebelum dapat
ditanami.
Tipe
dasar bumbungan, sebelum dan sesudah tanam terlihat pada Gambar 1.
Dalam
teori, chisel (pemahat) membuat tanda
kultivasi tanah sedalam 0,45 pada lekukan yang sama pada permukaan bumbungan.
Kelebihan hujan atau irigasi menapis sepanjang lapisan dan karena bumbungan, masukan
ke saluran terjadi pada semua sisi. Dalam prakteknya dapat terjadi erosi tanah,
terutama pada sisi dasar dan frekuensi pembersihan saluran lebih mudah. Karena
hal ini juga menyebabkan row disisi luar tanaman tebu adalah 0,6 m bagian dari
pusat, seluruh pertumbuhan tebu terbatas. Walaupun demikian, dasar bumbungan
dapat dengan mudah dalam membuat drainase pada tanah lempung berat dan
digunakan di Afrika Timur dan Selatan yang mempunyai kondisi seperti ini.
SISTEM DI GUYANA
Di
Guyana, tebu tumbuh pada daerah sempit sepanjang pantai. Area yang diolah
sepanjang 13 km dari Samudera Atlantik dan sebagian besar dibawah permukaan
laut. Ini artinya curah hujan tahunannya adalah 2340 mm, dan ini juga mempunyai
musim kering yang jelas. Tanah lempung berat, tanah salin (kandungan garam
tinggi) ditemukan dekat dengan pantai tetapi mereka menurun pada tanah kegaraman.
Lebih jauh dari pantai dan sungai tanah lempung berat digantikan oleh tanah
gambut yang masam. Sulit untuk mengolah lahan yang mempunyai jalan yang sangat
banyak, seperti rawa-rawa, dimana air dari berbagai tempat dikumpulkan agar
bisa digunakan sebagai sarana transportasi dan irigasi di daerah tersebut
selama musim kering.
Hanya
dengan sistem yang kompleks mengenai saluran, dykes dan kanal budidaya tebu dapat dilakukan. Insinyur kolonial
Belanda mengusahakan daerah rendah untuk dapat ditanam. Secara luas, membangun
tembok laut untuk melindungi pantai dari pengenangan, dan tumpukan ini akan
melindungi areal. Drainase air dilakukan dengan memompa air ke sungai atau ke laut
ketika mungkin dilakukan dengan membuka pintu air ditempat yang rendah. Saluran
darinase dibuat di sepanjang areal dan menerima air dari saluran dalam areal.
Dipangkal yang berlawanan, dan pada tempat yang lebih tinggi, sebagai kanal
untuk transportasi dan irigasi (jalan tengah), cabang (kanal yang menyilang)
dibuat mengelilingi lahan. Lebar 11,3 m dibuat dasar bendungan disekitar
masing-masing areal, ini akan mencegah air pada level yang tinggi pada kanal
mengalir kelahan, kecuali jika dibutuhkan dan air irigasi dari areal ke kanal
drainase. Bumbungan pada areal, dasar bendungannya mempunyai lebar yang
bervariasi (selalau 7,3 m dari pusat ke pusat) yang diikutioleh pipa/saluran.
Dasarnya mengalir dari jalan tengah yang lain ke garis samping (layout Inggris) atau dari cabang kanal
ke cabang kanal yang lain (layout Belanda).
Tebu ditanam pada row sepanjang 1,8 m dengan melintasi dasar. Tipe layout
Inggris dan Belanda digambarkan pada Gambar 2.
Urutan
pengolahan lahan ketika akan direplanting
adalah :
Ø Pembajakan untuk membongkar
tunggul dan membongkar gulungan
Ø Harrow untuk meningkatkan
kemiringan tanah.
Ø Membuka kembali saluran dengan
mesin
Ø Memindahkan tanah dari saluran ke
pusat kasuran untuk melengkapi gulu dan.
Ø Harrow dengan gigi untuk membuka
bongkahan tanah dan memperhalus permukaan kasuran.
Lahan
mungkin akan di bawah berada permukaan hingga kedalaman 0,30-0,45 untuk periode
yang bervariasi dari 3-6 bulan (diikuti penggenangan) setelah air dikeluarkan
dan tebu ditanam. Lahan kosong yang digenangi dapat memperbaiki tekstur tanah
yang akan menjadi lebih friabel,
mengurangi gulma lahan kering dan meningkatkan kandungan nitrogen tanah. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa sebuah garis dari ton besi, dibangun dengan
mereduksi kondisi dengan pengenangan areal yang belum ditanami yang akan
terjadi oksidasi menjadi ferric bebas
ketika air bergerak, melindungi remah-remah tanah ini semua sangat mungkin
untuk meningkatkan pada tanah miring. Dengan pengenangan pada lahan kosong,
dapat meningkatkan hasil sampai dengan 40 % lebih selama siklus tanaman 3-4
tahun, peningkatan ini merupakan kompensasi dari kehilangan hasil selama 1
tahun dalam satu siklus.
FLORIDA DAN MOZAMBIQUE
Kesulitan
yang sama seperti yang terjadi di Guyana juga ditemui pada tempat lain seperti
Florida dan Mozambique. Di Florida, tebu tumbuh pada tanah rawa yang
dikeringkan dari rawa Everglade,
dengan menginstalasi sistem drainase yang ekstensif dan manajemen yang bagus.
Tanah “Muck” dapat mengandung bahan
organik yang tinggi, pada beberapa tempat lebih dari 60 % dan kesuburan yang
diperoleh dapat berguna bagi produksi tanaman yang tidak pasti tinggi rendah (jika
tidak unik).
Kesulitan
dalam mengkombinasikan perlindungan terhadap banjir dengan membuat sistem
drainase juga terjadi di Mozambique, dimana tebu tumbuh pada tanah vertisol
pada delta sungai Zambesi dan Komati dilindungi dengan bangunan tembok
tinggi mengelilingi areal penanaman tebu. Masalah drainase pada tanah yang
sangat datar telah dipecahkan, pada seluruh tempat seluruh air drainase dipompa
keluar dari tanah yang tertutup dan di buang ke sungai.
LOUISIANA BANKS
( TEPI SUNGAI LOUISIANA)
Di
Louisiana, pertumbuhan tebu secara bagus terjadi pada tempat rendah yang datar,
dengan persediaan air yang tinggi dibawah curah hujan yang tinggi, dimana dapat
diterima dengan membangun sistem bumbungan dan alur pada kultivasi dilahan yang
dibentuk pada bentuk penggung kura-kura. Bumbungan tempat tebu tumbuh
tingginya 0.45 m, dan interrow 1.8 m.
Masing-masing alur mempunyai saluran aliran air dari alur ke bagian yang lebih
rendah dari pada salurannya sedalam 20 m atau lebih, dimana dengan aliran ke
kanan dari pada saluran ini akan mengalir kesisi lain lahan ke tempat yang
lebih rendah dimana dapat mengalir secara paralel dengan saluran yang ditambahkan
pada bentuk punggung kura-kura. Saluran di area akan mengalir ke area kanal
drainase.
Manfaat
terbesar dari sistem tepi sungai Louisiana (disebut punggung bukit dan alur)
ini dapat mengakibatkan semua stadia produksi gula dapat dilakukan secara
mekanisasi. Traktor dapat melompati row dan dikemudikan dengan berbagai
implemen dapat dibawa untuk seluruh pengoperasian di lapangan. Sebuah gambaran
unik dari sistem tepi sungai Louisiana adalah penggunaan traktor yang maksimal.
Mereka dapat menggunakan mata bajak untuk memperlihatkan tebu agar dapat
meningkatkan tingkat erosi sungai pada level yang diinginkan dan dalam waktu
yang sama dapat mengendalikan gulma. Cara budidaya ini maupun yang lain
menunjukkan bahwa saluran quarter harus dibuka kembali dengan cepat.
BUDIDAYA PADA TANAH MIRING
Untuk
tanah miring hal yang perlu dipoerhatikan adalah mencegah hilangnya tanah dan
kelembabannya. Desain layout sekarang menjadi lebih sederhana dengan foto udara
dan peta kontur yang selalu tersedia. Hal utama yang diperhatikan dalam membuat
jarak tanam adalah kemiringan dan tipe tanah (SASEX, 1996). Struktur yang
dibutuhkan untuk desain daerah miring adalah jalan, saluran air dan terasering.
Saluran
air ini sangat penting untuk mengalirkan air yang melimpah. USA–SCS (Soil Conservation Service) desain
merupakan metode yang paling banyak digunakan dan dapat diharapkan untuk
mengatasi aliran puncak pada berbagai
situasi. Dasar yang curam, penutupan jarak petak harus dapat mengontrol
kehilangan air dan tanah. Juga tanah yang lebih mudah tererosi, penutupan petak
harus dapat untuk mengurangi aliran panjang dari aliran air. Faktor manajemen
memerankan bagian yang penting dalam menentukan jarak petak, yang memerlukan
pengolahan minimum, penanaman dalam alur, pembakaran, penebangan dan waktu
penanaman. Nomografnya sekarang
tersedia dimana penempatan faktor yang perlu dipertimbangkan ketika desain
layout untuk budidaya di tanah miring.
Contoh
tipe layout lahan pada tanah miring:
Ø Kemiringan punggung bukit. Ini
merupakan sebuah puncak jalan ke bawah dengan aliran air alami dan atau buatan
pada suatu tempatnya. Petak-petak terdapat pada sudut kanan sampai ke puncak
jalan, paralel satu dengan yang lainnya dan merupakan pemberhentian air dari
puncak saluran air. Jarak tanam sejajar dengan petak. Petak sangat berguna
untuk memberhentikan air yang berlebihan agar bisa dimanfaatkan oleh tanaman.
Ø Kubah (Dome) : Ini mempunyai sebuah jalan melintasi puncak bukit, dengan
petak-petak memutari bukit, pemberhentian dikontruksikan dengan jalan air
berumput turun kebawah sesuai dengan kemiringan.
Ø Saddle : Jalan puncak menghubungkan saddle dari titik yang tinggi ke titik
yang tinggi. Petak mengelilingi saddle
dan pemberhentian ke saluran air dimulai dari tempat rendah ke saddle.
Konstruksi
struktur konservasi membutuhkan perhatian penuh, petak dengan kemiringan sampai
dengan 15 % dapat dibuat dengan menggunakan reversible
disc atau mouldboard plough,
memindahkan tanah ke atas jika memungkinkan. Pada kemiringan yang lebih tinggi,
sebuah blade terracer atau bulldozer lebih cocok digunakan. Saluran
air dibuat menggunakan reversible ploughs,
bulldozer atau dan scoops. Saluran air pada areal sebaiknya
dikontruksikan dengan graders. Segera
setelah pembangunan saluran air ditanami dengan tanaman rumputan seperti Cynodon atau Stenotophrum sp dan disiram agar segerah tumbuh sebelum ada hujan.
HASIL
Salah satu indikasi terpenting kesuksesan
petani adalah produktivitas lahannya yaitu hasil tebu atau gula per hektar per
tahun. Hasil per hektar yang dipanen, yang diharapkan, ini tidak berharga
sebagai indikator yang tidak berhubungan dengan umur tebu pada saat dipanen,
sebagai contoh, hasil tebu 170 ton/ha ketika tanaman di panen pada umur 24 bulan
menandakan produktivitas yang rendah dari pada 90 ton /ha pada tanaman satu
tahunan , umur pada saat panen bervariasi antara 9-14 bulan, tergantung pada
musim panen dan keadaan tanaman dilapangan adalah RPC atau RC. Tergantung pada
umur dalam bulan hanya memberikan gambaran keseluruhan secara kasar, jika
pertumbuhan terbatas pada musim gugur dan tanaman dipanen terlambat pada umur
14 bulan pada akhir musim tidak secara langsung dapat dibandingkan dengan
tanaman yang dipanen pada umur 10 bulan pada awal musim.
Umur tebu
saat dipanen sangat bervariasi di seluruh dunia. Banyak tempat yang mempunyai
irigasi bagus dapat dipanen pada umur 12 bulan, seperti yang dilakukan pada
tempat yang mempunyai curah hujan yang tinggi seperti di Australia dan
Colombia. Pada tempat yang iklimnya lebih tidak cocok lagi, tebu dipanen pada
umur yang lebih tua lagi seperti tebu lahan kering di Afrika Selatan yang
dipanen pada umur 15-18 bulan dan di Kenya 18-22 bulan.
Sejumlah
cara diciptakan untuk meningkatkan ekpresi hasil dalam kaitannya dengan umur.
Sweet (1973) mengemukakan metode COTCHM (Corrected
Tonnes per Hectare per Month). Pada dasar analisis database yang luas hasil
varietas NCo 376 di Triangle, Zimbabwe dan Simunye, Swaziland, faktor yang
menghubungkan produksi untuk hasil tebu untuk panen tebu pada masing-masing
bulan pada suatu musim pada umur yang berbeda, menunjukkan hasil yang diperoleh
pada bulan April pada awal musim tebang. Metode ini sangat berguna untuk
mengkorelasikan hasil panen pada suatu dasar, untuk mendeterminasikan kenapa
mereka mempunyai penampilan dibawah dalam hubungannya dengan umur dan musim
pada saat panen, dan ini merupakan aplikasi sebagian dalam menentukan
kebijaksanaan pada saat replanting.
Suatu
percobaan yang sangat berguna dilakukan di Swaziland untuk mendeterminasikan
potensi hasil tebu didasarkan pada penggunaan mode iklim CANEGRO. Potensi hasil
disesuaikan dengan daerah spesifik yang dikoreksi berdasarkan pada sejarah
rata-rata hasil pada masing-masing titik tanah, untuk berbagai ratoon, musim
pada saat ditebang, varietas dan metode irigasi (Mr. Glinchey dan King, 1998).
Metode ini digunakan untuk menilai penampilan manager dan akhirnya hasil tebu.
Petani
pada umumnya memberikan perhatian yang besar terhadap hasil tebu sebagai ukuran
penampilan. Hal ini karena hasil tebu selalu lebih nyata jika dibandingkan
dengan hasil sukrosa dan lebih dikontrol oleh hasil tebu. Pendapat ini sebagian
benar ketika petani tidak dibayar berdasar produksi sukrosa maupun memberikan
masukan lain dengan mengiling pada suatu tingkat sukrosa tebu. Ini tidak ada
insentif pada keadaan untuk petani untuk menyetorkan dalam keadaan segar, sukrosa
yang tinggi ke pabrik. Situasi ini terjadi pada banyak pabrik di Asia, Afrika
dan Amerika Selatan. Walaupun sukrosa merupakan ukuran dan suatu yang akan
dibayarkan, petani mungkin menggunakan tehnik untuk meningkatkan persentase
sukrosa dan ekpresi hasil ditentukan oleh persentase sukrosa tersebut.
Pengiriman tebu segar lebih singkat dari 72 jam setelah pembakaran atau
pemanenan, pemotongan pucuk yang bagus, tidak basah dan matang. Tehnik ini
memberikan hasil pembayaran sukrosa yang tinggi untuk produksi dan meningkatkan
ekstraksi dan recoveri di pabrik. Sedikit contoh yang menerapkan cara ini
adalah Australia dan Afrika bagian Selatan.
RATOON DAN
RATOONING
Setelah
suatu area yang ditanami dengan tanaman baru yang telah dipanen, primordia
tunas dan akar dari tunggul akan berkembang ketika kondisi ekologinya memungkin
dan menghasilkan tanaman keprasan atau ratoon. Ketika sebuah tunas baru tumbuh
dan membentuk akar, akar tua mati dan akan mengalami pembusukan. Tunas ini akan
menjadi tanaman baru dengan suplai air dan nutrisi dari sistem perakaran yang
baru. Namun demikian, seiring dengan waktu tanah akan kehilangan strukturnya
dan akan terjadi pemadatan akibat masuknya alat berat. Kemiringan dibentuk pada
saat persiapan areal, efisiensi penurunan darinase, salinitas tanah dan masalah
tanah sodik (sodicity) membuatnya
menjadi lebih buruk, tunas akan rusak oleh alat panen (terutama dengan alat
panen kombinasi) dan hama-penyakit menyebabkan kerusakan yang lebih buruk.
Konsekwensinya, faktor yang lain harus konstant, pembentukan sistem perakaran
tambahan menjadi semakin sulit untuk ratoon yang bagus, populasi tanaman
menurun dan hasil tebu menurun sampai suatu titik dimana ambang batas ekonomi
untuk pembajakan dan melakukan penanaman kembali.
Struktur
yang bagus, tanah yang bebas saluran mungkin akan menghasilkan ratoon sebelum
stadia ini, bebas tanah berstruktur buruk, tanah sodik membutuhkan replanting.
Di Zwaziland tanaman ratoon lebih dari 20 kali dapat berproduksi dengan baik.
Struktur, tanah lempung bebas drainase dibawah kondisi irigasi mengingat
drainase yang buruk, sodik, tanah duplek direplanting setelah 4-5 kali tanaman
ratoon. Tanah dengan kualitas menengah direplanting setelah 8-10 tahun. Di
Australia, ini sangat jarang untuk lebih dari 4 tahun untuk dapat dipanen; umumnya
hanya 2 kali untuk petani kecil di Kenya.
