Bolehkan Berdo’a dengan Bertawassul
Di daerah kami terdapat dua faham tentang mendo’a dengan
tawassul : Yang satu mengatakan boleh dan bahkan sunnat, sedang yang lain
mengatakan haram bahkan syirik, katanya.
Do’a bertawassul yang dipertikaikan itu adalah umpamanya :
Kesatu :
(Tulisan arab dalam proses)
Artinya : “Ya Allah, berkat Nabi yang pilihan (maksudnya
Nabi Muhammad SAW) sampaikanlah sekalian cita-cita kami, dan ampunilah dosa
kami yang telah lalu, ya Tuhan yang mempunyai kemurahan yang luas”.
Kedua :
Seseorang datang kepada seorang ulama yang saleh, lalu di
katakan kepadanya : “Tolonglah saya dengan do’a, kiranya Tuhan menyembuhkan
penyakit yang berlarut-larut ini”.
Ketiga :
“Ya Allah, berkat tuan Syeikh Abdul Qadir al Jailani,
seorang ulama tasawuf yang Engkau kasihi, mudahkanlah rezki kamu, sehingga kami
dapat membayar kewajiban kami kepada Engkau sebaik-baiknya”.
Kami ingin bertanya, apakah bero’a macam ini di bolehkan
oleh syara’ atau tidak? Kalau boleh haraplah di beri sedikit dalilnya, supaya
keimanan kam bertambah kuat.
Jawab :
Tersebut dalam kitab hadits Bukhari, begini :
(Tulisan arab dalam proses)
Artinya : “Dari sahabat Nabi Anas (bin Malik), bahwasanya
Saidina Umar bin Khathab Rda (sahabat Nabi terdekat) adalah apabila terjadi
kemarau, beliau meminta hujan dengan Abbas bin Abdul Muthalib (paman Nabi),
Umar berkata dalam do’anya : Ya Allah, bahwasanya kami telah bertawassul kepada
Engkau dengan Nabi kami, maka Engkau turunkan hujan, dan sekarang kami
bertawassul kepada Engkau dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan”.
(Sahih Bukhar jilid I halaman 128).
Keterangan dalam hadits ini :
1.
Dalam kitab Sahih Bukhari hadits ni terletak di
jilid pada halaman 128, dan di dalam kitab Fathul Bari Syarah Bukhari terletak
di jilid III halaman 150.
2.
Hadits ini di rawikan juga oleh Imam Baihaqi di
dalam kitab Sunan al Kubra jilid III pada halaman 352.
3.
Nampak dalam hadits ini Saidina Umar bertawassul
dengan Nabi, pada ketika mendo’a minta hujan di musim kemarau. Dan Nabi tidak
melarangnya berbuat begitu.
4.
Dan Saidina Umar juga bertawassul dengan paman
Nabi, Saidina Abbas bin Abdul Muthalib pada tahun Ramadah, yakni tahun 18 H,
dimana terjadi kemarau. Pada ketika itu Saidina Umar nin Khathab berpidato :
“Hai manusia, bahwasanya Rasulullah SAW berpendapat kepada bapaknya sebaga
seorang anak kepada bapak, maka ikutilah hai manusia Rasulullah itu tentang
bapaknya Abbas ini dan jadikanlah beliau “wasilah” (tawassul) kita kepada
Allah”. (Fathul Bari III halaman 151).
5.
Andai kata do’a bertawassul itu syirik, kenapa
Saidina Umar bin Khathab memperbuatnya dan Nabi membiarkan saja.
6.
Dan pula Umar bin Khathab, bukan bertawassul
dengan Nabi saja, tetapi juga dengan orang yang rendah dari Nabi seperti Abbas
bn Abdul Muthalib. Ini juga membuktikan bahwa bertawassul itu bukan saja dengan
Nab, tetapi boleh juga dengan ulama-ulama dan orang-orang saleh seperti Syaikh
Abdyl Qadir al Jailani.
Kedua :
Firman Tuhan dalam Al Qur’an :
(Tulisan arab dalam proses)
Artinya : “Dan kalau mereka pada ketika telah menganiaya
dirinya (dengan berbuat dosa) datang kepada engkau (hai Muhammad), lalu mereka
memohon ampun kepada Tuhan dan Rasul meminta ampunkan pula kepada Tuhan, maka
barang tentulah mereka mendapat ampunan Allah, bahwasanya Allah Penerima Taubat
dan Penyayang”. (An Nisa’ : 64).
