Puasa - Part III
SEDEKAH
DI BULAN RAMADHAN
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu
Abbas raldhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang
paling dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan, saat beliau
ditemui Jibril untuk membacakan kepadanya Al-Qur'an. Jibril menemui beliau
setiap malam pada bulan Ramadhan, lalu membacakan kepadanya Al-Qur'an.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika ditemui Jibril lebih dermawan
dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ahmad dengan tambahan:
"Dan beliau tidak pernah dimintai sesuatu kecuali
memberikannya. "
Dan menurut riwayat Al-Baihaqi, dari Aisyah radhiallahu
'anha :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika masuk
bulan Ramadhan membebaskan setiap tawanan dan memberi setiap orang yang
meminta. "
Kedermawanan adalah sifat murah hati dan banyak memberi.
Allah pun bersifat Maha Pemurah, Allah Ta'ala Maha Pemurah, kedermawanan-Nya
berlipat ganda pada waktu-waktu tertentu seperti bulan Ramadhan.
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah manusia
yang paling dermawan, juga paling mulia, paling berani dan amat sempurna dalam
segala sifat yang terpuji; kedermawanan beliau pada bulan Ramadhan berlipat
ganda dibanding bulan-bulan lainnya, sebagaimana kemurahan Tuhannya berlipat
ganda pada bulan ini.
Berbagai pelajaran yang dapat diambil dari berlipatgandanya
kedermawanan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di bulan Ramadhan :
Bahwa kesempatan ini amat berharga dan melipatgandakan amal
kebaikan.
Membantu orang-orang yang berpuasa dan berdzikir untuk
senantiasa taat, agar memperoleh pahala seperti pahala mereka; sebagaimana
siapa yang membekali orang yang berperang maka ia memperoleh seperti pahala
orang yang berperang, dan siapa yang menanggung dengan balk keluarga orang yang
berperang maka ia memperoleh pula seperti pahala orang yang berperang.
Dinyatakan dalam hadits Zaid bin Khalid dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
beliau bersabda:
"Barangsiapa memberi makan kepada orang yang berpuasa
maka baginya seperti pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi sedikitpun
dari pahalanya. " (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).
Bulan Ramadhan adalah saat Allah berderma kepada para hamba-Nya
dengan rahmat, ampunan dan pembebasan dari api Neraka, terutama pada Lailatul
Qadar Allah Ta 'ala melimpahkan kasih-Nya kepada para hamba-Nya yang bersifat
kasih, maka barangsiapa berderma kepada para hamba Allah niscaya Allah Maha
Pemurah kepadanya dengan anugerah dan kebaikan. Balasan itu adalah sejenis
dengan amal perbuatan.
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama termasuk
sebab masuk Surga. Dinyatakan dalam hadits Ali radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sungguh di Surga terdapat ruangan-ruangan yang bagian
luamya dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar.
" Maka berdirilah kepada beliau seorang Arab Badui seraya berkata: Untuk
siapakah ruangan-ruangan itu wahai Rasulullah? jawab beliau: "Untuk siapa
saja yang berkata baik, memberi makan, selalu berpuasa dan shalat malam ketika
orang-orang dalam keadaan tidur. " (HR. At-Tirmidzi dan Abu Isa berkata,
hadits ini gharib)
Semua kriteria ini terdapat dalam bulan Ramadhan. Terkumpul
bagi orang mukmin dalam bulan ini; puasa, shalat malam, sedekah dan perkataan
baik. Karena pada waktu ini orang yang berpuasa dilarang dari perkataan kotor
dan perbuatan keji. Sedangkan shalat, puasa dan sedekah dapat menghantarkan
pelakunya kepada Allah Ta 'ala.
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama lebih dapat
menghapuskan dosa-dosa dan menjauhkan dari api Neraka Jahannam, terutama jika
ditambah lagi shalat malam. Dinyatakan dalam sebuah hadits bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa itu merupakan perisai bagi seseorang dari api
Neraka, sebagaimana perisai dalam peperangan " ( Hadits riwayat Ahmad,
An-Nasa'i dan Ibnu Majah dari Ustman bin Abil-'Ash; juga diriwayatkan oleh Ibnu
Khuzaimah dalam Shahihnya serta dinyatakan shahih oleh Hakim dan disetujui
Adz-Dzahabi.) Hadits riwayat Ahmad dengan isnad hasan dan Al-Baihaqi.