Kebutuhan
biaya untuk PC jauh lebih tinggi jika dibandingkan tanaman RC, sebuah perbedaan
akan meningkat dengan menanam varietas hibrida yang mempunyai vigor yang bagus,
dan meningkatkan realisasinya, di beberapa instansi, penerapan sub-soiling dapat menyebabkan kehilangan
hasil, khususnya ketika irigasi tidak diaplikasikan dengan cepat setelah
pengolahan tanah yang lengkap. Biaya yang mahal untuk menanam tebu harus
dihitung sebagai investasi modal.
Pada
beberapa negara jumlah tanaman ratoon yang biarkan tumbuh atau proporsi areal
yang dapat ditanam dengan tebu yang dipanen. Setiap tahun, harus disesuaikan
dengan status dan sistem rotasi tanaman. Kasus di Queensland, Barbados, Jawa,
Taiwan dan Kenya, tidak diaplikasikan secara teliti karena realisasinya
keuntungan ekonominya diperoleh dari tanaman ratoon. Dalam hubungannya dengan
ukuran program replanting dan pemeliharaan ratoon petani tebu harus
mempertimbangkan banyak faktor, beberapa
yang penting diantaranya :
Ø Balance antara hasil yang rendah
pada tanaman ratoon tua yang murah dan hasil yang tinggi pada tanaman PC yang
memerlukan biaya banyak/mahal, yang harus dicatat adalah efek aoutput pada
harga bersih.
Ø Kondisi pasaran gula, dalam
hubungannya dengan kuota dari perjanjian internasional dan memperpendek mata rantai dari produsen yang lain.
Ø Konsekweni sosial, di beberapa
negara, mempunyai sedikit atau tidak ada pekerjaan di lapangan pada waktu
segera setelah dimulainya musim giling jika area pada tanaman PC muda sempit.
Ø Tehnik yang perlu dipertimbangkan
meliputi :
a)
Perbanyakan
varietas baru, harapan dengan potensi hasil yang tinggi dan resistensi terhadap
penyakit.
b)
Kontrol
terhadap insektisida tanah yang selalu tinggi pada tanaman ratoon yang tua.
c)
Meningkatkan
layout areal dan kesempatannya dalam metode irigasi.
d)
Mencegah
kerusakan areal yang disebabkan oleh cara panen.
e)
Meningkatkan
drainase permukaan dan sub-permukaan
f)
Kelembaban
untuk mengurangi salinitas tanah, sodisitas dan mengubah PH tanah .
g)
Menurunkan
populasi tunggul
Yang
lebih dipilih adalah program replanting yang relatif konstant, terutama untuk
kawasan yang luas dan harus dieveluasi secara teratur, berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan. Jika 3 tahun tanaman replanting menunjukkan gejala
penurunan, persiapan untuk program replanting untuk setiap kebun disusun untuk
memperoleh tanggal panen yang cocok, dan drainase, ameriolasi tanah dan
perencanaan irigasi. Ketika menentukan laju program replanting tahunan, harus
didasarkan pada prinsip ekonomi. Berdasarkan NPV (Net Present Value) pemeliharaan ratoon merupakan metode yang lebih
cocok dan sejumlah model dikembangkan menggunakan metode ini. Informasi yang
dapat diperoleh dari model ini adalah :
a) Estimasi hasil untuk tanaman tebu
dan ratoonya pada masing-masing kelas tanah yang akan diperoleh dari data hasil
terdahulu dan mungkin disesuaikan untuk musim panen untuk mengeliminasi bias
pada beberapa petak yang memberikan hasil rendah pada akhir musim tebang.
b) Estimasi persen sukrosa, pada
kasus pertumbuhan atau ekstraksi gula pada kasus giling.
c) Biaya bajak dan replanting dan
biaya kultivasi tahunan tanaman PC dan RPC menunjukkan biaya per hektar dan
pemanenan dan biaya angkut per ton.
d) Dalam mengestimasi sukrosa atau
harga gula yang diharapkan.
e) Estimasi nilai bunga modal selalu
berubah bentuk uang/modal yang dipinjam.
NPV
tertinggi dari ratoon adalah ketika ratoon lebih memberikan keuntungan dari
pada replanting.
PERSIAPAN LAHAN
Pekerja
prinsip dalam persipan lahan adalah :
Ø Merusak tanaman sebelumnya
Ø Memindahkan akar dan batu untuk
meningkatkan kondisi panen dan tanaman volunter yang tumbuh kembali, yang
mungkin menjadi tempat transit smut
dan RSD pada tanaman berikutnya
Ø Membuka dengan bajak
Ø Penyusun permukaan dan
subpermukaan yang cocok untuk drainase dan layout lahan.
Ø Menambahkan bahan ameliorasi
tanah yaitu gypsum, kapur dan blotong.
Ø Membuat kemiringan untuk
germinasi dan pertumbuhan tebu.
Dalam
hubungannya dengan beberapa aktivitas persiapan lahan yang dilakukan,
tergantung pada hasil yang ingin dicapai dan biaya yang diperlukan untuk
pengoperasian mesin yang beragam untuk beberapa petani. Pemilihan waktu yang
tepat untuk persiapan lahan sangat penting dilakukan. Akan dipilih jika areal
yang akan direplanting disiapkan untuk panen tebu pada musim kering, dimana
hujan terakhir terjadi dan potensi pertumbuhan rendah, ini akan meminimalkan
potensi kehilangan hasil. Waktu melakukannya harus sesingkat mungkin, sejalan
dengan pengoperasian yang akan dilakukan, jika tanaman terserang RSD berat,
periode yang panjang diinginkan idealnya, areal harus direplanting pada saat
waktu germinasi dan fase awal peladangan harus dilengkapi dengan waktu dari
potensial pertumbuhan yang cepat pada awal musim panas. Lahan yang di biarkan
kosong pada penanaman musim gugur dengan menanam tanaman penutup jika
diperlukan dan secara normal akan dipanen pada akhir musim tebang.
Dibeberapa
instansi metode yang unik dilakukan oleh masing-masing petani; dan diskripsi
yang mengikuti tujuan untuk mengilustrasikan hal tersebut yang biasanya
digunakan. Setiap pengoperasian tidak mudah dilakukan dalam hubungannya memberi
atau semua yang selalu dilakukan.
Ø Perhatian
terhadap lingkungan.
Realisasi untuk meningkatkan adalah petani tebu harus lebih proaktif dalam
memanajemen lingkungan. Ada keenganan petani untuk mengembangkan areal tebu.
Ketika areal baru dikembangkan, ini harus dilakukan lebih hati-hati seperti
hanya membuka lahan yang dapat memberikan keuntungan ketika dikelolah, tidak
mengelola tanah yang miskin, vegatasi Riverine,
areal bergunung–gunung dan tempat penting bersejarah. Petani memperoleh
rekomendasi dari EIA (Environmental
Impact Assessments). Ada dua buah efek (seperti mengurangi area yang
dikembangkan dan usaha yang akan menghasilkan produksi yang lebih menggunakan lahan
yang ada dengan pengolahan ) yang akan mempengaruhi secara nyata pada metode
persiapan lahan ).
Ø Pembangkaran
tunggul. Ini
dapat dilakukan menggunakan bajak yang dapat membalik atau moudlboard, yang diset dangkal agar dapat membongkar dan
diklantang. Sebagai alternatif, dapat digunakan heavy disc harrow untuk mencabut tunggul. Ini akan efektif jika
dilakukan pada kondisi kering namun pada kondisi basah lebih efektif menggunakan
mouldboard ploughs. Disc ploughs juga dapat digunakan tetapi
tidak dapat mencabut tunggul tua dan menyebabkannya dapat tumbuh kembali.
Tunggul–tunggul volunteer dapat dihilangkan dengan dicabut sebelum aplikasi
alat berikutnya, terutama jika varietas sebelumnya mudah terkena smut atau RSD.
Ø Pembajakan: Tujuan pembajakan adalah
untuk mengolah tanah dipermukaan, memecah
tanah akibat pemadatan dan mencampur lapisan tanah atas (top soil). Pembajakan dapat dilakukan secra konvensional, maipun
menggunakan reversible plough atau heavy rome disc ploughs.
Ø Harrow: Ini dilakukan untuk memperoleh
permukaan yang bagus atau kasuran bibit dan memungkinkan pengoperasian alat
lain untuk memperoleh permukaan yang lembut dengan memecah bongkahan tanah yang
disebabkan oleh pengoperasian alat lain dan untuk mencampur bahan pembenah
tanah. Harrow sebaiknya dilakukan dua kali, harrow terakhir untuk menghasilkan
permukaan tanam. Pengoperasiannya dapat dilakukan dengan menggunakan harrow, chisels atau tines.
Ø Ripping: Pengoperasian ini dilakukan
untuk menghancurkan dasar tanah, memacah tanah yang mengalami pemadatan dan
untuk menambah kedalaman daerah perakaran. Pekerjaan ini selalu dilakukan
menggunakan traktor yang dioperasikan pelan, tenaga tinggi dengan mata ripper.
Ini merupakan pengoperasian yang mahal tetapi sangat efektif, khususnya pada
tanah lempungan berat atau tanah dupleks.
Ø Levelling: Pada tanah yang baru
dikembangkan atau areal ratoon yang tidak rata, graders atau dump-scoop
levelling mungkin diperlukan untuk meratakan dan membuat terasering dan
saluran air. Pada areal yang akan direplanting mungkin hanya memerlukan
digundukannya. Perencanaan areal ini penting untuk meratakan gundukan tanah dan
menimbun cekungan, khususnya untuk areal yang beririgasi alur, dan areal yang
mempunyai kemiringan rendah. Pada pengoperasian yang memuaskan, sebuah instrumen
laser dapat digunakan untuk mengontrol rencana areal.
Ø Drainase
sub-permukaan:
Pengoperasian persiapan lahan merupakan waktu yang tepat untuk membuat saluran
drainase subpermukaan untuk mengurangi kemelimpahan air, salinitas dan
sodisitas. Ini harus direncanakan dengan didukung oleh investasi sebelum
replanting dilakukan. Jarak saluran, kedalaman dan ukuran pipa dihasilkan dari
investigasi ini. Pipa drainase biasanya berupa pipa PVC tetapi menggunakan mole drains mungkin juga akan efektif.
Pipa drainase selalu dihubungkan dengan parit dan menutupnya dengan tanah.
Mesin laser tersedia untuk mengontrol parit dan instalasi pipa drainase dan
dapat digunakan dalam skala besar dan dapat dioperasikan secara memuaskan.
Kotak pemeriksaan juga harus dibangun.
Ø Pembenah
tanah: Pembenah
tanah paling bagus ditambahkan sebelum ripping
atau harrow terakhir dalam
hubungannya untuk mengabungkannya secara sempurna ke dalam tanah. Gypsum juga diaplikasikan untuk
mengurangi sodisitas tanah, khususnya pada tanah sodik. Kapur juga dapat
diberikan untuk menurunkan pH tanah yang tinggi. Kedua bahan tambahan ini
diaplikasikan menggunakan traktor yang menarik alat penyebar dosis 100 ton/ha
dan pada dosis yang rendah sebagai sumber pupuk fosfat. Blotong biasanya mudah
didapatkan di Pabrik, walaupun ini sangat memakan tempat tapi mempunyai nilai
yang tinggi pada tanah yang baru dibuka, terutama yang mempunyai kandungan
fosfor rendah. Blotong dapat diaplikasikan menggunakan traktor maupun dump truck pada areal dengan graders. Pada areal yang mempunyai
tempat penyulingan “stillage“ atau “dunder” dapat diaplikasikan untuk
menambah tingkat potasium dan beberapa nitrogen. Ini diaplikasikan dengan
sistem irigasi sprinkle atau alur.
Ø Penghilangan
bebatuan:
Bebatuan di areal merupakan halangan yang serius bagi pengoperasian mesin dan
mungkin sangat merusak jika mereka diambil pada saat panen hingga akan digiling
di pabrik. Usaha yang keras untuk memindahkan bebatuan pada saat replanting dan
setelah panen sangat bermanfaat. Di Mauritius, dimana merupakan daerah
vulkanik, tanahnya bertebaran dengan bebatuan basalt dan harus ditumpuk menjadi
gundukan tinggi diareal. Ketika lahannya direplanting, subsoiler dilakukan dengan crowler
traktor, untuk memperlihatkan bebatuan. Bebatuan ini akan dipindahkan dengan buldozer atau secara manual dan disusun
membentuk piramid atau dinding diantara row tebu.
Ø Penanaman
penutup tanah dan pemberaan.
Tehnik ini digunakan dibanyak negara:
a) Untuk mengistirahatkan diantara
tanaman tebu karena waktu atau aplikasi mesin padxa saaat replanting.
b) Untuk meningkatkan kondisi tanah
khususnya ketersediaan bahan organik.
c) Untuk mengontrol rumput-rumputan
yang resisten atau mencegah perkembangan hama dan penyakit.
Biasanya
tanaman penutup tanah berupa kacang–kacangan (legumes), seperti cowpeas,
velvet beans atau sunn-hemp. Tanaman penutup tanah
biasanya ditanam setelah panen tebu yang terakhir dan dibajak dan diikuti
pengoperasian persiapan lahan awal lainnya. Ini akan optimal dilakukan ketika
masa produksi vegetatif maksimum dimana terjadi pada awal stadia pembungaan dan
dapat terdekomposisi sebelum persiapan lahan pada akhir lengkap pada beberapa
instansi, tanaman komersial kapas mengantikan kacang-kacangan.
Ø
Pengolahan tanah minimum: Tehnik ini sekarang banyak
dilakukan. Pembangkaran tunggul efektif dilakukan dengan aplikasi glyfosat 8-10 l/ha atau fluazifop 6 l/ha. Fluazifop harus diaplikasikan kurang dari 8 minggu sebelum
replanting untuk mencegah germinasi yang buruk. Bahan kimia harus diaplikasikan
untuk mengefektifkan pertumbuhan tebu lebih dari 400 mm tinggi untuk pemusnahan
tunggul yang optimum. Penutupan oleh tujuk sangat penting, sebuah tanda kecil
sekitar 200 mm dibuat diantara row tebu tua dimana tebu akan ditanam. Pengerjaan
dilakukan menggunakan bajak piringan pada tanah ringan dan dengan bajak rotari
pada tanah berat . Keuntungan pengolahan tanah minimum adalah mengurangi erosi
pada tanah miring, untuk mengantikan tanaman yang tua, mati dan areal kecil
yang rusak. Struktur tanah, bahan organik, kelembaban dan nutrisi yang
diamankan, populasi tanaman voluntir dapat dikurangi, biaya pada umumnya
rendah, dan hasil yang meningkat dapat dihasilkan pada tekstur ringan dan
menengah. Kerugiannya adalah penanaman tertunda karena syarat untuk tanaman
yang diharapkan akan tumbuh efektif sebelum dapat disemprot dengan herbisida
selektif. Layout baru dan perataan tanah tidak bisa dilakukan dan penambahan
bahan pembenah tanah sulit dilakukan.
Ø
Penanaman dalam alur: Merupakan langkah terakhir dari
persiapan lahan. Alur ini dibuat dengan double
mouldboard, time atau discs yang mempunyai bentuk V,
pemeliharaan dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa jaraknya selalu tepat dan
seragam kedalamannya, seperti sekitar 100 mm. Jarak row telah didiskusikan pada
bagian depan. Kasuran bibit yang baik sangat penting untuk germinasi, adanya
bongkahan akan menghasilkan bibit yang sedikit kontak dengan kelembaban tanah.
PRODUKSI BIBIT TEBU
Kualitas
bibit tebu yang digunakan dalam penanaman merupakan hal pokok untuk memperoleh
hasil yang tinggi, tanaman tebu yang sehat dan ratoon yang bagus. Kualitas
ditandai dengan bebas dari hama dan penyakit, varietasnya murni dan kemampuan
germinasi. Banyak penyakit yang ditularkan melalui infeksi pada bibit (seperti:
smut, RSD, mosaik, YLS, blendok dan klorotik steak) dan banyak diantaranya
dapat mengakibatkan kehilangan hasil. Kemurnian varietas meyakinkan kita bahwa
varietas tersebut tumbuh dan bibit tersebut tidak terkontaminasi dengan varietas
yang tidak diinginkan yang membawa penyakit. Bibit tebu yang muda mempunyai
pertumbuhan yang lebih vigor daripada tebu tua, dan germinasinya terjadi pada
awal, cepat terjadi dan pertumbuhannya seragam. Ini semua akan tercapai dengan
memuaskan jika produksi bibit tebu dikoordinasi oleh nurseri dan tidak dari
areal tebu komersial.
Kebun
bibit harus terisolasi dan tanaman tebu yang lain, pada tanah yang bagus dan
pada area yang bebas suhu beku. Bibit tebu harus berumur 8-10 bulan untuk
mendapatkan vigor yang bagus ketika ingin ditanam secara komersial di daerah
panas dan 12-15 bulan pada areal yang dingin. Penanaman di nurseri harus
direncanakan untuk memenuhi kebutuhan bibit pada umur tersebut. Dua stadia
nurseri yang ideal. Nurseri primer atau stadia nurseri pertama harus tumbuh
pada isolasi yang diikuti oleh isolasi jarak. Seringkali ada kerjasama nursery
untuk menyuplai sejumlah petani tebu dan dikoordinasikan secara intensif.
Introduksi varietas baru untuk suatu perusahaan (industri) atau wilayah selalu
ditempatkan pada stadia awal nursery. Pada skala luas nursery sekunder atau
stadia kedua akan diperbanyak dalam jumlah yang besar sebelum ditanam secara
komersial. Dari kedua tipe nurseri ini, tingkat manajemen dan kontrol terhadap
hama penyakit tanaman harus dilakukan secara intensif.