Perhatikanlah! Seorang yang berdosa lalu datang kepada Nabi, mendo’a di hadapan Nabi
dan Nabi (Rasul) mendo’a pula kepada Allah memintakan ampun bagi orang itu,
sudah pasti do’a ini di kabulkan Tuhan.
Datang kepada Nabi
dan mendo’a di hadapan Nabi itulah
yang di namai tawassul.
Berso’a sebenarnya boleh langsung saja kepada Allah dan
boleh di lakukan di mana saja, tak perlu di hadapan Nabi, tetapi mendo’a di
hadapan Nab dan Nabi ikut pula memohonkan kepada Allah, itulah do’a yang paling
baik.
Ketiga :
Tersebut dalam hadits Bukhari juga begini :
(Tulisan arab dalam proses)
Artinya : “Dari Anas bin Malik seorang laki-laki pada suatu
hari Jum’at masuk ke masjid Nabi sedang Beliau berkhutbah. Masuknya itu di
pintu yang menghadap mimbar, maka ia berkata kepada Rasulullah SAW sambil
berdiri : Hai Rasulullah!! Telah rusak banyak ternak dan telah putus jalan,
maka tolonglah do’akan kepada Allah kiranya Allah menurunkan hujan! Lalu
Rasulullah SAW mengangkat tangan lalu mendo’a : Ya Allah ! Turunkanlah hujan, ya
Allah turunkanlah hujan, ya Allah turunkanlah hujan.
Berkata Anas bin Malik : Demi Allah, kami mulanya tidak
melihat adanya awan, baik yang bertumpuk dan baik yang bercerai berai, juga
tidak ada sesuatu yang lain di atas langit, kam melihat itu karena antara kami
dan bukit Sala’ tak ada rumah yang mendinding, kemudian muncul awan seupa
perisai ke tengah-tengah langit, bertebarlah ia di situ dan turunlah hujan.
Beberapa lama kami tidak melihat matahari”. (HR Bukhari – Sahih Bukhari I
halaman 128).
Keterangan :
1.
Dalam hadits ini diterangkan bahwa sahabat Nabi
dalam minta turun hujan mendo’a melalui Nabi. Ini namanya bertawassul dengan
Nabi.
2.
Sebenarnya sahabat ini boleh saja langsung
mendo’a dan minta hujan kepada Allah, tetapi rupanya ia suka bertawassul dengan
Nabi, dan Nabi tidak melarangnya berbuat begitu. Ini suatu pertanda, bahwa do’a
dengan bertawassul itu boleh, dan bahkan lebih baik.
3.
Do’a bertawassul itu nampaknya mujarrab, di
kabulkan Tuhan.
Ke-empat
Tersebut dalam kitab haits begini :
(Tulisan arab dalam proses)
Artinya : “Dari Utsman bin Hunaif, bahwasanya seorang
laki-laki bercacat mata datang kepada Nabi Muhammad SAW, maka ia berkata : Hai
Rasulullah, tolonglah mintakan kepada Tuhan agar Ia menyehatkan mata saya. Maka
Nabi menjawab : Kalau engkau suka boleh mendo’a, kalau engkau suka boleh sabar
dan itulah yang baik. Orang itu mendesak supaya di do’akan, lalu Nab Muhammad
SAW menyruh ia berwudhu dengan baik dan mendo’a dengan doa ini : “Ya Allah saya
mohon kepada Engkau dan saya menghadap kepada Engkau dengan Nabi Engkau,
Muhammad SAW, Nabi rahmat. (Hai Muhammad) saya menghadap dengan engkau kepada
Tuhanku untuk supaya Ia menerima permohonanku. Ya Allah, berilah syafa’at
beliau kepada saya”. (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah – Sahih Tirmidzi XIII, halaman
80-81 – Sunan Ibnu Majah I, halaman 418-419).
Nampak dalam hadits ini bahwa mendo’a dengan tawassul lebih
dekat kepada di kabulkan Tuhan.
Kelima
Dan banyak lagi hadits-hadits yang menyatakan bahwa do’a
bertawassul di amalkan oleh sahabat-sahabat Nabi, Salaf dan Khalaf.
Sebenarnya masalah do’a bertawassul ini sudah kami uraikan
panjang lebar dalam buu I’itiqad Ahlussunnah wal Jama’ah karangan kami juga,
pada halaman 284 – 303 cetakan kelima (1979).
Barangsiapa yang hendak mendalami soal ini bacalah buku itu.
Demikianlah jawaban kami.
Di sadur dari buku “Kumpulan Soal
Jawab Keagamaan” karya KH. Siradjudin ‘Abbas, halaman 137-142.
Comments