Diriwayatkan pula oleh Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Nabi
Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa itu perisai dan benteng kokoh yang melindungi
seseorang) dari api Neraka"
Dan dalam hadits Mu'adz radhiallahu 'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sedekah dan shalat seseorang di tengah malam dapat
menghapuskan dosa sebagaimana air memadamkan api" (Hadist riwayat
At-Tirmidzi dan katrrnya. "Hadits hasan shnhih. "
Dalam puasa, tentu terdapat kekeliruan serta kekurangan. Dan
puasa dapat menghapuskan dosa-dosa dengan syarat menjaga diri dari apa yang
mesti dijaga. Padahal kebanyakan puasa yang dilakukan kebanyakan orang tidak
terpenuhi dalam puasanya itu penjagaan yang semestinya. Dan dengan sedekah
kekurangan dan kekeliruan yang terjadi dapat terlengkapi. Karena itu pada akhir
Ramadhan, diwajibkan membayar zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa
dari perkataan kotor dan perbuatan keji.
Orang yang berpuasa meninggalkan makan dan minumnya. Jika ia
dapat membantu orang lain yang berpuasa agar kuat dengan makan dan minum maka
kedudukannya sama dengan orang yang meninggalkan syahwatnya karena Allah,
memberikan dan membantukannya kepada orang lain. Untuk itu disyari'atkan
baginya memberi hidangan berbuka kepada orang-orang yang berpuasa bersamanya,
karena makanan ketika itu sangat disukainya, maka hendaknya ia membantu orang
lain dengan makanan tersebut, agar ia termasuk orang yang memberi makanan yang
disukai dan karenanya menjadi orang yang bersyukur kepada Allah atas nikmat
makanan dan minuman yang dianugerahkan kepadanya, di mana sebelumnya ia tidak
mendapatkan anugerah tersebut. Sungguh nikmat ini hanyalah dapat diketahui
nilainya ketika tidak didapatkan. (Lihat kitab Larhaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu
Rajab, hlm. 172-178.)
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya (kepada kita semua).
Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi kita
Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya.
TAFSIRAN AYAT-AYAT TENTANG PUASA
Allah Ta'ala berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kama agar kamu
bertaqwa. (Yaitu) dalam beberapa hari yang teutentu. Maka barangsiapa di antara
kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah
baginya bevpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak
beupuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa
yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik
baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui
"(Al-Baqarah: 183-184)
Allah berfirman yang ditujukan kepada orang-orang beriman
dari umat ini, seraya menyuruh mereka agar berpuasa. Yaitu menahan dari makan,
minum dan bersenggama dengan niat ikhlas karena Allah Ta'ala. Karena di
dalamnya terdapat penyucian dan pembersihan jiwa, juga menjernihkannya dari
pikiran-pikiran yang buruk dan akhlak yang rendah.
Allah menyebutkan, di samping mewajibkan atas umat ini, hal
yang sama juga telah diwajibkan atas orang-orang terdahulu sebelum mereka. Dari
sanalah mereka mendapat teladan. Maka, hendaknya mereka berusaha menjalankan
kewajiban ini secara lebih sempurna dibanding dengan apa yang telah mereka
kerjakan. (Tafsir Ibn Katsir, 11313.)
Lalu, Dia memberikan alasan diwajibkannya puasa tersebut
dengan menjelaskan manfaatnya yang besar dan hikmahnya yang tinggi. Yaitu agar
orang yang berpuasa mempersiapkan diri untuk bertaqwa kepada Allah, Yakni
dengan meninggalkan nafsu dan kesenangan yang dibolehkan, semata-mata untuk
mentaati perintah Allah dan mengharapkan pahala di sisi-Nya. Agar orang beriman
termasuk mereka yang bertaqwa kepada Allah, taat kepada semua perintah-Nya
serta menjauhi larangan-larangan dan segala yang diharamkan-Nya. (Tafsir
Ayaatul Ahkaam, oleh Ash Shabuni, I/192.)
Ketika Allah menyebutkan bahwa Dia mewajibkan puasa atas
mereka, maka Dia memberitahukan bahwa puasa tersebut pada hari-hari tertentu
atau dalam jumlah yang relatif sedikit dan mudah. Di antara kemudahannya yaitu
puasa tersebut pada bulan tertentu, di mana seluruh umat Islam melakukannya.