Ukuran
nurseri tergantung pada hasil bibit yang diinginkan, luas areal yang akan
direplanting dan jumlah bibit tebu dalam ton/ha yang akan ditanam skala
komersial. Varietas yang mempunyai populasi sedikit akan memerlukan areal bibit
nurseri yang cukup luas. Akan lebih baik jika dilakukan over estimasi terhadap
ukuran nurseri dalam hubungannya dengan bencana atau permintaan yang meningkat.
Nurseri harus diisolasi dengan batas yang jelas, untuk suatu periode (3 bulan) dan tanah harus diolah serta bebas
dari voluntir. Nurseri primer bibit tebu harus diperlakukan dengan air panas
juga dapat digunakan untuk mengurangi dominansi apikal, untuk mengeliminasi
kebutuhan pemotongan pada saat akan ditanam. Setelah tanam, sangat penting
untuk memonitor tanaman dari penyaki, mencabut tanaman yang terinfeksi terutama
oleh smut atau penyakit lain yang bisa menular secara sistemik dan bebas dari tanaman/varietas
campuran.
Di
Indonesia, Afrika Selatan, Swaziland mempunyai standar yang tinggi untuk
memproduksi bibit tebu. Di Zwaziland nurseri kebun bibit harus diregistrasikan
dengan ES (Extension Station) yang
akan melakukan inspeksi dan klarifikasi. Tidak ada nurseri yang akan
disertifikasi jika tidak memenuhi kriteria sebagai berikut :
Ø
Infeksi
smut dan mosaic lebih rendah dari 0.1 %.
Ø
Bebas
dari RSD dan YLS
Ø
Infeksi
Eldana
saccharina lebih rendah dari 4 per 100 batang
Ø
Bebas
dari tanaman off type dan lebih
rendah dari 0.1 % campuran dari varietas lain
Ø
Bibit
mungkin tidak bisa dipindahkan dari suatu wilayah ke wilayah lain tanpa sertifikat
maupun surat jalan, dan
Ø
Bibit
yang roboh berat dan umurnya berlebihan juga tidak dapat disertifikasi
Bibit
tebu untuk penanaman secara komersial harus tebu muda dari nurseri yang pasti,
bebas dari penyakit, tidak rusak akibat hama dan kerobohan serta merupakan
varietas murni. Tebu R1 dapat digunakan dalam penanaman jika memenuhi kriteria
ini, khususnya jika merupakan sebuah varietas baru yang hanya tersedia dalam
jumlah yang kecil untuk digunakan sebagai bibit.
PENANAMAN
Waktu
penanaman pada suatu tahun mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasil yang
diperoleh pada perkebunan tebu. Secara umum, penanaman pada waktu awal dapat
dilakukan, dan ini mungkin memberikan hasil yang tinggi. Hal ini karena masa
kritis mempunyai periode tumbuh dan ini akan mencapai hasil berkebun dan
penutupan kanopi yang lebih baik,
sebelum fase pemanjangan batang yang cepat pada kondisi yang panas. Ini juga
mungkin akan memperoleh curah hujan yang tinggi. Ini juga didemonstrasikan di
Zimbabwe (Ellis et al., 1984) dimana
kondisi untuk permulaan pemanjangan batang cepat akan diperoleh pada temperatur
rata-rata 18.50C dan
pembentukan lima daun dari atas pada awal pertumbuhan. Penanaman tebu yang
terlambat tidak akan diperoleh hasil yang memuaskan. Studi lain di Swaziland
menunjukkan bahwa akan terjadi penurunan hasil pada tanaman tebu sekitar 1.25
ton/ha untuk setiap minggu penundaan pada penanaman dari Juli hingga bulan
selanjutnya. Hasil yang sama dilaporkan dari negara lain.
Petani
pada lahan yang beririgasi lebih mengontrol program penanaman. Di areal tadah
hujan penanaman dapat ditunda hingga permulaan musim hujan, dan dapat
dipadatkan untuk melengkapinya sebelum curah hujan tinggi dan pada kondisi yang
kering penanaman berikutnya ditunda/dicegah. Setelah ini mereka dapat menerima
beberapa penanaman mungkin akan gagal tumbuh karena sedikit curah hujan yang
diterima. Pelaksanaan persiapan lahan secara komplit dan peralatan yang baik
dan tenaga yang tersedia, penanaman akan berhasil baik, khususnya dibeberapa
negara tropis,waktu permulaan musim kering dapat diperkirakan dengan akurasi
yang rasional dan hujan yang lebat diprediksikan akan terjadi. Sejauh penetrasi
air ke tanah sampai kedalaman 100 mm, batang tebu dapat dibenamkan dalam alur
dan ditutup dengan tanah. Tanah yang ada diatas mungkin kering, tetapi yang
bersentuhan dengan tebu masih lembab dan germinasi akan selalu bagus. Pemadatan
tanah (compressing) disekitar bibit
tebu yang ditanam untuk memperoleh tanah yang lebih bagus dan bibit tebu yang
kontak akan mempertinggi germinasi.
Bibit
tebu dibanyak negara selalu ditanam menggunakan tangan, ketika tenaga kerja
mahal, penanaman dengan mesin diterapkan seperti yang terjadi di Australia dan
USA. Pada penanaman secara manual kebutuhan bibitnya adalah 5-10 ton/ha, dengan
rata-rata 7 ton/ha untuk 50 % overlap. Bibit tanaman tebu pada umumnya dipotong
di nursery dan disusun dalam tumpukan. Biasanya bibit tidak diklentek untuk
melindungi mata bibit dari kerusakan selama transit, dan mencegah agar bibit
tidak kering sebelum ditanam. Jika mungkin dilakukan bibit yang roboh dan
terinfeksi hama dibuang. Bibit tebu dipindah/diangkut ke areal penanaman dengan
trailer, dan diturunkan ke areal untuk didistribusikan menggunakan tenaga manusia,
atau mungkin juga ditransfer ke areal menggunakan trailers melalui/melewati
alur yang ada.
Batang
dipotong dan dibawa ke areal untuk ditanam, atau pemotongan dilakukan dalam
alur. Bibit dipotong dengan panjang bervariasi, umumnya 3-4 mata atau dengan
panjang tidak lebih dari 450 mm. Pemotongan dilakukan dengan pisau atau golok (macchele). Kadang golok (guillotines) juga digunakan ketika bibit
disiapkan diareal. Pemotongan ini untuk mengurangi dominansi apikal yang akan
terjadi pada batang yang panjang ketika mata pucuk batang tumbuh, hormon
seperti zat kimia atau auksin memperlambat perkembangan mata yang lebih bawah
untuk meningkatkan derajad dari pucuk ke pangkal batang. Sehingga jika batang
ditanam akan diperoleh gap yang tinggi dalam suatu row dari tunas yang muda.
Gap ini harus disulam dengan bibit extra, ini akan memberikan hasil signifikan
waktu dan uang untuk material tanam. Namun jika batang dipotong dalam 3 mata
sebelum dicover, semua mata dapat berkecambah untuk seluruh row sehingga
pertumbuhannya seragam dan penyulaman tidak perlu dilakukan (gambar 4).
Pisau
pemotong harus direndam dalam larutan disinfektan (seperti 5.15 % Lysol, 0.1 % larutan Mirrol atau Roccal) untuk setiap row yang akan ditanam untuk meminimalkan
penyebaran RSD. Dibeberapa negara (seperti Zimbabwe) bibit direndam dalam
fungisida sebelum ditanam untuk mencegah serangan smut. Bibit ini kemudian
dicover dengan tanah sekitar 100 mm dengan memecah bongkahan tanah dengan
tangan menggunakan cangkul atau dengan implement untuk mengover (discs atau moudlboard). Pada areal beririgasi, penanaman diikuti dengan
irigasi secepat mungkin, khususnya jika varietas tersebut susah untuk
berkecambah. Pada areal tadah hujan, tebu harus ditanam jika diperkirakan dekat
dengan hujan.
Tanam
tumpang sari dilakukan dibeberapa negara seperti Afrika, Asia, Fiji dan
Mauritius. Dilakukan dengan menanam tebu pada inter-row tanaman pangan. Tanaman
ini selalau mempunyai pertumbuhan yang cepat seperti sayuran, sugar beans, kacang kedelai, kacang
tanah dan jagung yang ditanam bersamaan dengan penanaman tebu. Tanaman pangan
ini dapat dipanen ± 90 hari, sebelum tebu mempunyai konopi yang utuh (tajuk
telah menutup). Pada areal yang mempunyai curah hujan tinggi, tanaman pangan
tak suka untuk ditempatkan pada keadaan stres air pada tebu, dan efek naungan
merupakan pembatas bagi perkembangan awal tanaman. Sejumlah penelitian penting
yang dilakukan memperlihatkan bahwa produksi biomasa bersih tanaman tumpang
sari lebih besar daripada penanaman tebu
saja. Produksi beberapa makanan sangat menarik bagi petani yang mengerjakan hal
ini, karena seringkali seluruh lahannya ditanami dengan tebu.
Implemen
yang digunakan dalam musim penanaman sangat kompleks dan selalu ditarik oleh traktor
beroda, secara sederhana dipotong menggunakan alat pemanen, dibawa ke alur dan
dicover menggunakan discs yang lain mempunyai alat tambahan untuk membuka alur,
meletakkannya dalam alur, aplikasi pupuk dan dicover. Di Australia, dimana
mudah terserang penyakit nenas (Ceratocystis
paradoxa) pada beberapa varietas tertentu, dilengkapi dengan nozel yang
digunakan untuk menyemprotkan fungisida sebelum ditanam. Alternatifnya, mesin
ini dilengkapi dengan tangki yang telah diisi dengan fungisida. Kecepatan
penanaman menggunakan mesin lebih cepat dari pada penanaman secara manual
sekitar 8 ton/ha. Tipe alat penanam terlihat pada Gambar 5.
MANAJEMEN RATOON
Managemen
ratoon yang bagus sangat penting bagi kelanjutan tanaman produktif setelah
jangka waktu yang lama. Prioritas terbesar dalam pemeliharaan ratoon adalah
untuk memperbaiki kerusakan infrastruktur lahan, seperti jalan, saluran air,
saluran drainase, irigasi sub-permukaan, waktu untuk memperbaiki ini relatif
pendek. Karena pertumbuhan ratoon yang cepat, dan karena permintaan mesin pada
waktu ini sangat banyak ketika persiapan lahan dan penanaman mempunyai
prioritas yang besar.
Ada
beberapa perbedaan dalam manajeman antara areal tadah hujan dan beririgasi,
khususnya adanya pembakaran sampah setelah dipanen. Pada areal tadah hujan
salah satunya adalah untuk mempertahankan sampah sebagai mulsa (SASEX, 1996)
dalam hubungannya untuk meningkatkan hasil tebu dengan :
Ø
Penyimpanan
kelembaban tanah
Ø
Mengurangi
kehilangan air dari tanah melalui evaporasi, run off, erosi tanah dan surface
capping
Ø
Meningkatkan
penerimaan hujan oleh permukaan tanah, pertikel agregasi tanah dan secara
konsekwen meningkatkan ruang pori udara.
Ø
Menekan
pertumbuhan rumput secara efektif
Ø
Mengurangi
operasi pembakaran yang membahayakan dan polusi lingkungan.
Ø
Mengurangi
pemadatan tanah.
Ø
Mengurangi
jumlah aplikasi tertentu pada tanah ketika pupuk diaplikasikan mulsa.
Kerugiannya
adalah:
Ø
Keluaran
tebangan rendah
Ø
Hanya
sedikit alat panen mesin yang dapat menebang tebu hijau secara efisien dengan
konsekwensi mengurangi upah dan meningkatkan keluaran bahan ekstraksi di pabrik
dan ekstraksi sukrosa.
Ø
Sejumlah
tebu mungkin akan hilang pada saat tebang tebu hijau.
Ø
Regenerasi
ratoon terlambat khususnya selama cuaca dingin.
Ø
Pada
tanaman tebu yang terkena stres sampahnya mungkin akan menyebarkan serangga
(seperti trash worms dan Eldana
saccharina) pada regenerasi ratoon.
Ø
Sampah
tebal yang menutupi mungkin akan menekan hasil tebu.
Konsekwensinya,
walaupun argumen untuk penutupan trash sangat meyakinkan, ini hanya
direkomendasikan terbatas pada areal berbatu, pada areal miring dan tanah yang
mudah tererosi, untuk areal yang dekat dengan pemukiman penduduk dan dekat
dengan jalan utama dan dimana lapisan inversi panas rendah untuk mencegah
polusi udara.
Walaupun
sulit untuk menerapkan pemulsaan menggunakan seresah/sampah tebu, namun ini
tetap dilaksanakan di areal non irigasi untuk skala besar (industri) untuk
mendapatkan kegunaan pemulsaan. Sebagai contoh, pemulsaan digunakan secara
intensif oleh para petani kecil di Kenya karena curah hujan tahunan yang tinggi
di areal tebu hingga 2000 mm. Negara lain yang menggunakan mulsa ini adalah
Colombia, dimana perlindungan lingkungan menekan industri tebu untuk
berkomitmen tidak membakar tebu sejak tahun 2000. Pemecahannya adalah
mengembangkan alat panen yang efektif untuk tebu hijau dan varietas yang mudah
mengelentek. Australia juga membuat kebijaksanaan untuk menebang tebu hijau
pada tebu yang tidak diirigasi.
Banyak
industri tebu membakar seresah baik sebelum ataupun setelah tebang untuk
memudahkan pemeliharaan tanaman ratoon, terutama ketika diterapkan irigasi.
Walaupun demikian kadang masih ada kompromi ketika seresahnya masih tersisa,
mungkin dapat dikumpulkan untuk setiap row dipungut ke suatu row setiap 5-8
row. Namun demikian penerapan irigasi alur, seresah menghalangi aliran air.
Konsekwensinya, seresah harus selalu dibakar untuk memecahkan masalah ini.
Ripping
pada inter row dilakukan oleh beberapa negara untuk meningkatkan penyerapan dan
memecah kembali lapisan yang mengalami pemadatan. Jika pemanenan menyebabkan
beberapa kerusakan pada inter-row ini dapat diperbaiki dengan operasi ripping, tetapi juga bahaya bagi sistem
perakaran yang sudah ada dimana tanaman bergantung selama minggu pertama
setelah panen. Pembentukan kembali alur ridger setelah panen mungkin lebih
bermanfaat, khususnya pada areal yang menggunakan irigasi alur dan tanah
dangkal untuk membuat dasar perakaran lebih dalam pada alur diantara tunggul.
Mungkin
juga dilakukan penyulaman pada gap tanaman ratoon. Jika ini dilakukan,
pengoperasiannya harus dilakukan segera mungkin setalah panen, dan pada areal
irigasi dilakukan bersamaan dengan irigasi pertama. Gap akan disulam jika
jaraknya ± 1 m, dan jika dihubungkan gap pada sebuah row yang berdekatan. Tebu
dapat menggantikan tunggul yang hilang dan penyulaman hanya dilakukan jika
alasan tanaman yang hilang/rusak telah diidentifikasi dan dikoreksi. Selain itu
agen yang menyebabkan terjadinya gap mungkin kerusakan suplai tebu. Bentuk
efektif dari penyulaman adalah dengan set yang akan berkecambah pada suatu
nurserry. Bentuk bahan tanam dikenal dengan “ speedlings”. Operasional ratoon manajemen yang lain adalah
pemupukan dan kontrol rumput.
PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN
TEBU
Gulma
dideskripsikan sebagai tanaman yang tumbuh tidak pada tempatnya, dan tidak ada
tempat untuk tumbuh pada penanaman tebu yang secara efisien. Ketika gulma
dibiarkan tumbuh tanpa pengendalian di suatu areal penanaman, gulma akan
menekan dengan cepat dan merusak tebu. Gulma mempengaruhi tanaman dengan
beberapa cara yaitu :
Ø Persaingan dengan tebu terhadap
air, nutrisi, cahaya dan ruangan dan mempunyai pengaruh terhadap germinasi
Ø Merupakan inang pengganti
terhadap hama dan penyakit.
Ø Rumput dapat mengeluarkan zat
kimia yang merusak ke dalam tanah.
Gulma
sangat berbahaya ketika tanaman masih muda, dan lebih berbahaya untuk tanaman
ratoon, gulma relatif tidak penting ketika tanaman telah berkonopi penuh. Efek
gulma terhadap hasil tebu secara efektif didokumentasikan. Di Hawaii dan
Trinidad hasil akan meningkat ketika dilakukan weeding hingga 4 kali dan di
Afrika Selatan hasil menjadi 2 kali lipat jika pengendalian gulma dilakukan
dengan efektif.
Spesies
rumput ada 1) annuals (satu tahun),
yang hidup untuk 1 tahun dan membentuk biji pada tahun tersebut, 2) biennials (dua tahunan) yang hidup untuk
dua tahun dan pembentukan biji terjadi pada tahun kedua, 3) perennials (tahunan) yang hidup untuk
waktu lebih dari 3 tahun dan menghasilkan biji setiap tahunnya. Gulma juga
mungkin dikotil (gulma daun lebar)
atau monokotil (rumputan). Gulma
dapat terus berkembang pada areal penanaman karena bijinya dapat viabel untuk
waktu yang lama, memiliki kemampuan yang efektif dalam menekan, mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan biji dalam jumlah yang banyak, mempunyai sedikit
predator dan merupakan tanaman yang tahan.
Pengendalian
gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
Ø Preventif: Menjaga agar tanaman selalu
bebas dari gulma dan kanal irigasi dapat digunakan untuk menekan seedling dan distribusi gulma. Persipan
lahan juga bertujuan untuk mengendalikan gulma pada penanaman berikutnya.
Ø Cara
budidaya:
Menggunakan cahaya dan air untuk mengendalikan gulma dengan :
a) Pemeliharaan yang bagus,
germinasi dan meminimalkan gap dalam row
b) Mendapatkan penutupan kanopi yang
lebih cepat untuk menekan gulma.
c) Menggunakan jarak tanam sempit
d) Mengusahakan sedikit seresah pada
tanaman ratoon.
e) Menggunakan break crops dan rotasi tanaman untuk mencegah gulma yang dominan.
f) Managemen irigasi yang efektif,
seperti mengeliminasi areal yang lembab dengan irigasi tetes atau irigasi alur.
Ø
Mekanik: Biasanya menggunakan traktor,
tetapi bagal, kuda, sapi, kerbau yang menarik cultivator juga digunakan untuk
areal yang sempit. Weeding juga dapat menggunakan pengoperasian alat yang lain
seperti middle busting atau ridger re-building. Namun demikian, tebu
dapat rusak dan biji rumput dapat
berkecambah lagi. Hanya rumput pada interr row yang dikendalikan dan
metode ini kurang cocok untuk areal yang mempunyai saluran terbuka atau
arealnya miring.
Ø
Weeding manual, meliputi :
a) Mencabut rumput dengan tangan
dari row khususnya spesies rumput yang besar seperti Sorghum spp, Panicum spp
dan Rottboelia spp dan gulma daun
lebar seperti familia Cucurbitaceae
dan Commelina sp.
b) Cangkul tangan, ini biasa
dilakukan pada areal yang sempit, tetapi hanya efektif jika rumput masih kecil
dan kondisi kering dan merupakan pendukung pengendalian secara kimiawi.
Ø
Bahan kimia (Herbisida). Merupakan metode yang mahal,
tetapi sangat efektif ketika bahan kimia yang benar dipilih dan diaplikasikan
dengan cara yang benar. Kontrol gulma menggunakan herbisida pada suatu row,
dapat mengendalikan gulma dalam periode yang panjang, dapat dilakukan dengan
cepat pada areal yang luas dan memerlukan sedikit tenaga kerja dan mesin yang
perlukan.
PENGENDALIAN MENGGUNAKAN BAHAN
KIMIA
Pengendalian
menggunakan bahan kimia dilakukan pertama kali pada tahun 1920 dan 1930, tetapi
bahan yang digunakan sangat berbahaya seperti sodium chlorate (mudah terbakar) dan sodium arsenat (mempunyai toksisitas yang tinggi terhadap mamalia).
Sebagai konsekwensinya hanya digunakan dalam jumlah yang kecil. Kemudian dapat
dikembangkan hormon yang berfungsi sebagai herbisida(seperti 2.4 D dan MCPA)
dan bersamaan ini merupakan permulaan dari era baru dalam pengendalian gulma.
Herbisida yang digunakan pertama kali untuk mengendalikan gulma diaplikasikan
di areal tebu. Penggunaan herbisida ini terbatas untuk daun lebar yang tidak
berkayu, minyak dan pentachlorophenol
(PCP) kadang ditambahkan untuk meningkatkan kemajuan 2,4 D dan MCPA sebagai
herbisida kontak. Tehnik ini walaupun hanya membunuh gulma yang ada dan hanya
tebu yang baru berkecambah yang menderita karena adanya kompetisi. Di Hawaii
mereka mengembangkan sebuah metode untuk
menyemprotkan 2.4 D segera setelah
tanam, perlakuan tunggal untuk menggendalikan gulma sampai tebu berkonopi,
kemudian penutupan konopi menghambat pertumbuhan gulma.
Bersamaan
dengan pengembangan herbisida triazine
(seperti atrazine, ametryn, metribuzin
dan hexazinane) dan urea ( seperti diuron) yang relatif lebih bagus, herbisida dapat disemprotkan
setelah penanaman bibit tetapi sebelum biji gulma berkecambah. Konsekwensinya
banyak sekali gulma yang dapat dikendalikan terutama bebarapa rumput satu
tahunan.
Aplikasi
herbisida juga mungkin dilakukan setelah tebu berkecambah dan pada tanaman
ratoon. Ketika seresah dijadikan mulsa ini akan menekan/menghalangi pertumbuhan
gulma, walaupun demikian gulma yang tumbuh dengan pelan-pelan dan beberapa
rumput yang dapat tumbuh dengan cepat dapat juga tumbuh pada tempat yang bermulsa.
Dalapon merupakan herbisida efektif
yang pertama untuk rumputan yang dikembangkan, tetapi herbisida ini merusak
beberapa varietas tebu dan tidak boleh disemprotkan pada seluruh tanaman. Parakuat akan membunuh rumput, tetapi
juga menghanguskan sebagian daun tebu jika disemprotkan pada daun hijau. Namun
demikian efek ini hanya untuk sementara. Parakuat
dan sebagian besar gilfosat secara
luas digunakan untuk herbisida pra-tumbuh sebelum tebu berkecambah atau pada
tanaman ratoon segera setelah tebang. Asulam
digunakan untuk membunuh gulma rumputan secara selektif, khususnya Sorghum, Digitaria dan Rottboelia.
Ini juga digunakan dalam campuran dengan actril
untuk mengendalikan gulma rumputan dan daun lebar pada tanaman tebu.
Herbisida
yang dirilis lebih lambat lagi adalah golongan acetanilides (seperti alachlor
dan metolachlor) yang efektif
digunakan sebagai herbisida pra-tumbuh untuk mengendalikan gulma rumputan.
Golongan dinitroanilines (seperti trifluralin dan pendimethalin) dicampurkan dengan tanah sebelum tanam dan
mengendalikan dengan efektif biji-biji herbisida (rumputan). Acetochior merupakan jenis herbisida
baru yang lain yang mengendalikan secara efektif rumput tahunan dan gulma daun
lebar. Fluazifop p-butil merupakan
herbisida untuk rumputan yang juga membunuh tebu pada suatu dosis dan tidak
diaplikasikan secara langsung pada tanaman pada dosis tertentu. Biji rumputan
sulit dikendalikan, tetapi halosulfuron
merupakan herbisida baru khususnya efektif untuk beberapa rumputan.
Kebersihasilan
pengendalian gulma secara kimia membutuhkan pengetahuan tentang :
Ø Produk yang tersedia
Ø Kemampuan meningkatkan
efektivitas hirbisida oleh tanaman
Ø Kandungan lempung dan bahan
organik dalam tanah
Ø Stadia tumbuh ketika herbisida
lebih efektif.
Stadianya
adalah pre-emergent, post-emergent, post-emergent awal dan late
emergent. Umumnya rumputan yang masih muda lebih mudah dikendalikan dengan
herbisida. Sebagai pilihan tambahan herbisida akan mempengaruhi seiring waktu
kontrol yang dibutuhkan dan biaya produknya adalah biaya unit per ha per
minggu.
Kombinasi
herbisida yang biasanya digunakan untuk mengontrol gulma rumputan dan daun
lebar. Sejumlah kombinasi digunakan dalam beberapa negara tergantung
keberhasilan pada kondisi lokal dan bahan kimia harus terdaftar dinegara yang
menggunakannya. Herbisida tunggul digunakan untuk mengatasi masalah khusus dan
untuk mengontrol rumputan yang sulit seperti biji rumputan (Cyperus esculentus dan C. rotundus), rumputan (Panicum spp, Sorghum spp, Rottboelia
cochinchinensis, Paspalum spp, Cynodon spp, dan Digitaria spp) dan gulma daun lebar khususnya tanaman yang
merambat.
Metode
yang dapat digunakan untuk aplikasi herbisida sangat bervariasi, seperti
melalui udara menggunakan traktor (tractor
mounted boom sprayers), knapsack
(baik yang manual maupun bermesin) atau kontrol droplet, aplikator volume
rendah. Pemilihan metode ini tergantung pada banyak faktor tergantung pada spektrum
gulma, stadia tumbuh tanaman, ukuran pengoperasian, akses ke lapangan dan
kondisi tanah dan biaya yang diperlukan untuk pengoperasian suatu
metode.
Perekat kadang ditambahkan ke herbisida untuk meningkatkan efektivitas
herbisida dalam mengendalikan gulma. Penurunan permukaan semprot pada daun
gulma akan membasahi dengan baik dan efeknya cepat.
Herbisida
bersifat racun dan penggunaan secara aman sangat penting untuk menghindari
bahaya bagi manusia, binatang, tanaman non-target dan lingkungan. Semua
herbisida dicoba terlebih dahulu dengan teliti sebelum diregistrasi dan
digunakan untuk banyak negara. Walaupun demikian pengunaan harus mengikuti
aturan pakainya yang terdapat pada label dan memahami rekomendasi untuk apa
herbisida tersebut, juga cara mengantisipasi jika terjadi keracunan.
Sebagian
besar negara yang membudidayakan tebu merekomendasikan penggunaan herbisida.
Sebagai contoh adalah rekomendasi yang digunakan di Afrika Selatan dipaparkan
pada Tabel 1. Tabel tersebut mengilustrasikan pilihan yang tersedia bagi
penanam tebu, dan dosis campuran yang dapat digunakan untuk mengendalikan
gulma. Catatan nama bahan kimia diberikan pada Tabel 1 dan tidak menggunakan merk
dagangnya karena kadang merk berlainan untuk negara yang berbeda.
Tabel
1. Rekomendasi herbisida di Afrika Selatan, 1997
Herbisida
|
Dosis (L/kg)/ha
|
Gulma sasaran
|
Week
Kontrol
|
Persentase lempung (%)
|
Catatan
|
Pre-emergence (jangka pendek)
|
Tergantung kondisi kelembaban
tanah
|
||||
MCPA
|
7
|
B/L
|
5
|
||
Pre-emergence (jangka panjang)
|
Tergantung kondisi kelembaban
tanah
|
||||
Alachlor + MCPA
|
(5-6) + 4
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|
Alachlor + Atrazine
|
(5-6) + (2-6)
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|
Alachlor + Ametrin
|
(5-6) + (2-3)
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|
Alachlor +Diuron
|
(5-6) + (2-4)
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|
Metolachlor + Ametrin
|
(1-1.6) + (2-3)
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|
Acetochlor + Ametrin
|
(2-3) + (2-3)
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|
Acetochlor + Diuron
|
(2-3) + 2.5-3)
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|
Acetochlor + Atrazine
|
(2-3) + (2-6)
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
Lanjutan tabel 1
Imazethapyr + Acetochlor + Atrazine
|
(0.75-1 + (2-3) + (3-4)
|
B/L, G, YWG
|
10
|
Imazethapyr sangat merusak ketika kontak dengan daun tebu
|
|||||
Metazachlor + Atrazine
|
(1.5-2) + (2-3)
|
B/L, G, YWG
|
9
|
> 10
|
|||||
Metazachlor + Ametryn
|
(1.5-2) + (3-4)
|
B/L, G, YWG
|
9
|
> 10
|
|||||
Metazachlor + Diuron
|
(1.5-2) + 3
|
B/L, G, YWG
|
9
|
> 10
|
|||||
Thiazopyr
|
(1-4)
|
G
|
16
|
Semua
|
|||||
Thiazopyr + Acetochlor
|
(1-3) + 2.5
|
G, YWG
|
16
|
Semua
|
|||||
Thiazopyr + Diuron
|
(1-3) + 2.5
|
B/L, G
|
16
|
Semua
|
|||||
Thiazopyr + Acetochlor + Diuron
|
(1-3) + 1.5 + 2.5
|
B/L, G, YWG
|
16
|
Semua
|
|||||
Hexazinone
|
(0.6-1)
|
B/L, G, YWG
|
12
|
> 5 %
|
|||||
Pre-emergence (menyeluruh)
|
Tanah yang kering dalam
aplikasinya sebelum tanam diikuti dengan kondisi lembab
|
||||||||
EPTC
|
3-7
|
G, YWG, PWG
|
8
|
semua
|
Tanah menyeluruh
|
||||
Pre- sampai post- Emergence awal (jangka panjang)
|
|||||||||
Alachlor + Atrazine + Paraquat
|
6 + (2-6) + 1
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|||||
Alachlor + Ametryn + Paraquat
|
(5-6) + (3-5) + 1.5
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|||||
Alachlor + Diuron + Paraquat
|
(5-6) + (2.5-3) + 1.5
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|||||
Alachlor + Ametryn + Surfactant
|
(5-6) + 6 + 0.6
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|||||
Metolachlor + Ametrin + MCPA
|
(1-1.6) + 4-5) + 3.5
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|||||
Metolachlor + Ametrin + Paraquat
|
(1-1.6) + 2-3) + 1.5
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|||||
Metolachlor + Ametrin + Surfactant
|
(1-1.6) + 6 + 0.6
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|||||
Metolachlor + Diuron + Paraquat
|
(1-1.6) + (2-2.5) + 1.5
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|||||
Acetochlor + Ametrin + Paraquat
|
(2-3) + 4 + (1-1.5)
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|||||
Acetochlor + Diuron + Paraquat
|
(2-3) + 2.5-3) + 1.5
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|||||
Acetochlor + Atrazine + Paraquat
|
(2-3) + (2-6) + 1-1.5)
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|||||
Acetochlor + Ametrin + Surfactant
|
(2-3) + 6 + 0.6
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|||||
Metazachlor + Ametryn + Paraquat
|
(1.5-2) + 3 + 1
|
B/L, G, YWG
|
9
|
> 10
|
|||||
Metazachlor + Diuron + Paraquat
|
(1.5-2) + 3 + 1
|
B/L, G, YWG
|
9
|
> 10
|
|||||
Metribuzin + Diuron
|
3 + 2
|
B/L, G, YWG
|
12
|
6-35
|
|||||
Metribuzin + Diuron + Paraquat
|
3 + 2 + 1
|
B/L, G, YWG
|
12
|
6.35
|
|||||
Hexazinone + Diuron
|
0.8 + 1.5
|
B/L, G, YWG
|
12
|
> 5
|
Hanya untuk tanaman raton
|
||||
Sulcotrione + Atrazine (Proprietary mixture)
|
1.6 – 3.6
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|||||
Lanjutan tabel 1
Chlorimuron-ethyl + Metribuzin (Proprietary)
|
0.8-1
|
B/L, G, YWG, PWG
|
12
|
> 7
|
|
Tebuthiuron + Diuron
|
(2-2.5) + 2.5
|
B/L, G, YWG
|
9
|
8-50
|
|
Tebuthiuron + Ametryn
|
(2-2.5) + 4
|
B/L, G, YWG
|
9
|
8-50
|
|
Post-emergence (jangka panjang)
|
Lebih efektif jika diaplikasikan
pada tanah yang lembab
|
||||
Acetochlor + Diuron + Oxytril
|
(2-3) + (2.5-3) 1.25
|
B/L, G, YWG
|
9
|
Semua
|
|
Alachlor + Diuron + Oxytril
|
6 + 2.5 + 1.25
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|
Alachlor + Ametryn + Oxytril
|
(5-6) + (3-5) + 1.25
|
B/L, G, YWG
|
8
|
Semua
|
|
Metribuzin + Diuron
|
3 + 2
|
B/L, G, YWG
|
12
|
6-35
|
|
Metribuzin + Diuron + Oxytril
|
2.9 + 2.5 + 1.25
|
B/L, G, YWG
|
12
|
6-35
|
|
Metribuzin + Ametryn
|
3 + 3
|
B/L, G, YWG
|
12
|
6-35
|
|
Metribuzin + Ametryn + Paraquat
|
3 + 3 + 1
|
B/L, G, YWG
|
12
|
6-35
|
|
Hexazinone + Diuron
|
0.8 + 1.5
|
B/L, G, YWG
|
12
|
> 5
|
Hanya untuk tanaman ratoon
|
Hexazinone + Diuron + Oxytril
|
(0.6-1.2) + (1-2) + 1.5
|
B/L, G, YWG
|
12
|
> 5
|
Hanya untuk tanaman ratoon
|
Hexazinone + Ametryn
|
(0.6-0.7) + (3-4)
|
B/L, G, YWG
|
12
|
> 5
|
Hanya untuk tanaman ratoon
|
Metolachlor + Metribuzin + Paraquat
|
(1-1.6) + 2 + 1.5
|
B/L, G, YWG
|
12
|
Semua
|
|
Spotaxe (proprietary ) + S
|
2.5 + 0.3
|
B/L
|
8
|
Semua
|
|
Spotaxe + Diuron + 0.3
|
2 + 2.5 + 0.3
|
B/L, G
|
10
|
Semua
|
|
Post-emergence (Jangka pendek)
|
Lebih dipilih untuk tanah yang lembab memuaskan pada kondisi kering
|
||||
Ametryn + S
|
8 + 0.6
|
B/L, G
|
6
|
Semua
|
|
Ametryn + MCPA + S
|
(4-5) + 3.5 + 0.6
|
B/L, G, YWG
|
6
|
Semua
|
|
Ametryn + Oxytril
|
(4-5) + (1-1.25)
|
B/L, G, YWG
|
5
|
Semua
|
|
Ametrin + MCPA + Oxytril
|
(4-5) + 3.5 + 0.5
|
B/L, G, YWG
|
6
|
Semua
|
|
MCPA + S
|
7 + 0.6
|
B/L
|
5
|
Semua
|
Efektif mengendalikan PWG
|
MSMA
|
4 + 4 (Split applications)
|
G, YWG, PWG
|
4
|
Semua
|
|
Diuron + MCPA + S
|
2.5 + 4 + 0.6
|
B/L, G, YWG, PWG
|
5
|
Semua
|
|
Diuron + Oxytril
|
2.5 + (1-1.25)
|
B/L, G, YWG
|
5
|
Semua
|
|
Diuron + MCPA + Oxytril
|
2.5 + 3 + 0.5
|
B/L, G, YWG
|
6
|
Semua
|
|
Terbuthylazine + Bromoxynil (Proprietary
|
2
|
B/L
|
6
|
Semua
|
|
Halosulfuran + S
|
(0.05 + 0.5) +( 0.05 + 0.5) Split applications
|
YWG, PWG
|
6
|
Semua
|
Efektif mengendalikan PWG
|
Late post emergence (Jangka pandek)
|
Efektif baik pada kondisi kering maupun lembab
|
||||
Paraquat + MCPC
|
3 + 4
|
B/L, G, YWG, PWG
|
5
|
Semua
|
Penting untuk rumputan yang resistan
|
Lanjutan tabel 1
MSMA
|
6
|
G, YWG, PWG
|
4
|
Semua
|
Penting untuk rumputan yang resistan
|
Ametryn + MSMA
|
3 + 3
|
B/L, G, YWG, PWG
|
5
|
Semua
|
|
Diuron + Paraquat
|
2 + 2.5
|
B/L, G, YWG, PWG
|
5
|
Semua
|
Penting untuk rumputan yang resistan
|
Diuron + MSMA
|
3 + 3
|
B/L, G, YWG, PWG
|
5
|
Semua
|
Penting untuk rumputan yang resistan
|
Perlakuan untuk masalah khusus
|
|||||
Clyphosate
|
6-8
|
B/L, G, YWG, PWG
|
Penting untuk rumputan yang resistan
|
||
Glyphosate
|
8-10
|
B/L, G, YWG, PWG
|
Eradikasi merupakan cara yang efektif pada tebu yang
sedang tumbuh
|
||
Fluazifop-p-butyl
|
6
|
B/L, G
|
Eradikasi merupakan cara yang efektif pada tebu yang
sedang tumbuh
|
||
Hexazinone + Diuron
|
0.5 + 2.5
|
B/L, G, YWG, PWG
|
|||
Sulfosate
|
4
|
B/L, G, YWG, PWG
|
Penting untuk rumputan yang resistan
|
||
Sulfosate
|
5.3 – 6.7
|
B/L, G, YWG, PWG
|
Cepat untuk eradikasi
|
||
Kunci : B/L = Broadleaf weeds (Gulma daun lebar), G = Grasses (rumpuan),
YWG = Cyperus esculentus, PWG = Cyperus rotundus, S = Surfactant (perekat)
|
|||||
Baca label untuk dosis rekomendasi, kompatibilitas dengan herbisida
yang lain, instruksi campuran, keamanan yang diperoleh dan efek phytotoksisitas
pada tanaman tebu.