Lalu Allah memberi kemudahan lain, seperti disebutkan dalam
firman-Nya:
"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak
hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. " (Al-Baqarah: 184)
Karena biasanya berat, maka Allah memberikan keringanan
kepada mereka berdua untuk tidak berpuasa. Dan agar hamba mendapatkan
kemaslahatan puasa, maka Allah memerintahkan mereka berdua agar menggantinya
pada hari-hari lain. Yakni ketika ia sembuh dari sakit atau tak iagi melakukan
perjalanan, dan sedang dalam keadaan luang. (Lihat kitab Tafsiirul Lat'nifil
Mannaan fi Khulaashati Tafsiiril Qur'an, oleh Ibnu Sa'di, hlm. 56.)
Dan firman Allah Ta 'ala :
"Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain." (Al-Baqarah : 184)
Maksudnya, seseorang boleh tidak berpuasa ketika sedang
sakit atau dalam keadaan bepergian, karena hal itu berat baginya. Maka ia
dibolehkan berbuka dan mengqadha'nya sesuai dengan bilangan hari yang
ditinggalkannya, pada hari-hari lain.
Adapun orang sehat dan mukim (tidak bepergian) tetapi berat
(tidak kuat) menjalankan puasa, maka ia boleh memilih antara berpuasa atau
memberi makan orang miskin. Ia boleh berpuasa, boleh pula berbuka dengan syarat
memberi makan kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya.
Jika ia memberi makan lebih dari seorang miskin untuk setiap harinya, tentu
akan lebih baik. Dan bila ia berpuasa, maka puasa lebih utama daripada memberi
makanan. Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas radhiallahu 'anhum berkata: "Karena
itulah Allah berfirman :
"Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
" (Tafsir Ibnu Katsir; 1/214)
Firman Allah Ta 'ala :
"(Beberapa hari yang ditentukan itu adalah) bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka) maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur." (Al-Baqarah: 185).
Allah memberitahukan bahwa bulan yang di dalamnya diwajibkan
puasa bagi mereka itu adalah bulan Ramadhan. Bulan di mana Al-Qur'an –yang
dengannya Allah memuliakan umat Muhammad-diturunkan untuk pertama kalinya.
Allah menjadikan Al-Qur'an sebagai undang-undang serta peraturan yang mereka
pegang teguh dalam kehidupan. Di dalamnya terdapat cahaya dan petunjuk. Dan
itulah jalan kebahagiaan bagi orang yang ingin menitinya. Di dalamnya terdapat
pembeda antara yang hak dengan yang batil, antara petunjuk dengan kesesatan dan
antara yang halal dengan yang haram.
Allah menekankan puasa pada bulan Ramadhan karena bulan itu
adalah bulan diturunkannya rahmat kepada segenap hamba, Dan Allah tidak
menghendaki kepada segenap hamba-Nya kecuaii kemudahan. Karena itu Dia
membolehkan orang sakit dan musafir berbuka puasa pada hari-hari bulan Ramadhan
(Tqfsir Ayarul Ahkam oleh Ash Shabuni, I/192), dan memerintahkan mereka
menggantinya, sehingga sempurna bilangan satu bulan. Selain itu, Dia juga
memerintahkan memperbanyak dzikir dan takbir ketika selesai melaksanakan ibadah
puasa, yakni pada saat sempurnanya' bulan Ramadhan. Karena itu Allah berfirman
:
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
agar kama bersyukur. " (Al- Baqarah: 185).
Maksudnya, bila Anda telah menunaikan apa yang diperintahkan
Allah, taat kepada-Nya dengan menjalankan hal-hal yang diwajibkan dan
meninggalkan segala yang diharamkan serta menjaga batasan-batasan (hukum)-Nya,
maka hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur karenanya. ')"
(Tafsir Ibnu Karsir, 1/218)
Lalu Allah berfirman :
"Dan apabila para hamba-Ku bertanya kepadamu tentang
Aku maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdo 'a apabila ia memohon Kepada-Ku maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah)-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar
mereka selalu berada dalam kebenaran." (Al-Baqarah:186)
Sebab Turunnya ayat :
Diriwayatkan bahwa seorang Arab badui bertanya : "Wahai
Rasulullah, apakah Tuhan kita dekat sehingga kita berbisik atau jauh sehingga
kita berteriak (memanggil-Nya ketika berdo'a)?" Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam hanya terdiam, sampai Allah menurunkan ayat di atas. ' (Tafsir Ibnu
Katsir; I/219.)