|
|||||
Sumber: South African Sugar Association Experiment
Station Herbicide Guide, 1997
|
Beberapa
aspek manajemen herbisida yang diberikan antara lain :
Ø
Merusak
tebu atau fitotoksisitas
a. Herbisida disemprotkan sebelum
tebu berkecambah memberikan kerusakan yang lebih rendah daripada disemprotkan
saat post-emergence
b. Tanaman tebu tua lebih bisa
bertahan dari kerusakan terkena bahan kimia jika dibandingkan dengan tebu muda.
c. Aplikasi post-emergence harus secara langsung dan semprotan sebisa mungkin
hanya mengenai sedikit daun tebu seperti penggunaan drop-arms dan flood jets
pada inter-row.
d. Pertumbuhan tebu yang menderita
didapat dari problem drainase (seperti genangan), kerusakan karena nematoda
atau kekurangan nutrisi, hal ini akan mengakibatkan kerusakan daripada
pertumbuhan tebu yang baik.
e. Beberapa varietas menunjukkan
gejala lebih tahan daripada varietas yang lain. Ketika suatu varietas ditanam,
aplikasi pre-emergence yang bagus
harus dilakukan atau perawatan khusus harus dilakukan post emergence secara langsung dan tidak mengenai daun tebu.
f. Panas, kondisi yang lembab meningkatkan
kerusakan tebu.
Ø Tanaman
ratoon.
Perkembangan tanaman ratoon lebih cepat daripada tanaman PC dan bebas dari
kompetisi terutama dari Cyperus spp
yang tumbuh tidak terlalu tinggi. Lebih murah, perlakuan jangka pendek akan
memberikan hasil yang memuaskan, tetapi perawatan harus dilakukan untuk
mencegah gulma yang tumbuh cepat sebelum muncul dan kompetisi dengan tanaman RC
yang akan sulit untuk dikendalikan.
Ø Pembatas
areal dan jalan
: Pengendalian gulma secara kimiawi juga digunakan untuk melindungi pembatas
areal, saluran air, saluran irigasi, saluran utama dan jalan kontrol, tidak
hanya untuk menjaganya tetap bersih tetapi juga untuk mencegahnya sebagai sumber
invasi rumput ke areal tebu. Glyfosat biasanya digunakan pada situasi dimana,
herbisida untuk daun lebar tidak tersedia dan penggunaan daun sempit tidak
efektif.
Ø Merusak
tanaman yang berdampingan antara areal dan kebun. Herbisida digunakan dalam areal
penanaman tebu (khususnya glyfosat,
fluazifop p-butil, 2.4 D dan MCPA)
dapat bersifat racun pada jenis tanaman yang lain dan tanaman di halaman rumah.
Butiran semprot yang kecil dapat menyebar bersama aliran angin dan mungkin juga
akan menguap dan terbang bersama angin untuk jarak yang cukup jauh.
Konsekwensinya, semua herbisida harus digunakan dengan perhatian yang besar
dalam areal dan pada jalan dan rel kereta api yang tanahnya tidak dibawah
kontrol penanam tebu. Areal yang sensitif harus disemprot hanya pada hari yang
tenang (hari libur) atau mengunakan produk yang tidak mudah menguap ketika
dingin bertiup.
IRIGASI DAN DRAINASE
Tanaman
tebu merupakan salah satu tanaman yang membutuhkan air dalam jumlah yang
banyak. Hanya padi dan tanaman berkayu yang mungkin menggunakannya dalam jumlah
yang lebih. Lysimeter mempelajarinya
pada tahun 1960 dan mendeterminasikan secara empiris hubungan antara hasil
dengan penggunaan air, kira-kira setara dengan 10 mm air (evapotranspirasi
tanaman) memproduksi hasil 1 ton tebu/ha (Thomoson, 1957). Tanaman tebu akan
bagus pada daerah yang mempunyai kandungan air 1.100–2.000 mm tergantung pada
faktor iklim dan umur tanaman.
Kebutuhan
air ini dipenuhi baik oleh air hujan maupun irigasi atau kombinasi keduanya.
Areal tebu yang sepenuhnya pada air hujan yang konsisten dan curah
hujannya dapat diandalkan dengan suatu
pola tertentu, atau mempunyai persentase ketersediaan air yang bagus bagi
tanaman untuk paling tidak 9 bulan dalam setahun. Areal ini memungkinkan untuk
dijadikan tempat penanaman tebu seperti di Caribbean, dataran tinggi tropis Kenya
dan Uganda, daerah berbatu di Afrika Selatan dan Queensland, dan daerah
tropis-subtropis Asia Tengara. Tetapi produksi tebunya selalu tergantung pada
cuaca, seperti El-Nino yang memberikan beberapa efek. Tebu tadah hujan tidak
akan pernah sebanding dengan penampilan tebu yang diirigasi, kecuali pada
kondisi yang bisa diharapkan. Peningkatannya, petani tebu mengevaluasi adanya
penambahan irigasi terhadap produksi tebu.
Setelah
akhir abad ini pengembangan tanaman tebu yang baru disesuaikan dengan keadaan
alam setempat dimana irigasi penuh diperoleh setiap stadia tumbuh tebu. Contoh
yang sangat extrim di daerah arit dan berbatu Peru, dimana curah hujannya
hampir tidak ada dan seluruh tahap pertumbuhan dibawah irigasi. Diareal
penanaman tebu irigasi yang lain di Amerika Selatan, Afrika dan Australia curah
hujannya umumnya 25-75 % dari kebutuhan air tanaman dan kekurangannya dipenuhi
dengan irigasi tambahan. Irigasi ini dapat diaplikasikan dalam bentuk yang
berbeda dan dengan derajad efisiensi yang berlainan. Sistem lama tidak
diperhitungkan sebagai modal dan biaya operasional dan tidak memperlihatkan
efisiensinya. Sistem lama tidak memperhitungkannya sebagai modal dan biaya
operasional dan tidak memperhatikan efisiensinya. Tetapi sekarang terjadi
kompetisi permintaan suplai air yang diintroduksikan dimana petani yang
menerapkan irigasi ini membangun sistem yang lebih efisien.
Irigasi
tidak sepenuhnya memberikan keuntungan dan juga mempunyai beberapa hal yang
tidak menguntungkan ketersediaan air tanah yang rendah pada daerah arid atau
semi-arid akan menimbulkan banyak problem pada beberapa stadia. Kecepatan
kehilangan air tergantung pada efisiensi irigasi dan porositas tanah, petani
tebu pada awalnya menerima ini dan merencanakannya menjadi lebih baik. Rencana
irigasi yang matang saat ini juga mempertimbangkan penggunaan air tanah untuk
menjaga ketersediaan air pada zona perakaran. Jika pengguna irigasi dapat
mengatasi masalah ini lebih dini dan menerapkan tekanan yang rendah dan air
tanah dipompa atau kehilangan tanah akibat salinitas dapat ditunda atau
dihilangkan.
Irigasi
dan drainase merupakan dua hal yang saling berhubungan dan saling berkaitan,
tetapi keduanya didiskusikan seluruh prinsip dan teorinya pada buku ini. Sampai
saat ini ada publikasi sempurna yang tersedia (Holden, 1998, Wither dan Vipond
1974; Smendema dan Rycroft, 1983) yang membahasnya secara bagus. Malahan
obyeknya adalah meriview perlengkapan irigasi dan drainase, sistem yang
digunakan pada tanaman tebu dan tehnik yang dapat diadopsi untuk meningkatkan
performance dan efisiensi.
SISTEM IRIGASI YANG TEPAT
Tebu
sebenarnya dapat tumbuh dibawah berbagai sistem irigasi, tetapi karena tebu
yang diirigasi, tetapi karena tebu yang diirigasi sebagian besar tumbuh pada
bumbungan dan sistem alur, lembah sungai atau irigasi alur pinggir tidak selalu
tepat. Artinya micro-jet sprinkler
lebih cocok untuk hortikultura dan tanaman berkayu daripada tanaman yang
ditanam dalam alur seperti tebu.
Tabel 2. Sistem irigasi yang
cocok untuk tebu.
Metode Penghantar
|
Kategori Primer
|
Kategori sekunder
|
Gravitasi
|
Alur
|
Pengisi selokan /parit
Pipa pindah
Pipa gerbang
Spile and drop spile
Saluran air datar
Gelombang
|
Tekanan
|
Irigasi atas
|
Sumbu utama
Linear move
Boom irrigator
Sprinkler
Floppy
Rand Gun or cannon
|
Irigasi tetes
|
Surfase drip
Subsurfase drip
|
1. Juga dikenal dengan irigasi permukaan (surface) atau flood
irrigation
2. Juga dikenal dengan Trickle
irrigation
Pada Tabel
2 didefinisikan sistem irigasi yang sangat tepat untuk tebu. Hanya ada 2 metode
untuk menghantarkan air irigasi yaitu dengan gaya gravitasi atau dengan
tekanan. Dengan gaya gravitasi hanya ada sistem irigasi alur, tetapi banyak
metode untuk menghantarkan air ke kepala/hulu alur. Metode tekanan dapat
dikategorikan sebagai irigasi atas (spray)
dan air dihantarkan dengan nozzle atau irigasi tetes dengan air yang
dihantarkan oleh tube dan emitters.
IRIGASI ALUR
Walaupun
data statistik yang lengkap tidak tersedia, irigasi alur merupakan sistem yang
dominan dalam penanam tebu. Survei yang dilakukan oleh KID ( Internasional Commission on Irigation and
Drainage) dan FAO (Food and
Agrikultural Organisation) menunjukkan bahwa sistem permukaan memiliki
nilai lebih dari 80 % dari seluruh areal irigasi di seluruh dunia.
Irigasi
alur pada tebu lebih dikenal dengan beberapa alasan yaitu :
Ø Air diaplikasikan melalui gaya
gravitasi tanpa membutuhkan tenaga
Ø Angin tidak mempengaruhi
efisiensi aplikasi
Ø Merupakan sistem yang sederhana dan
murah untuk merakit dan mengoperasikannya
Ø Dapat diaplikasikan untuk kisaran
tipe tanah yang luas, topografi dan lahan
Metode
alur dapat diartikan sebagai penerapan irigasi yang sangat bagus tetapi juga
merupakan irigasi dengan efisiensi yang paling buruk lebih rendah dari 30 %.
Faktor yang menyebabkan efisiensinya sangat buruk adalah kualitas persiapan
lahan yang jelek, areal bergelombang, perawatan yang tidak bagus dan kebocoran
saluran air, gerakan air dibelakang dan kehilangan karena perkolasi. Produktivitas
tenaga kerja juga lebih rendah jika dibandingkan sistem irigasi yang lain.
Praktek yang baik untuk irigasi
alur
Dengan
tekanan yang kontinyu pada sumber air dan efisiensi penggunaan air, irigasi
alur membersikan penampilan yang lebih baik. Praktek irigasi alur yang baik
akan memperoleh efisiensi 80-90 %, yang sebanding bahkan lebih baik daripada
irigasi atas. Ini akan terdiri dari beberapa praktek :
Ø Membatasi irigasi alur untuk
tanah berlempung, dimana kedalaman kehilangan air karena perkolasi selama
aplikasi irigasi alur diminimalkan (tanah yang bersaluran akan lebih dapat
diterima jika bersatu dengan air tanah membentuk sistem sirkulasi kembali).
Ø Mengoptimalkan tata letak lahan
dan tujuan alur, kemiringan dan ketajaman dari tipe lokal tanah dan
topografinya. Ini dapat dideterminasikan dengan tujuan percobaan areal dan
khususnya seperti SIRMOD II (Walker, 1989).
Ø Menghantarkan air hingga ketepi
areal dengan pipa pembawa atau saluran air (lempung), pelat beban atau garis
pembatas) untuk mengurangi kehilangan karena rembesan. Kanal tanah hanya digunakan
untuk membatasi tanah lempung.
Ø Distribusi air sepanjang tepi
areal dan kepala alur dengan gerbang pipa, saluran air atau kanal untuk
mengurangi kehilangan air karena rembesan.Kanal dari tanah hanya digunakan
untuk pembatas pada tanah lempung.
Ø Menyeleksi laju kecepatan aliran
air yang optimal untuk sebagian konfigurasi alur dan karakteristik tanah laju
aliran air biasanya berkisar 0.5 – 8 liter/s
Ø Mengumpulkan, menyetorkan dan
memutar kembali aliran air dari akhir alur ke awal saluran.
Ø Menyusun jadwal irigasi, dengan
menggunakan iklim berdasar kelembaban tanah atau instrumentasi tanah untuk
mendeterminasi waktu yang optimal untuk aplikasi irigasi.
Ø Menerapkan ikatan polimer tanah
pada air irigasi untuk meningkatkan penyerapan air dan untuk menghindari
pengendapan untuk tipe tanah.
Ø Memonitor tanah dan kualitas air
dan mengadapsi menajemen untuk melindungi struktur tanah dan mencegah
meningkatnya salinitas dan sodisitas. Menerapkan pembenah tanah seperti gypsum untuk tanah alkaline-sodik dan lime
untuk tanah asam mungkin bisa dilakukan, dan
Ø Menompang trash untuk melindungi
kelembaban tanah, walaupun penerapan ini kadang tidak cocok dimana alurnya
sangat panjang pada tanah miring alirannya akan terhalangi.
Sistem pengisian selokan
Berbagai
metode diusahakan untuk mengisi air dari pinggir areal ke kepala alur. Metode
utamanya adalah bentuk pengisi selokan yang dibendung sebanyak 20 alur untuk
setiap setnya. Sisi samping pengisi selokan dipecah pada suatu interval
menggunakan cangkul atau sekop untuk menjaga aliran air ke masing-masing alur.
Metode ini sangat murah untuk merakitnya tetapi butuh tenaga kerja yang
intensif, sejak pemutusan harus diperbaiki sebelum dilakukan langkah yang lain.
Aliran alur sangat pelan dan distribusi
air terjadi secara berkala dan sangat tergantung pada keahlian setiap
orang yang melakukannya. Letak alur pada hulu agar diperoleh air dalam jumlah
yang banyak dari pada bagian hilir. Perbaikan yang harus dilakukan pada metode
ini adalah mengurangi pengoperasian cangkul untuk menjaga aliran air sepanjang
alur kanal. Pemutusan tunggal hanya dibutuhkan untuk membuat aliran kanal
terseir untuk menyuplai bagian pada kepala alur dan alur ini dibuka sepanjang
waktu.