Tafsiran ayat:
Allah menjelaskan bahwa Diri-Nya adalah dekat. Ia
mengabulkan do'a orang-orang yang memohon, serta memenuhi kebutuhan orang-orang
yang meminta. Tidak ada tirai pembatas antara Diri-Nya dengan salah seorang
hamba-Nya. Karena itu, seyogyanya mereka menghadap hanya kepada-Nya dalam
berdo'a dan merendahkan diri, lurus dan memurnikan ketaatan pada-Nya semata.
(Tafsir Ibnu Katsir, I/218.)
Adapun hikmah penyebutan'Allah akan ayat ini yang memotivasi
memperbanyak do'a berangkaian dengan hukum-hukum puasa adalah bimbingan kepada
kesungguhan dalam berdo'a, ketika bilangan puasa telah sempurna, bahkan setiap
kali berbuka.
Anjuran dan Keutamaan Do'a:
Banyak sekali nash-nash yang memotivasi untuk berdo'a,
menerangkan fadhilah (keutamaan)nya dan mendorong agar suka melakukannya. Di
antaranya adalah sebagai berikut :
1. Firman Allah Ta 'ala :
"Dan Tuhanmu berfirman: Berdo'alah kepada-Ku, niscaya
akan Kuperkenankan bagimu." (Ghaafir: 60). Di dalamnya Allah memerintahkan
berdo'a dan Dia menjamin akan mengabulkannya.
2. Firman Allah Ta'ala :
"Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan
suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas. " (Al-A'raaf: 55).
Maksudnya, berdo'alah kepada Allah dengan menghinakan diri
dan secara rahasia, penuh khusyu' dan merendahkan diri. "Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." Yakni tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas, baik dalam berdo'a atau lainnya,
orang-orang yang melampaui batas dalam setiap perkara. Termasuk melampaui batas
dalam berdo'a adalah permintaan hamba akan berbagai hal yang tidak sesuai untuk
dirinya atau dengan meninggikan dan mengeraskan suaranya dalam berdo'a.
Dalam Shahihain, Abu Musa Al-Asy'ari berkata:
"Orang-orang meninggikan suaranya ketika berdo'a, maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai sekalian manusia, kasihanilah dirimu,
sesungguhnya kamu tidak berdo'a kepada Dzat yang tuli, tidak pula ghaib.
Sesungguhnya Dzat yang kama berdo'a pada-Nya itu Maha Mendengar lagi Maha
Dekat. "
3. Firman Allah Ta 'ala : "Atau siapakah yang
memperkenankan (do'a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo'a kepada-Nya,
dan yang menghilangkan kesusahan?" (An Naml: 62).
Maksudnya, apakah ada yang bisa mengabulkan do'a orang yang
kesulitan, yang diguncang oleh berbagai kesempitan, yang sulit mendapatkan apa
yang ia minta, sehingga tak ada jalan lain ia baru keluar dari keadaan yang
mengungkunginya, selain Allah semata? Siapa pula yang menghilangkan keburukan
(malapetaka), kejahatan dan murka, selain Allah semata?
4. Dari An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhu, dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Do'a adalah ibadah." (HR, Abu Daud dan
At-TiYmidzi, At-Tirmidzi berkata, hadits hasan shahih).
Dari Ubadah bin Asb-Shamit radhiallahu 'anhu ia berkata,
sesungguhnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak ada seorang muslim yang berdo'a kepada Allah di
dunia dengan suatu permohonan kecuali Dia mengabulkannya, atau menghilangkan
daripadanya keburukan yang semisalnya, selama ia tidak meminta suatu dosa atau
pemutusan kerabat. " Maka berkatalah seouang laki-laki dari kaum:
"Kalau begitu, kita memperbanyak (do'a). "
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah
memberikan kebaikan-Nya lebih banyak daripada yang kalian minta" (HR.
At-Tirmidzi, ia berkata, hadits hasan shahih), (Lihat kitab Riyaadhus
Shaalihiin, hlm. 612 dan 622)
Lalu Allah Ta'ala berfirman :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa
bercampur dengan isteri-isterimu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu
pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahrvasanya kamu tidak dapat
menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu.
Maka sekarang campurilah mereka dan cavilah apa yang telah ditetapkan oleh
Allah untukmu, dan makan minumlah hinngga terang bagimu benang putih dari
benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang)
malam, (tetapi)janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam
masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa."
(Al-Baqarah:187)
Sebab turunnya ayat :
Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra' bin 'Azib,
bahwasanya ia berkata :
"Dahulu, para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, jika seseorang (dari mereka) berpuasa, dan telah datang (waktu)
berbuka, tetapi ia tidur sebelum berbuka, ia tidak makan pada malam dan siang
harinya hingga sore. Suatu ketika Qais bin Sharmah Al-Anshari dalam keadaan
puasa, sedang pada siang harinya bekerja di kebun kurma. Ketika datang waktu berbuka,
ia mendatangi isterinya seraya berkata padanya: "Apakah engkau memiliki
makanan ?" Ia menjawab: "Tidak, tetapi aku akan pergi mencarikan
untukmu." Padahal siang harinya ia sibuk bekerja, karena itu ia tertidur.
Kemudian datanglah isterinya. Tatkala ia melihat suaminya (tertidur) ia
berkata: "Celaka kamu." Ketika sampai tengah hari, ia menggauli
(isterinya). Maka hal itu diberitahukan kepada Nabi shallallahu alaihi
wasallam, sehingga turunlah ayat ini :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa
bercampur dengan isteri-isterimu. "
Maka mereka sangat bersuka cita karenanya, kemudian turunlah
ayat berikut :
"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih
dari benang hitam, yaitu fajar. (Lihat kitab Ash Shahiihul Musnad min Asbaabin
Nuzuul, hlm. 9.)
Tafsiran ayat :
Allah Ta'ala berfirman untuk memudahkan para hamba-Nya
sekaligus untuk membolehkan mereka bersenang-senang (bersetubuh) dengan
isterinya pada malam-malam bulan Ramadhan, sebagaimana mereka dibolehkan pula
ketika malam hari makan dan minum :
"Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa
melakukam "rafats" dengan isteri- isterimu."
Rafats adalah bersetubuh dan hal-hal yang menyebabkan
terjadinya. Dahulu, mereka dilarang melakukan hal tersebut (pada malam hari),
tetapi kemudian Allah membolehkan mereka makan minum dan melampiaskan kebutuhan
biologis, dengan bersenang-senang bersama isteri-isteri mereka. Hal itu untuk
menampakkan anugerah dan rahmat Allah pada mereka.
Allah menyerupakan wanita dengan pakaian yang menutupi
badan. Maka ia adalah penutup bagi laki-laki dan pemberi ketenangan padanya,
begitupun sebaliknya.
Ibnu Abbas berkata: "Maksudnya para isteri itu
merupakan ketenangan bagimu dan kamu pun merupakan ketenangan bagi
mereka."
Dan Allah membolehkan menggauli para isteri hingga terbit
fajar. Lalu Dia mengecualikan keumuman dibolehkannya menggauli isteri (malam
hari bulan puasa) pada saat i'tikaf. Karena ia adalah waktu meninggalkan segala
urusan dunia untuk sepenuhnya konsentrasi beribadah. Pada akhirnya Allah
menutup ayat-ayat yang mulia ini dengan memperingatkan agar mereka tidak
melanggar perintah-perintah-Nya dan melakukan hal-hal yang diharamkan serta
berbagai maksiat, yang semua itu merupakan batasan-batasan-Nya. Hal-hal itu
telah Dia jelaskan kepada para hamba-Nya agar mereka menjauhinya, serta taat
berpegang teguh dengan syari'at Allah sehingga mereka menjadi orang-orang yang
bertaqwa. (Tafsir Ayaatil Ahkaam, oleh Ash-Shabuni, I/93.)
PELAJARAN DARI AYAT-AYAT TENTANG PUASA
Umat Islam wajib melakukan puasa Ramadhan.
Kewajiban bertaqwa kepada Allah dengan melakukan segala
perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Boleh berbuka di bulan Ramadhan bagi orang sakit dan
musafir. Keduanya wajib mengganti puasa sebanyak bilangan hari mereka berbuka,
pada hari-hari lain.
Firman Allah Ta 'ala :
"Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-haui lain, "adalah dalil wajibnya
mengqadha' bagi orang yang berbuka pada bulan Ramadhan karena udzur, baik
sebulan penuh atau kurang, juga merupakan dalil dibolehkannya mengganti
hari-hari yang panjang dan panas dengan hari-hari yang pendek dan dingin atau
sebaliknya.