Metode
pengisian selokan cenderung diadopsi oleh petani dengan bongkahan tanah kecil
dan alur yang pendek, dimana kemiringan tanah harus ada. Sistem “ranting” dan
“utama” di Jamaika, sistem alur lembah Barahona di Repoblik Dominika merupakan
variasi dari metode ini. Panjang alur hanya 20-50 m dan kanal utama digunakan
untuk mengalirkan air untuk set irigasi ke areal sepanjang alur utama areal.
Pipa Pindah
Pipi
pindah mengakibatkan kontrol yang lebih bagus untuk pembagian air ke
masing-masing alur dan akan menutup kisaran penuh laju aliran yang diperoleh
pipa pindah dibuat dari pipa polythene
dengan diameter antara 25-75 mm. Pengoperasian yang ideal (seperti level air
pada kanal tersier hingga level air pada alur) adalah 50-300 m. Gambar 6
memberikan gambaran kurva untuk berbagai ukuran pipa.
Spile Pipes
Alternatif
penganti pipa pindah adalah spile pipe,
yang ditempatkan pada tembok pada kanal tersier untuk memenuhi 10-20 alur.
Sebuah gerbang buka tutup pada ceruk spile
pipe mengontrol aliran air, dan gerbang ini dioperasikan dengan membuka
penuh atau menutup penuh. Diameter spile antara 150-300 mm dan tipe
pengoperasian kepala 50-500 mm.
Versi
lain dari spile penurun pada kanal tersier dengan 1 atau 2 spile pipe berdiameter 50-75 mm per alur. Spile pipe ditempatkan pada bagian penurunan dibalikan kanal
tersier yang dibangun dari dudukan atau dipusatkan pada gundukan atau diberi
tanda (konsentrasi siraman). Sistem ini populer untuk layout alur dimana kanal
tersier pada tempat dimana kemiringannya sekitar 1 %, sejak pintu masuk bisa
dipindah dan daerah dengan pandang rumput yang luas tidak diperoleh seperti
yang ada pada sistem siphon. Kanal mengalir secara langsung sesuai kemiringan, dan
spile hanya akan dibuka jika alur akan diirigasi. Irigator biasanya memilih
spile karena lebih cepat dan mudah untuk mengoperasikannya dari pada pemindah
dan memasang pipa siphon. Pipa spile dan penutupnya lebih mudah diperoleh dari
sumber lokal (perusahaan plastik).
Sistem pipa gerbang dan saluran
pengantar air datar
Kanal
tarsier pada sistem siphon dan spile pada kenyataannya menjadi penghalang
pengoperasian pemanenan yang didapat pada tanjung agar peralatan bisa membelok.
Pipa gerbang dan saluran pengantar air datar merupakan sistem alternatif
irigasi yang memecahkan agar pada saat pemanenan diperoleh akses bebas dari
masalah panenan. Areal tebu yang dapat dipanen juga lebih besar jika
dibandingkan dengan sistem siphon atau spile sejak tanjung tidak diperoleh.
Pipa gerbang dan sistem saluran diperoleh dengan tekanan atas rendah dengan 0.2–2
m pada luarnya. Sistem pemendaman pipa diperlukan untuk mendistribusikan air ke
hidrant dan sebuah pompa atau kanal atau bendungan untuk pengoperasian atas.
Biaya instalasinya lebih tinggi jika dibangdingkan siphon atau spile, tetapi
untuk beberapa petani keuntungan pengoperasiannya tidak melebihi biaya ekstra.
Sebagai
perbaikan tambahan pada sistem pipa gelombang adalah untuk menginstal katup
gelombang untuk menekan air agar mengalir ke alur. Katup secara normal terletak
pada suplai hidrant pada pusat dua cabang dari pipa gerbang atau saluran pengahantar
datar. Prinsip pengoperasiannya adalah membuat gelombang air menuruni alur pada
set alternatif irigasi dengan interval waktu (contoh 30 menit hidup, 30 menit
mati) sampai riak air pada akhir alur. Ini disebut sebagai “fase kemajuan “
interval waktu kemudian dikurangi hingga ½ sampai siklus irigasi lengkap . ini
disebut sebagai “outback atau soak phase”. Pengisian dan pengosongan
secara objektif pada suatu alur pada fase kemajuan adalah untuk menyiapkan tanah
untuk fase outback, dengan menurunkan
kapsitas infiltrasi dan memperhalus profil alur. Pada fase outback menggunakan
lebih rendah laju aliran dan menerima kebasahan yang lebih seragam sepanjang
alur.
Irigasi
gelombang lebih efektif pada tanah aluvial yang tidak bersaluran dimana
kehilangan karena perkolasinya tinggi pada alur atas merupakan sebuah masalah
dan dimana aliran pada alur yang tinggi diperlukan untuk memperoleh air hingga
akhir alur. Keuntungan dari irigasi gelombang adalah hemat air dan tenaga
kerja, efisiensi aplikasi serta hasil yang tinggi. Pupuk juga bisa ditambahkan
dan dikontrol dari kutub gelombang. Tehnik irigasi gelombang banyak digunakan
di USA antara lain di Colorado dan USUCES (Utah
State University Cooperative Extension Service) dimana peneliti bekerja
pada berbagai tanaman yang berbeda. Dua produsen yang khusus memproduksi katup
gelombang adalah Waterman Industries.
Inc. Colifornia dan P & R Surge
Systems Ins, Texas. Program pembuatan katup dikontrol oleh tenaga surya.
Polyacrylamide (PAM) sebagai polimer pengikat tanah memberikan
beberapa keuntungan yaitu :
Ø Mengurangi erosi tanah dari alur
Ø Meningkatkan penyerapan air dan
Ø Mengurangi endapan nutrisi dan
pestisida yang keluar dari areal dan mengkontaminasi anak sungai.
PAM juga
biasa digunakan sebagai agen pengendap dan penjernih pada makanan, proses
pembuatan gula dan pada air. PAM bukan merupakan polutan tanah dan dapat diurai
oleh matahari dan cara budidaya. PAM dapat diaplikasikan dalam bentuk butiran,
tablet, cairan atau konsentrasi emulsi dan dosis aplikasinya antara 1-8 kg/1000
m3 aplikasi air, tergantung pada tipe tanah, bentuk alur dan
kecepatan aliran. Bahan kimia ini dicampur dan disuntikan pada kanal tersier
sebelah atas atau pada pipa sepanjang alur irigasi hingga akhir alur. PAM pada
umumnya hanya digunakan pada irigasi pertama setelah tanam atau pada saat
kultivasi inter-row ketika resiko kehilangan tanah tinggi. Jika kondisi tanah
memerlukan keadaan seperti ini. PAM dapat digunakan sebagai alternatif atau pilihan
irigasi yang lain. Untuk dampak maksimum, perlakuan air dengan PAM harus
diaplikasikan pada alur yang kering tanpa perlakuan sebelum pembasahan.
Penggunaan
polyacrylamide sebagai kondisioner
tanah baik dilakukan pada tanah lempungan dimana penyerapan air dan penyebaran
secara lateral pada profil alur jelek. Bahan kimia ini digunakan dan memberikan
efek yang bagus di Australia dan USA dan banyak penelitian informatif dan
laporannya tersedia (contoh Ross, Sojka dan Lentz, 1994-1997, dan Kimberley,
Idaho, USA melakukan banyak penelitian perintis).
IRIGASI ATAS (OVERHEAD IRRIGATION)
Irigasi
kedua yang terpopuler pada penanaman tebu diseluruh dunia adalah irigasi atas,
dimana air diaplikasikan dalam bentuk butiran dengan nozel yang ditempatkan
pada tanaman. Dengan metode ini, diperoleh keseragaman dan kekomplitan untuk
seluruh areal dan air akan diserap secara vertikal ke dalam tanah. Ini
merupakan cara yang berbeda untuk membasahi areal. Jika dibandingkan irigasi
alur dimana hanya 40-60 % permukaan tanah yang dapat dibasahi dan penyerapan
air secara lateral dan vertikal.
Secara
umum terdapat 3 kategori nosel atas (overhead
nozzles)
Ø Tekanan rendah dioperasikan pada
0,6-2,0 bar, dengan tipe lemparan beradius/jarak 3-12 meter.
Ø Tekanan menengah dioperasikan
pada 2,0-5,0 bar, dengan tipe lemparan berjarak 12-30 m.
Ø Tekanan tinggi dioperasikan pada
5,0-7,5 bar, dengan lemparan berjarak 30-65m.
Nozel
bertekanan rendah pada umumnya plastik dan mainted pada sistem irigasi boom
seperti sumbu utama, gerakan linear dan boom irigator. Tata letaknya disusun
dalam bentuk yang lebih ekonomis untuk ganjalan spinkler nozel tempat terbuka dibandingkan dengan sistem pipa fixed atau moveable riser. Pengecualian untuk FloppyTM sprinkler,
dimana bantalan pada pipa riser tau sistem kabel atas. Namun demikian,
pengoperasian sistem floppy pada alur dari tekanan rendah dan medium dan jarak
sprinker untuk tanaman tebu antara 12-15m. Industri hortikultura mungkin akan
mengoptimalkan untuk sprinkler tekanan rendah pada riser yang tertutup dan
sistem pipa, tetapi area untuk tanaman menjadi terpadatkan dan pada tanaman
tebu menjadi tidak ekonomis.
Nozel
bertekanan rendah pada umumnya terbuat dari kuningan atau plastik dan diganjalkan pada bodi sprinkler dari
plastik atau bronze. Untuk tebu, metode tradisional bantalan sprinkler pada 3-4
m pipa riser yang dihubungkan ke pipa fixed
atau moveable pada sistem distribusi.
Jarak pada umumnya pada 18 x 18 m.
Nozel
bertekanan tinggi pada umumnya terbuat dari plastik, kuningan, atau plastik dan
diganjalan pada badan sprinkle-gun
dari alumunium. Gun Sprinkler yang
membuat hujan (atau cannons) biasanya
diganjalkan pada trolleys taved
dengan irigator hose-reel (hard-hose atau soft-hose types). Pada beberapa kasus, gun sprinkler diganjalkan pada tripod yang dihubungkan pada pipa
sistem distribusi fixed atau moveable. Tetapi pemasangan tripod berat
dan memerlukan 2 orang untuk memindahkannya keposisi lain.
Sistem
tekanan rendah dan medium lebih mahal untuk menginstalnya, tetapi akan
membutuhkan energi yang rendah dan biaya pengoperasian. Sistem ini lebih cocok
untuk areal yang irigasi penuh dimana irigasi tiap tahunnya 500 mm atau lebih.
Sistem bertekanan tinggi dengan energi dan biaya pengoperasian yang lebih cocok
untuk areal yang beririgasi tambahan dimana kebutuhan irigasi tiap tahunnya lebih
rendah dari pada 500 mm. Deskripsi yang jelas pada sistem irrigasi atas
digunakan pada industri tebu, dan gambaran lengkap dari sistem sprinkler dan
peralatannya dapat diperoleh pada Kay, 1983.
SISTEM IRIGASI BOOM
Tiga
bentuk dasar sistem irigasi boom adalah centre
pipot irrigator, the linear move
irrigator dan boom irrigator.
Ketiganya menggunakan prinsip yang sama yaitu menggunakan sebuah pipa boom yang
berlevel tinggi untuk mengalirkan air irigasi ke nozel yang menyiramkan. Boom
biasanya mempunyai diameter 80-250 mm dengan panjang 15-60 m dan diperkuat
dengan menyusun tiang-tiang penopang yang terbuat dari balok dan atau kabel.
Perbedaan antara ketiga bentuk dasar ini adalah cara air dibawah oleh irigator
dan jalan bagaimana dia bergerak irrigasi
boom pertama menggunakan sprinkle konvensional yang digundukkan pada puncak
boom, tetapi perkembangan yang lebih modern adalah memasang nozel yang
bertekanan rendah, antara 0.7–1.4 bar (10-20 pst) pada tube bawah diikuti oleh
boom.
Pivot
pusat mempunyai ceruk air mati pada pusatnya, dan semprotan bergerak memutar.
Untuk areal seluas 50 ha harus mempunyai pivot paling tidak 7 spans ditambah dengan sebuah spans
serambi pada bagian luar disebelah dalam yang akan memberikan panjang 400 m.
Spans ini akan didukung pada sebuah kaki tower dan luas diameter roda
digerakkan oleh motor elektrik kecil berkekuatan 1 KW. Sensor dipasang pada
masing-masing tower kontrol yang dapat dipindah dan dibatasi oleh pivot spans.
Kecepatan aplikasi irigasi dapat disesuaikan dengan menganti kecepatannya pada
putaran pivot. Ukuran set sprinkler nozel
diperoleh sepanjang pivot untuk diganti pada kecepatan perjalanan.
Pivot
span yang lebih panjang dapat menjangkau areal irigasi yang lebih luas dan
sistem menjadi lebih murah. Namun demikian, kecepatan semprotan pada akhir
areal tidak lebih luas 90 ha adalah terlalu tinggi untuk tanah berlempung dan
kemiringan yang tajam. Pivot untuk areal 90 ha hanya untuk tanah berpasir
dengan kemiringan ringan. Sistem pivot yang terbaik pada tebu menggunakan
profil pivot yang tinggi dengan sempuran samping bawah setidaknya 4 m dari
permukaan tanah. Landasan dipadatkan dengan roda traktor untuk mencegah adanya
bekas roda (rutting) dan tebu ditanam
dalam row yang paralel dengan areal roda memutar.
Pivot
pusat merupakan metode paling sederhana untuk menghantarkan air dan mengontrol
batasannya, dan saat ini merupakan sistem irigasi boom yang banyak digunakan,
tetapi layout areal yang diputari tidak memberikan perubahan yang signifikan
pada perencanaan areal. Sistem cornering
masih eksis tetapi tidak selalu digunakan oleh petani tebu. Mereka lebih
memilih meninggalkan lahannya (jika air tanah menjadi utama) atau membangun
instalasi irigasi seperti irigasi alur atau solid
set sprinkler untuk areal yang lain lebih memilih untuk tidak diirigasi.
Pivot pusat sangat cocok untuk perkebunan komersial dalam skala luas ketika
irigasi menggunakan mesin dibutuhkan untuk menghemat tenaga kerja. Kontrol
menggunakan komputer merupakan pilihan
untuk pola multi pivot dimana otomatis secara penuh diperoleh . Ini
memungkinkan dan pada umumnya lebih ekonomis untuk mengaplikasikan pupuk,
herbisida, ripener dan insektisida pada
pivot jika nozel yang dipilih memungkinkan.
Namun
demikian pelapisan yang bagus diperlukan untuk mencegah korosi pada pipa.
Pembungkus plastik tersedia untuk air irigasi yang sangat korosif seperti dilutet destillery effluent (?). Pada
tahun 2001 biaya pivot untuk 50 ha (tergantung penghantar dan pemasangan tetapi
tidak termasuk pompa dan mainline)
sekitar 65.000 dolar US dan biaya per unitnya adalah 1.300 US dolar/ha. Pivot
yang lebih kecil membutuhkan biaya per unit yang lebih tinggi dan biaya per
unit untuk pivot yang lebih besar menjadi lebih murah.
Irigasi
dengan gerakan linear lebih biasa untuk layout areal konvensional, sejak
gerakan span pada sebuah garis lurus menuruni areal, dan nozel sprinkle
semuanya mempunyai spesifikasi yang sama. Air dipindahkan dari saluran terbuka
atau hydrant dan sistem dudukan yang
fleksibel pada tepi areal. Pembawa yang mempunyai 2 atau 4 roda membawa pompa
diesel untuk mengambil air dan generator diesel sebagai pembangkit tenaga
sistem MT. Kontrol pinggir diperoleh dengan kabel di sekitar tanah, sebuah roda
alur, atau kabel yang di bawa dan sebuah antena.
Manajemen
irigasi lebih kompleks dengan sistem linear dan pada suatu areal dapat
mengairinya untuk memperoleh kondisi yang kering atau irigasi double pada areal
yang sama. Sebagai alternatifnya jika layout areal cocok, irigasi linear dapat
diterapkan sepanjang areal dan melanjutkan kembali irigasi pada awalannya.
Irigasi
semburan cenderung memiliki profil yang rendah dan lebih cocok untuk irigasi
tambahan pada tanaman yang baru tumbuh atau pada tanaman ratoon yang masih
muda, beberapa petani memodifikasi irigasi semburan ini untuk mendapatkan dasar
yang lebih tinggi untuk mengairi tebu yang telah tua, tetapi dibutuhkan
topografi yang datar untuk memperoleh irigasi yang lebih stabil lagi.
Irigasi
semburan dapat diperoleh dari mesin dudukan atau tekanan sistem pipa yang dibakar
dengan hydrants dan dudukan. Tipe panjang boom adalah 30-50 m dan dapat
menghasilkan irigasi yang efektif dengan luas 45-72 jika dicocokkan dengan
akhir sprinkler, keungulan irigasi ini adalah semburannya halus dengan luas
yang dapat dijangkau besar, walaupun pengairan didasar dapat diperoleh irigasi
semburan didesain untuk menjangkau seluruh posisi areal untuk aplikasi irigasi yang
cepat.
NOZZLE LEPA (LOW ENERGY PRECISION APPLICATION)
LEPA
merupakan konsep yang dikembangkan di LISA untuk memperoleh level air yang
tinggi dan efisiensi energi pada sistem irigasi boom linear dan circular.