Tidak diwajibkan berturut-turut dalam mengqadha' puasa
Ramadhan, karena Allah Ta 'ala berfirman :"Maka (wajiblah baginya
berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain, "
tanpa mensyaratkan puasa secara berturut-turut. Maka, dibolehkan berpuasa
secara berturut-turut atau secara terpisah- pisah. Dan yang demikian itu lebih
memudahkan manusia.
Orang yang tidak kuat puasa karena tua atau sakit yang tidak
ada harapan sembuh, wajib baginya membayar fidyah; untuk setiap harinya memberi
makan satu orang miskin.
Firman Allah Ta 'ala :"Dan berpuasa lebih baik
bagimu"
menunjukkan bahwa melakukan puasa bagi orang yang boleh
berbuka adalah lebih utama, selama tidak memberatkan dirinya.
Di antara keutamaan Ramadhan adalah, Allah mengistimewakannya
dengan menurunkan Al-Qur'an pada bulan tersebut, sebagai petunjuk bagi segenap
hamba dan untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya.
Bahwa kesulitan menyebabkan datangnya kemudahan. Karena itu
Allah membolehkan berbuka bagi orang sakit dan musafir.
Kemudahan dan kelapangan Islam, yang mana ia tidak membebani
seseorang di luar kemampuannya.
Disyari'atkan mengumandangkan takbir pada malam 'Idul Fitri.
Firman Allah Ta 'ala :
"Dan hendaklah kama mengagungkan Allah (mengumandangkan
takbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu. "
Wajib bersyukur kepada Allah atas berbagai karunia dan
taufik-Nya, sehingga bisa menjalankan puasa, shalat dan membaca Al-Qur'anul
Karim, dan hal itu dengan mentaati-Nya dan meninggalkan maksiat terhadap-Nya.
Anjuran berdo'a, karena Allah memerintahkannya dan menjamin
akan mengabulkannya.
Kedekatan Allah dari orang yang berdo'a pada-Nya berupa
dikabulkannya do'a, dan dari orang yang menyembah-Nya berupa pemberian pahala.
Wajib memenuhi seruan Allah dengan beriman kepada-Nya dan
tunduk mentaati-Nya. Dan yang demikian itu adalah syarat dikabulkannya do'a.
Boleh makan dan minum serta melakukan hubungan suami isteri
pada malam-malan bulan Ramadhan, sampai terbit fajar, dan haram melakukannya
pada siang hari. Waktu puasa adalah dari terbitnya fajar yang kedua, hingga
terbenamnya matahari.
Disyari'atkan i'tikaf di masjid-masjid. Yakni diam di masjid
untuk melakukan ketaatan kepada Allah dan totalitas ibadah di dalamnya. Ia
tidak sah, kecuali dilakukan di dalam masjid yang di situ diselenggarakan
shalat lima waktu.
Diharamkan bagi orang yang beri'tikaf mencumbu isterinya.
Bersenggama merupakan salah satu yang membatalkan i'tikaf.
Wajib konsisten dengan mentaati perintah-perintah Allah dan
larangan-larangan-Nya. Allah Ta'ala berfirman :"ltulah larangan-larangan
Allah maka kamujangan mendekatinya."
Hikmah dari penjelasan ini adalah terealisasinya taqwa
setelah mengetahui dari apa ia harus bertaqwa (menjaga diri).
Orang yang makan dalam keadaan ragu-ragu tentang telah
terbitnya fajar atau belum adalah sah puasanya, karena pada asalnya waktu malam
masih berlangsung.
Disunnahkan makan sahur, sebagaimana disunnahkan
mengakhirkan waktunya.
Boleh mengakhirkan mandi jinabat hingga terbitnya fajar.
Puasa adalah madrasah rohaniyah, untuk melatih dan
membiasakan jiwa berlaku sabar. (Lihat kitab Al Ikliil Istinbaathit Tanziil,
oleh As-Suyuthi, hlm. 24-28; dan Taisirul Lathifill Mannaan, oleh Ibn Sa'di,
hlm. 56-58.)
MANFAAT PUASA
Puasa memiliki beberapa manfaat, ditinjau dari segi
kejiwaan, sosial dan kesehatan, di antaranya:
Beberapa manfaat, puasa secara kejiwaan adalah puasa
membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana
menguasai diri, serta mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh dalam diri,
yang ini merupakan hikmah puasa yang paling utama.
Firman Allah Ta 'ala :
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa. " (Al-Baqarah: 183)
Catatan Penting :
Dalam kesempatan ini, kami mengingatkan kepada para
saudaraku kaum muslimin yang suka merokok. Sesungguhnya dengan cara berpuasa
mereka bisa meninggalkan kebiasaan merokok yang mereka sendiri percaya tentang
bahayanya terhadap jiwa, tubuh, agama dan masyarakat, karena rokok termasuk
jenis keburukan yang diharamkan dengan nash Al-Qur'anul Karim. Barangsiapa
meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang
lebih balk. Hendaknya mereka tidak berpuasa (menahan diri) dari sesuatu yang
halal, kemudian berbuka dengan sesuatu yang haram, kami memohon ampun kepada
Allah untuk kami dan untuk mereka.
Termasuk manfaat puasa secara sosial adalah membiasakan umat
berlaku disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan, juga melahirkan perasaan
kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan mendorong mereka berbuat
kebajikan.
Sebagaimana ia juga menjaga masyarakat dari kejahatan dan
kerusakan.
Sedang di antara manfaat puasa ditinjau dari segi kesehatan
adalah membersihkan usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh
dari sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukan dan kelebihan lemak di
perut.
Termasuk manfaat puasa adalah mematahkan nafsu. Karena
berlebihan, balk dalam makan maupun minum serta menggauli isteri, bisa
mendorong nafsu berbuat kejahatan, enggan mensyukuri nikmat serta mengakibatkan
kelengahan.
Di antara manfaatnya juga adalah mengosongkan hati hanya
untuk berfikir dan berdzikir. Sebaliknya, jika berbagai nafsu syahwat itu
dituruti maka bisa mengeraskan dan membutakan hati, selanjutnya menghalangi
hati untuk berdzikir dan berfikir, sehingga membuatnya lengah. Berbeda halnya
jika perut kosong dari makanan dan minuman, akan menyebabkan hati bercahaya dan
lunak, kekerasan hati sirna, untuk kemudian semata-mata dimanfaatkan untuk
berdzikir dan berfikir.
Orang kaya menjadi tahu seberapa nikmat Allah atas dirinya.
Allah mengaruniainya nikmat tak terhingga, pada saat yang sama banyak
orang-orang miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa makanan, minuman dan tidak
pula menikah. Dengan terhalangnya dia dari menikmati hal-hal tersebut pada
saat-saat tertentu, serta rasa berat yang ia hadapi karenanya. Keadaan itu akan
mengingatkannya kepada orang-orang yang sama sekali tak dapat menikmatinya. Ini
akan mengharuskannya mensyukuri nikmat Allah atas dirinya berupa serba
kecukupan, juga akan menjadikannya berbelas kasih kepada saudaranya yang
memerlukan, dan mendorongnya untuk membantu mereka.
Termasuk manfaat puasa adalah mempersempit jalan aliran
darah yang merupakan jalan setan pada diri anak Adam. Karena setan masuk kepada
anak Adam melalui jalan aliran darah. Dengan berpuasa, maka dia aman dari
gangguan setan, kekuatan nafsu syahwat dan kemarahan. Karena itu Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan puasa sebagai benteng untuk menghalangi
nafsu syahwat nikah, sehingga beliau memerintah orang yang belum mampu menikah
dengan berpuasa ( Lihat kitab Larhaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 163)
sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
BERPUASA TAPI MENINGGALKAN SHALAT
Barangsiapa berpuasa tapi meninggalkan shalat, berarti ia
meninggalkan rukun terpenting dari rukun-rukun Islam setelah tauhid. Puasanya
sama sekali tidak bermanfaat baginya, selama ia meninggalkan shalat. Sebab
shalat adalah tiang agama, di atasnyalah agama tegak. Dan orang yang
meninggalkan shalat hukumnya adalah kafir. Orang kafir tidak diterima amalnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat,
barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir. " (HR. Ahmad dan Para
penulis kitab Sunan dari hadits Buraidah radhiallahu 'anhu) At-Tirmidzi berkata
: Hadits hasan shahih, Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menshahihkannya.