Sistem LEPA merupakan sebuah kombinasi dari spesifikasi alat yang bagus untuk
memberikan koefisien keseragaman (CU) lebih besar dari 94 % dan manajemen
air-tanah yang bagus. Salah satu karakter sistem LEPA adalah bahwa nozel
ditempatkan pada row tanaman dan lebih
kecil dari 450 mm diatas permukaan air tanah untuk mengurangi laju angin dan
kehilangan karena evaporasi. Drag-socks
dapat digunakan sebagai alternatif untuk nozel spray jika air irigasi dapat
diaplikasikan secara langsung pada permukaan tanah.
Sistem
LEPA dapat digunakan pada areal tanaman yang tinggi seperti agung, tetapi pada
tanaman tebu masalah utamanya adalah tidak dapat dibangun dengan tube yang
panjang dengan batang tebu yang roboh melewati inter row. Namun demikian,
banyak prinsip LEPA yang dapat diadopsi untuk tanaman tebu jika memungkinkan.
SISTEM SPRINKLE
Sistem
sprinkle dioperasikan dengan tangan dan dapat dikategorikan sebagai sistem
portobel, semi–permanen dan permanen. Ada variasi jumlah dengan jalan sprinkler
dapat digundukkan dan dipindahkan, seperti yang umum untuk tanaman tebu
terdapat pada Tabel 3 .
Tabel 3. Tipe
sistem sprinkler.
Kategori
|
Tipe Sistem
|
Deskripsi
|
Portabel
|
Dapat dipindahkan
|
Sprinkle langsung dihubungkan dengan permukaan pipa alumunium (lateral)
dan keduanya dipindahkan sesuai dengan kemajuan irigasi sepanjang areal. Pipa
alumunium utama dan pompa diesel juga dipindahkan untuk rotasi irigasi
sepanjang areal. Membutuhkan modal yang kecil tetapi membutuhkan tenaga kerja
yang intensif. Mungkin dilakukan pada tanaman tebu yang muda, dengan
memindahkan pipa sepanjang 9 m pada tanaman tebu yang tinggi akan sulit
dilakukan.
|
Semi Permanen
|
Hap a long
|
Sprinkler ditempatkan pada setiap 2 atau 3 tempat secara lateral,
kemudian pipa lateral hanya dipindah ½ atau 1/3 jumlah pada saat sprinkler
dipindahkan sprinkler diletakkan secara lateral diantara pipa lateral yang
dapat dipindahkan. Garis utama secara permanen diinstalasikan di bawah tanah.
Membutuhkan tenaga kerja yang lebih sedikit jika dibandingkan sistem
partabel, tetapi tetap susah untuk memindahkan pipa lateral pada tanaman tebu
tua.
|
Drag line (permukaan lateral )
|
Pipa alumunium lateral ditempatkan pada permukaan dan ditempatkan pada
sisi kanan pada saat musim irigasi. Sprinkler diletakkan pada tripod yang
portabel atau dudukan dan dihubungkan dengan hose yang fleksibel secara
lateral. Sprinkler dipindahkan pada posisi alur pada sudut yang lain dan
sepanjang lateral pada sebuah “module”
seperti 3 x 4 posisi pada alur 18 m
memerlukan module 54-72 m = 0.3888 ha membutuhkan sedikit tenaga kerja jika
dibandingkan dengan hop a long
sejak tidak ada pipa yang dipindahkan sampai panen, tetapi bagian–bagiannya
membutuhkan tebu untuk mempermudah mengerakan sprinkler.
|
|
Dragline (dikubur secara lateral)
|
Pipa lateral dan cabang sprinkler posisi alur secara permanen
dikonstruksikan dari pipa polyethylene hitam
berdiameter 25-80 mm ditempatkan dibawah tanah. Pipa riser dan tutup luar
menarik air keluar permukaan. Sprinkler diletakkan pada kedudukan riser dan
dihubungkan dengan hose yang pendek ke tutup luar. Putaran sprinkler sama
seperti sistem permukaan lateral . Hanya perlengkapan sprinkler harus dipindahkan
pada saat panen tetapi katup luar membutuhkan perlindungan dari kerusakan.
|
|
Permanen
|
Solid-set
|
Jaringan pipa yang dikubur di konstruksikan untuk menyuplai setiap
posisi sprinkler dan sprinkler riser dilengkapi dengan instalasi pada setiap
posisi, hanya sekali waktu dipindahkan pada saat panen. Operasi sprinkler
dalam kelompok dan dikontrol dengan operasi dengan tangan di areal.
Membutuhkan modal yang besar tetapi membutuhkan tenaga kerja yang sedikit;
dan bagian-bagian sprinkler tidak dibutuhkan pada tebu.
|
Sistem
dragline mempunyai banyak variasi dari konfigurasi “module” yang menjadi populer dan sistem irigasi serbaguna dalam
areal tebu skala industri yang beririgasi di Afrika Selatan. Gambar 13
mengilustrasikan layout tipe dragline
sprinkler dan pada 2001 biaya peralatan di areal sekitar 1.000 dolar US/ha (termasuk
pompa dan bipa untuk suplai utama).
FLOPPY SPRINKLER
Sistem floppy sprinkler merupakan irigasi atas
yang relatif baru yang ditemukan dan kembangkan di Afrika Selatan. Inovasi konsep
desain ini berbeda secara jelas dengan sistem nozel konvensional yang lain. Kepala
sprinkler merupakan tube silikon yang
fleksibel yang berputar secara lambat membuat lingkaran 360° membentuk butiran
yang besar seperti air hujan. Untuk pengoperasian yang efektif floppy sprinkler membutuhkan tekanan
minimum 2 bar. Masing-masing sprinkler dilengkapi dengan sebuah diafragma untuk
mengontrol aliran sehingga laju alirannya menjadi konstant walaupun tekanannya
berfluktuasi. Kepala sprinkler dapat diletakkan pada pipa riser atau pada
sistem kabel atas.
Pada
tanaman tebu, floppy sprinkler
dibangun secara solid dalam kaki tiga dengan ukuran 12 x14 m, yang akan
memberikan laju penyerapan 4.2 mm/hr. Pada 2001 biaya peralatan dilapangan
sekitar 1.700 dolar US termasuk pembuatan parit dan instalasi pipa lateral.
Sistem
floppy telah diuji secara ektensif oleh WRC (Water Research Cominision) di Afrika Selatan (Simpson dan Reinders,
1999) dan merupakan sistem proven. Ini banyak diterapkan pada perusahaan tebu
yang masih kecil karena merupakan metode yang simpel dalam pengoperasiannya,
biaya energi yang rendah dan membutuhkan perawatan yang mudah.
RAIN-GUN TRAVELLING
IRIGATORS
Rain-gun sprinkler merupakan irigasi yang dapat bejalan pada row tebu
dan 65 % arealnya dapat teririgasi (tipe 70-90 m). Putaran gun selalu diset
pada 270°-330° sehingga masalah areal sampling sprinkler dalam
perjalan langsung terairi juga sehingga masalah tracking tidak tidak diperoleh. Pancaran irigasinya mungkin 200-400
m panjangnya, tetapi mesin yang tersedia dapat mencapai 700 m. Tabel 4
memperlihatkan tipe kisaran operasi rain-guns.
Tabel 4. Tipe kisaran
pengoperasian rain guns
Kategori
|
Aliran
(l/s)
|
Tekanan gun (bar)
|
Dia.Hose (mm)
|
Jarak jalur
(m)
|
Run
(m)
|
Areal yg tercover (ha)
|
Waktu yg dibutuhkan aplikasi 25mm
|
Rata-rata penyerapan (mm/hr)
|
Kecil
|
8
|
4.8
|
63
|
52
|
200
|
1.04
|
9.0 hrs
|
6
|
Medium
|
16
|
5.5
|
90
|
66
|
400
|
2.64
|
11.5 hrs
|
8
|
Besar
|
35
|
6.2
|
125
|
85
|
500
|
4.25
|
8.4 hrs
|
10
|
Sistem rain-gun merupakan sistem yang serbaguna dan dapat beroperasi
dengan bagus pada dasar yang berobak-ombak (tidak rata) dan bentuk areal yang
tidak menentu. Laju aplikasi dapat disesuaikan dengan mengatur kecepatan jalan,
tekanan pada saat dioperasikan dan ukuran nozel. Namun demikian, lemparan yang
besar dari sprinkler berarti bahwa kecepatan angin pada umumnya mempengaruhi
distribusi air sehingga irigasi hanya pada malam hari dapat dilakukan. Irigator
berjalan diletakkan sekitar 1 jam untuk dipindah dan diset dijalur yang lain
dan menempatkan gun trolley pada
posisinya, tetapi 1 dimulai pada saat mesin tidak membantu sampai pindahan ini
selesai. Metode irigasi ini biasa dilakukan di Quesland pada tanah yang
berbukit dimana irigasi mendukung air hujan. Biaya yang diperlukan untuk skala
luas pada 2001 sekitar 20.000 dolar US (termasuk pompa dan garis utama) dan ini
dapat mengcover areal seluas 25 ha sehingga unit harganya adalah 800 dolar US/ha.
Ini membutuhkan biaya yang rendah dengan pengoperasian yang tinggi (seperti
energi) dibandingkan dengan sistem irigasi atas yang lain.
DRIP IRRIGATION
(IRIGASI TETES)
Sistem
drip relatif masih baru, jika dibandingkan dengan sistem irigasi lain seperti
alur dan over head. Sistem drip
pertama di temukan pada 1970an, dan
telah dicoba secara luas untuk tanaman hortikultura, akan tetapi masih sangat
sedikit penggunaannya (hanya 1 % dari total pemakaian irigasi seluruh dunia).
Namun
bagaimanapun juga telah banyak yang diinvestasikan untuk penelitian ini,
seperti merancang komponen–komponen yang bertujuan untuk mengurangi biaya
operasional. Hawaii (1980) dan India (1990 an) telah memakai sistem ini dengan
biaya dari pemerintah.
Irigasi
tetes merupakan sistem berteknologi tinggi yang membutuhkan pengetahuan yang
bagus mengenai hubungan tanah dan air, perlakuan air dan jadwal irigasi untuk
memperoleh hasil yang bagus keuntungannya adalah :
Ø Hasil tebu yang lebih tinggi.
Ø Hemat penggunaan air
Ø Hemat biaya pengoperasian
Ø Mengurangi perkecambahan dan
pertumbuhan gulma
Ø Merupakan metode aplikasi air
yang flexibel
Ø Dapat digunakan untuk
mengaplikasikan pupuk bersamaan dengan sistem tetes
Ø Sistem dapat dikontrol secara
manual, semi –otomatis atau otomatis.
Irigasi
tetes tidak toleran terhadap managemen yang jelek, dan aspek yang membutuhkan
pemahaman dan apresiasi mengenai :
- Irigasi ini bukan merupakan
bentuk irigasi visual, konsekwensinya membutuhkan monitoring yang lebih
berhati-hati dan crosscheck
meter alirannya, ukuran tekanan dan waktu aplikasi untuk mengakses agar
penampilan sistem benar atau ada gangguan.
- Ini membutuhkan suplai air
bersih dan membutuhkan ketelitian dalam penyaringan, pencucian kembali,
pembilasan dan pembuangan bahan kimia untuk menjaga agar emiter bebas dari
hambatan, yang dapat membahayakan dan dapat menyebabkan sistem rusak/tidak
dapat diberbalik.
- Membutuhkan operator yang
terampil yang telah ditraining dalam mengoperasian mesin dan menjaga
sistem tetes dan konsekwensinya menjaga ketika sistem tidak berjalan
dengan benar.
Penjagaan
yang buruk pada sistem irigasi alur dan atas akan menyebabkan pekerjaan
terhambat, tetapi pada sistem tetes akan
berakibat fatal. Ini harus selalu diingat.
PRINSIP PENGOPERASIAN
Prinsip
pengoperasian sistem irigasi tetes adalah mengaplikasikannya secara tepat dan
aliran air yang seragam menggunakan emiter langsung ke zone perakaran tanaman.
Kecepatan aliran untuk setiap emiter sangat kecil, tipe 0.8 – 4.0 l/jam, oleh
karena itu disebut “drip” atau “ trickle” irigasi. Cara membasahinya
dibentuk dibawah masing-masing emiter yang disesuaikan dengan tipe tanah. Pada
tanah lempung berpasir yang akan lebih menyebar secara vertikal, namun pada
tanah lempung akan menyebar lebih lateral.
Untuk
tanaman tebu perlu dilakukan percobaan untuk menentukan jarak drip (siraman)
yang paling tepat, karena kebutuhan penyiraman tergantung jenis tanah dan jenis
tanamannya. Setelah dicoba dengan beberapa variasi jarak, barulah ditentukan
jarak yang paling tepat. Pada tanah lempung berpasir, jaraknya antara 300-500
mm, sedang tanah liat 600-1000 mm, dan besarnya air yang diteteskan ± 1.0 mm
/jam.
Pada
sistem drip, pemakaian air bisa seefisien mungkin, karena air dibawah dari
sumbernya langsung melalui tabung atau pipa dan hampir tidak ada penguapan atau
kehilangan lain.
SISTEM COMPONENTS
Dimulai
dari ujung, inilah komponen-komponen utama sistem Drip (tetes) :
Ø Emitters : Pabriknya telah merancang
beberapa bentuk yang berbeda tapi semua mampunyai labirin untuk mencegah
penyumbatan air, dan ada beberapa produk yang dilengkapi dengan diafragma
sebagai kontrol tekanan.
Ø Dripper
Line (atau lateral) : terdiri dari tabung plastik
yang elastis dengan diameter 16-25 mm dan tebal 0.25–1.2 mm, dirancang untuk
tekanan saat operasi 1.0 bar dan panjangnya lebih dari 5000 m yang sesuai
dengan topografi dan jenis emitter.
Ø Dripper yang tipis di sebut drip-tape. Dripper ini diletakkan di atas permukaan atau di bawah tanah, di
tanam sekitar 100-200 mm di bawah tanah dan di saluran inilah di buat lubang
emiter, di buat di bagian atas, supaya endapan dapat terdorong ke atas, dan
mengurangi resiko masuknya sesuatu ke labirin.
Ø Main and submain : Ini adalah jaringan pipa yang menghubungkan saluran dripper ke pusat penyaringan,
pengirigasian dibagi atas panel-panel dan blok-blok secara manual atau kutup
otomatis yang mengontrol aliran air ke panel. Pada skema yang besar di pasang
saringan kedua pada kutup pusat ke pelindung saluran dripper, untuk mencegah
kerusakan pipa utama.
Ø Flushing
Main : Ini
optimal, tapi disarankan agar ada metode yang lebih sederhana saluran pipa dan
ujung dripper bawah tanah.
Ø Filter
Station : Pasir
dibuat sebagai media sistem penyaringan, ini diharapkan dapat menghalangi
kotoran atau benda lain terikut air bisa menggunakan saringan 125 mikron sesuai
spesifikasi emiter. Sistem saring ulang biasanya otomatis lengkap dnegan timer
dan tekanan maximum. Media pasir dengan diameter 1.2 m dapat mengalirkan ± 900
m3/jam, sedangkan 18 unit saringan disk pada toot porin ±
500m3 / jam. Jadi pusat penyaringan merupakan komponen yang vital.
Ø Fertigation
System : drip irigation cocok untuk aplikasi
pupuk (Nitrogen, Potasium dan hara mikro) tapi harus dalam bentuk cairan atau
gampang larut. Jika pupuk tidak murni, maka injection
poin harus dibuat ke aras saringan
utama atau saringan kedua pada skema besar. Alat ini dapat diatur dan
pindahkan. Sistem yang sederhana terdiri dari tangki pengaduk, flow meter pompa venturi injection yang ditempatkan di saluran by pass.
Ø Chemigation
System :
Tergantung kondisi lokasi, pemberian kimia dapat diberikan secara periodik,
yang tujuannya untuk mencegah terjadinya penyumbatan pada emiter. Contoh : Trifluratin (pencegah akar), chlorine (mengurangi algae dan bacteri
), dan sulphonic/ hidrocloric / nitric/
posphoric acid ( kontrol pH dan mineral. Sebelum pemberian zat kimia alat
digojlok lebih dahulu. Alat ini bisa dibawa, mempunyai unil pompa saat frekuensi
dan volume rendah.
Ø Pressure
Source : Tekanan
drip saat operasi, sekitar 4.0 bar pada inlet ke pusat penyaringan, dan
biasanya ini sudah ada di pompa kadang-kadang, di tempat penampungan air yang
tinggi, tekanan di dapat dari gaya gravitasi.
Ø Control
System : Bisa
diatur dari manual, dari semi otomatis sampai full otomatis. Pencucian saringan
biasanya secara otomatis, tapi katup untuk pemberian pupuk maupun zat kimia
bisa secara manual. Pada generasi awal,
sistem ini menggunakan hidraulic atau kawat elektrik yang diletakkan pada
parit-parit, dihubungkan dengan katup ke kanal irigasi, tapi ini sering
bermasalah dan rentan akan kerusakan. Keluaran sudah lebih canggih, serba
otomatis dan menggunakan radio operated
control.
Ø Ancillary
Components :
Peralatan lain yang umum di jumpai pada sistem drip adalah : flow meter, hidrometer (mengukur volume aplikasi irigasi ), Vacuum breakers ( mencegah masuknya
tanah ke emiter pada saat berhenti ). Air valves (untuk jalan keluar udara yang
terjebak), pressure gauges (untuk
sistem monitoring) dan pressure control
values (untuk sistem operasi).
Sumber
informasi tentang sistem drip, tersedia di Soopramanien dan Batchelor (1991)
Bureau, Pusat Penelitian Gula, Australia (1945) dan Literatur dari pabriknya
(Netatim, T-Tape, Hardie, Jain, dan lain-lain).
SURFACE DRIP
Dengan
penetasan di permukaan, dripper lebih baik diletakkan antara row dari pada
sepanjang sisi baris tebu. Jadi 2 row dapat disuplai oleh satu dripper. Bila
jarak antar row 1.5 m maka bisa dicover 3 m, ini lebih baik lagi pada tanah
liat yang menyerap. Pilih dripper yang tebal dan kuat supaya tahan pada
lingkungan, dan bisa digunakan, sebelum tebang, digulung ke dalam dan keluar,
tidak perlu dilakukan flushing (gejolak)
selama saluran dripper bisa dengan mudah di buka.
Surface drip disukai petani, tapi belakangan ini banyak yang
memilih sub surface drip. Surface drip memang sederhana
memasangnya dan mudah mengontrol sumbat atau bocornya, tapi lebih mahal, dan
ada beberapa kelemahan lain di bawah ini.
Ø Membutuhkan tenaga tambahan untuk
menggulung kedalam dan keluar pada saat tebang
Ø Saluran Dripper bisa kusut dan
rusak pada tebu yang banyak / besar dan roboh.
Ø Saluran berisiko di gigit tikus
Ø Bisa rusak total karena api
Ø Pada sisi yang tidak teririgasi
(bagian yang kering) bisa terjangkit penyakit smut yang parah.
Ø Pada row yang teririgasi,
rumputnya banyak.
SUB SURFACE DRIP
Menempatkan
saluran dripper di bawah tanah, dapat menggurangi kekurangan surface drip, dan dapat menggunakan
saluran yang lebih tipis dan murah, saluran yang tipis ini akan dikorbankan
saat replanting, jadi ekonomisnya sebaiknya dilakukan ratoon paling sedikit 6
tahun sekali.
Untuk
hasil yang optimal, dripper di tanam berbatasan dengan masing-masing row. Tapi
secara konventional dengan spasi 1.5 m, membutuhkan 6.667 m selang per ha,
telah di buat beberapa sistem yang bervariasi di Venezuela untuk memperpanjang
spasinya hingga 3 m, tapi selalu bermasalah dengan sistem harvesting dengan doble row, jarak 1.85 m bisa diatur dengan roda
harvester dan peralatan lain.
SOIL MOISTURE
INSTRUMENTATION
Tujuan
irigasi adalah untuk memenuhi kebutuhan air pada akar tebu dengan jumlah dan
frequensi yang tepat, supaya tercapai pertumbuhan yang maximum, diharapkan
irigasi dapat memberikan kelembaban tanah dan bisa dibuat jadwal irigasi yang
sesuai. Sayangnya lapisan tanah sangat bervariasi, sehingga bila menggunakan
hanya 1 alat pengukur kelembaban, tidak mencukupi untuk menentukan 1 blok
tanaman tebu tapi yang menjadi kendala adalah mahalnya alat ini. Pada generasi
awal, sensor kelembaban (blok gipsum dan tensiometer) hanya berfungsi pada
tanah yang berpasir ringan, padahal sebagian besar tebu ditanam pada tanah
lempung.
Sebagai
kesimpulan pada terbatasnya peralatan, irigasi dilakukan berdasarkan monitor
cuaca, dengan tujuan membuat formula dan memperhitungkan penguapan (penman monleith) atau mini evaporation tapi petani biasanya
melihat secara visual dan cross check
kelembaban dengan menggunakan Hand
Augering.
Baru-baru
ini ditemukan pengukur kelembaban tanah yang bisa membantu para peneliti dan
petani, dengan peralatan dengan berbagai skenario irigasi dan dihubungkan ke
pusat pengukuran cuaca secara otomatis, PC’s dan soft ware khusus, dibawah ini
beberapa alat yang umum di pakai.
Ø Neutron
probe : Sensor
ini ada di bawah tabung vertikal yang ditanam secara permanen dalam tanah. Ini
beroperasi melalui signal yang dipancarkan radio aktif dan menghitung dosisnya
melalui pengembalian neutron, kemudian software khusus untuk mengukur
kelembaban tanah, beberapa data dengan tingkat yang berbeda diambil dari lokasi
tube dan terlihat profil kelembaban pada zona akar setiap tube yang dipasang
perlu di kalibrasi.
Ø Time
Domain Reflectometry
(TDR): Prinsip pengoperasiannya dengan gelombang elektromagnetik yang di kirim
ke tanah melalui kawat stainless yang disebut wovequides . Pengukuran kelembaban tanah berdasarkan perubahan
dielektrik konstan pada tanah dengan variasi kandungan air ada beberapa
prosedur yang menawarkan alat ini, tapi biaya perawatannya mahal, jadi
pemakaian terbatas pada riset ilmiah.
Ø Enviro
SCAN (sentek): Satelit
ini dipasang secara permanen, membandingkan typical dari 4 sampai 8 posisi
sensor pada level yang berbeda, sensor untuk mengukur kadar air tanah. Satelit
ini dihubungkan ke data-lagger dan melanjutkan pencatatan data dengan interval
15 menit, datanya akan di down load ke notebook komputer atau di transfer oleh
modem ke PC untuk diproses oleh specialist software. Outputnya berbentuk grafik
dan beberapa siklus basah-kering dan menentukan angka full dan refill, tanpa
kalibrasi khusus. Jalur tube ke satelit harus dipasang dengan teliti, karena
hanya sedikit tanah yang ada disekitar tube, jadi bila ada gangguan maka sensor
akan memberikan data yang salah.
Ø Diviner
2000 (sentek) :
merupakan satelit EnviroSCAN yang bisa di bawa dan langsung dapat dibaca,
karena ada slide dibawah tube. Hasilnya dapat dibaca hanya beberapa detik, ini
lebih mudah dipakai untuk menentukan jawal rutin, tapi sateli ini banyak
digunakan untuk riset irigasi, dengan menguji jadwal yang berbeda.
Ø Aquaflex (streat) : prinsip kerjanya sama dengan TDR, tapi sensornya terdiri
dari kabel sepanjang 3 m yang ditanam secara harizontal dengan zona akar, ini
dipasang permanen untuk memonitor kelembaban tanah terutama untuk riset irigasi
diatas permukaan rumput dan tanaman yang perakarannya dangkal, pembacaan
kelembaban tidak berlaku dalam.
Ø Satelit Delta T : satelit ini
kembangkan dari sensor kelembaban Theta probe, dan dapat dibawa-bawa
maupun dipasang secara permanen bila ingin memonitor secara kontinyu.
Panjangnya 0.5 – 1 m, dibungkus tabung plastik dengan diameter 28 mm. Dapat
membaca 4-6 level prinsip kerja satelit ini sama dengan TDR, sedang
penggunaannya untuk tanaman tebu, tidak tercatat.
DRAINAGE
Kegagalan
lebih sering disebabkan kesalahan pola irigasi daripada ketidakcukupan air pada
irigasi yang baru harus saling menunjang dengan aturan-aturan drainase, dan
membuat perencanaan yang komplit dan terpisah. Di beberapa areal tebu kegaraman
dan keasaman perlu diperhatikan, sedang drainase yang baik merupakan prasyarat
untuk pertumbuhan tebu, untuk membuat drainase dan mengatur keasaman dan garam,
perlu pengetahuan tentang hidrologi dan lapisan tanah. Khususnya bagi pembina
pertanian dan lembaga pengulaan.
Tanaman
tebu sendiri sebenarnya merupakan “alat drainase” yang sangat efektif, karena
dari kanopinya (daun) dapat menguapkan sekitar 7 mm kedalaman air/hari, dan
pada tanah yang normal bahkan bisa lebih namun akar tebu tidak dapat memberi
toleransi terhadap kondisi tanpa oxigen yang disebabkan genangan air. Lebih
dari 2 hari akan terlihat penurunan hasil secara signifikan, sebab itu sangat
perlu dilakukan drainase.
KATEGORI
DRAINASE
Ada
dua golongan besar drainase :
Ø Surface
drainage
(permukaan ) : mengendalikan dan membuang air hujan dari permukaan tanah.
Ø Subsurface
drainage (di bawah
tanah) : menjaga agar air tidak tergenang pada zona akar.
Pada
tanaman tebu, permukaan air bawah tanah, harus dipertahankan 0.6 m di bawah
zona akar, untuk mencapai kondisi kelembaban yang optimum.
Pada
tanah free “draining” drainase
permukaan tidak terlalu genting, selama air hujan bisa diserap secara vertikal
melalui tanah, namun pada tanah yang bertopografi curam, perlu dilakukan
konservasi untuk mencegah erosi pada saat hujan lebat, sebaliknya sangat
diperlukan pada tanah lempung berat dengan gradien rata. Disini tebu dapat
tumbuh dengan baik pada tanah rata perlu dilakukan kontrol yang baik dengan
tera dan terlipat lerengan ke bawah, sehingga tidak ada genangan bisa juga
laveling dengan tujuan ganda sebagai alur irigasi dan drainase.
Permukaan
jalan pada sisi tebu harus lebar dan dangkal, agar mudah dilewati oleh
peralatan atau mein-mesin pertanian, lebih praktis lagi bila ditanami rumput,
agar kecepatan air berkurang dan tidak erosi. Contoh Vetifer zazanoides, Cynodon dactylon dan Stenotophrum secondatum. Dua spesies diatas harus dipangkas.
Dari
permukaan jalan tail drain, air hujan dialirkan ke selendari atau Drain utama,
sebelumnya dikeluarkan ke sistem regional atau ke sistem tali air. Profil diinginkan,
gorong-gorong dan jembatan penyebrangan berfungsi untuk menangkap jumlah air,
topografi dan koefisien permukaan. Biasanya ada buku petunjuk untuk petani
namun kalau tidak ada bisa konsultasi kepada ahlinya. Koefisien drainase
dipakai sebagai parameter untuk menghitung aliran pada gorong-gorong, struktur
dan kemampuan darinase dan rancangan yang cocok secara manual harus disesuaikan
ukurannya. Koefisien selalau diukur dengan liter/detik/ha, yang spesifik dengan
kondisi setempat.
Kriteria
48 jam atau 72 jam, digunakan 1 kali dalam 2 tahun atau satu kali dalam 5
tahun. Untuk menentukan kalkulasi keefisien drainase. Untuk tebu yang ditanam
di subtropikal coefisien antara 44-77
L/S/Ha. Keefisien lebih tinggi karena perpanjangan aliran air atau curah hujan.
DRAINAGE
SUBSURFACE
Drainase
yang baik diperlukan pada zona akar, untuk membersihkan dari garam dan menjaga
ratio air, mengontrol kadar air permukaan bawah 0.6 m (atau lebih dalam untuk
daerah bergaram) sangat vital bagi tanaman tebu. Hal ini dapat dicapai dengan :
Ø Dalam rapat dan terbuka
Ø Pengeringan dibawah permukaan (tile drain, slottedpipe, mole drains dan
lain-lain).
Ø Pompa sumur
Tingkat
permukaan air bawah tanah di buat berfluktuasi, karen adanya irigasi dan musim
hujan, ketika diketahui kadar air tinggi, sebaiknya dipasang monitor untuk
observasi, seperti network atau plezometer. Alat ini sederhana dan
murah, terdiri dari tabung 25 mm (biasanya dari plastik) yang dicucukkan ke
dalam tanah / lobang dengan diameter 75 mm, dalamnya 2 m, dan diberi pasir atau
kerikil supaya tidak runtuh untuk mencegah masuknya serangga atau yang lain,
ujung tabung ditutup semua dibuat penutup supaya air hujan tidak masuk kedalam
lobang. Level air dapat dimonitor dengan menggunakan sesuatu yang dilempungkan
yang bisa terapung dan diberi bendera.
Drainase
terbuka seperti ini kurang ideal untuk mengontrol permukaan air karena, banyak
tanah terpakai, kesulitan jalan dan perawatan, ini cukup efektif bila daya
konduksi hidrolik tanah sangat tinggi, contoh di Florida yang disebut tanah
“Muck” namun jarang ditemukan, namun pengeringan terbuka yang dalam, cukup
efectif pada garis mata air dimana tidak ada tanah yang kering atau dataran
rendah dengan tanah liat.
Sistem
chamber-bed, telah dikembangkan untuk pengeringan di daerah yang rata- tanah
liat berat, dan bisa digunakan dikebun–kebun tebu Guyana pengeringan terbuka
900-1200 mm, dilakukan oleh traktor yang implemen yang bisa membuat guludan.
Jaraknya 6-15 m, tergantung formasi guludan.
Pengeringan
antar guludan sebagai jalan mengalirnya air, juga sebagai kontrol permukaan air
dalam tanah. Kontrol ini hanya bermanfaat apabila ada kemiringan dan guludan
yang mengalirkan air secara harizontal pada tanah normal tidak ada pergerakan
air melalui tanah liat berat.
Sistem
drainase dengan jaringan pipa di bawah tanah, umumnya kurang ekonomis untuk
perubahan tebu, saat tertentu jalur irigasi bisa juga menaikan permukaan air
pada zona akar. Sistem ini pernah dilakukan di swaziland pada tanah padat,
dimana drainase harus dipasang dengan jarak 20-40 m. Setelah di hitung,
ternnyata biaya yang dikeluarkan senilai hasil kerja beberapa tahun. Sehingga
kalaupun dilakukan terbatas pada daerah yang sulit seperti bebatuan atau tempat
yang rendah.
Drainase
bawah tanah dibuat dan pipa (diameter 50.75 atau 100 mm) yang ditempatkan pada
paritan sempit sedalam ± 1.5m, dimana paritan tersebut di beri berikil
disekitarnya minimum 0.5 %, yang fungsinya untung menyaring partikel tanah.
Lobang di buat dari polythen atau di cetak dari beton, ditempatkan pada persambungan
atau persimpangan beberapa pipa, setiap periode di bersihkan dengan zet nosel.
Air tanah
bisa digunakan untuk irigasi asal kualitasnya baik mesin pompa sumur bisa
memberikan 2 keuntungan sekaligus, yaitu menurunkan permukaan air disatu tempat
dan melakukan pengairan di tempat yang kering, hal seperti ini ada dilakukan di
peruvian, dimana banyak lokasi yang permukaan airnya harus di kurangi dan
disiramkan ke lokasi yang kering, disini 30 % pengairan diambil dari bawah
tanah.
Pompa
sumur yang menanggulangi air tanah, sebaiknya dengan hidrologi yang bagus
dengan lapisan permeable dan tidak pergerakan air secara vertikal. Sumur-sumur
ditempatkan pada persegi tiga atau segi empat, supaya dapat mengurangi /
menurunkan air disekitarnya, hal ini dapat dipertimbangkan jika biaya yang
dikeluarkan berguna juga untuk pengairan atau hanya 1 sumur dapat menanggulangi
daerah yang cukup luas.
ENVIRON MENTAL
CONSIDERATION
Semburan
dari pengairan di kebun tebu, akan membuat alur air dan dapat menyebabkan
gangguan lingkungan, dimana racun-racun dan pupuk ikut terbawa oleh air dan
merusak habitat alam, jadi kualitas air yang terhambur harus di kontrol agar
tidak mengganggu lingkungan.
Di bawah
ini beberapa tehnik yang bisa dilakukan untuk menanggulangi kualitas air dan
kerusakan tanah akibat jalanaliran air.
Ø Pemberian jerami / sampah
tebu.Penahanan di lapisan sampah tebu dapat mengurangi kecepatan air dan
menyaring partikel tanah.
Ø Ground
cover : menanam
tumbuhan yang cocok pada daerah yang tidak ditanami tebu, seperti
pinggiranjalan, pinggir saluran air, dan lain-lain.
Ø Fallow
Cover Crop :
Menanam jenis kacang-kacang pada lahan yang sedang di istirahatkan, untuk
meningkatkan stabilitas tanah.
Ø Minimum
Tillage :
Meminimalkan jarak antar row pada saat bajak dan replant, mengurangi kerusakan
tanah.
Ø Channel
xelocity :
Merancang jaringan drainase supaya kecepatan air kurang dari 0.6 m/det, pada
tanah lempung, dan 12 m/detik pada tanah liat meminimalkan erosi dan pengikisan
tanah.
Ø Tail
water recycling
: membuat kolam penampung air, dan pompa penyaluran dan irigasi, kapasitas
penyimpanan tali air minimum 12 mm dari curah hujan pada seluruh luas area.
Ø Chemical
mechanisms :
memakai polimer memadatkan tanah (polyacrilamide) pada sistem irigasi permukaan
untuk memadatkan tanah.
Ø Drop
struktures and silt trap
: pemasangan struktur untuk
menanggulangi apabila secara tiba-tiba ketinggian berubah, airnya dapat dibuang
dan endapannya di tampung.
Ø Environmental
buffers :
menyediakan lahan basah cadangan dimana kecepatan mengalirnya rendah, letaknya
antara drainase utama dan kolam/sungai untuk menyaring endapan kontaminap lahan
cadangan ini perlu sekali pada perencanaan awal, dibuat pada persimpangan untuk
mencegah hilangnya endapan dan kontaminan.
Comments