Jabir radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
(Batas) antara seseorang dengan kekafiran adalah
meninggalkan shalat." (HR. Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Tentang keputusan-Nya terhadap orang-orang kafir, Allah
berfirman :
"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu
Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. "(Al-Furqaan: 23).
Maksudnya, berbagai amal kebajikan yang mereka lakukan
dengan tidak karena Allah, niscaya Kami hapus pahalanya, bahkan Kami
menjadikannya sebagai debu yang beterbangan.
Demikian pula halnya dengan meninggalkan shalat berjamaah
atau mengakhirkan shalat dari waktunya. Perbuatan tersebut merupakan maksiat
dan dikenai ancaman yang keras. Allah Ta'ala berfirman:
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. " (Al-Maa'un: 4-5).
Maksudnya, mereka lalai dari shalat sehingga waktunya
berlalu. Kalau Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengizinkan shalat di
rumah kepada orang buta yang tidak mendapatkan orang yang menuntunnya ke
masjid, bagaimana pula halnya dengan orang yang pandangannya tajam dan sehat
yang tidak memiliki udzur.?
Berpuasa tetapi dengan meninggalkan shalat atau tidak
berjamaah merupakan pertanda yang jelas bahwa ia tidak berpuasa karena mentaati
perintah Tuhannya.Jika tidak demikian, kenapa ia meninggalkan kewajiban yang
utama (shalat)? Padahal kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian utuh
yang tidak terpisah-pisah, bagian yang satu menguatkan bagian yang lain.
Catatan Penting:
Setiap muslim wajib berpuasa karena iman dan mengharap
pahala Allah, tidak karena riya' (agar dilihat orang), sum'ah (agar didengar
orang), ikut-ikutan orang, toleransi kepada keluarga atau masyarakat tempat ia
tinggal. Jadi, yang memotivasi dan mendorongnya berpuasa hendaklah karena
imannya bahwa Allah mewajibkan puasa tersebut atasnya, serta karena
mengharapkan pahala di sisi Allah dengan puasanya.
Demikian pula halnya dengan Qiyam Ramadhan (shaiat
malam/tarawih), ia wajib menjalankannya karena iman dan mengharap pahala Allah,
tidak karena sebab lain. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
:
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu,
barangsiapa melakukan shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan
barangsiapa melakukan shalat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan
mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "
(Muttafaq 'Alaih).
Secara tidak sengaja, kadang-kadang orang yang berpuasa
terluka, mimisan (keluar darah dari hidung), muntah, kemasukan air atau bersin
di luar kehendaknya. Hal-hal tersebut tidak membatalkan puasa. Tetapi orang
yang sengaja muntah maka puasanya batal, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Barangsiapa muntah tanpa sengaja maka tidak wajib
qadha' atasnya, Ctetapi) barangsiapa sengaja muntah maka ia wajib mengqadha'
puasanya. " (HR.Imam Lima kecuali An-Nasa'i) (Al Arna'uth dalam Jaami'ul
Ushuul, 6/29 berkata : "Hadits ini shahih.")
Orang yang berpuasa boleh meniatkan puasanya dalam keadaan
junub (hadats besar), kemudian mandi setelah terbitnya fajar. Demikian pula
halnya dengan wanita haid, atau nifas, bila sudi sebelum fajar maka ia wajib
berpuasa. Dan tidak mengapa ia mengakhirkan mandi hingga setelah terbit fajar,
tetapi ia tidak boleh mengakhirkan mandinya hingga terbit matahari. Sebab ia
wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbitnya matahari, karena waktu Shubuh
berakhir dengan terbitnya matahari.
Demikian pula halnya dengan orang junub, ia tidak boleh
mengakhirkan mandi hingga terbitnya matahari. Ia wajib mandi dan shalat Shubuh
sebelum terbit matahari. Bagi laki-laki wajib segera mandi, sehingga ia bisa
mendapatkan shalat jamaah.
Di antara hal-hal yang tidak membatalkan puasa adalah:
pemeriksaan darah, (Misalnya dengan mengeluarkan sample (contoh) darah dari
salah satu anggota tubuh) suntik yang tidak dimaksudkan untuk memasukkan
makanan. Tetapi jika memungkinkan- melakukan hal-hal tersebut pada malam hari
adalah lebih baik dan selamat, sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda :
"Tinggalkan apa yang membuatmu ragu, kerjakan apa yang
tidak membuatmu ragu. " (HR. An- Nasa'i dan At-Tirmidzi, ia berkata:
hadits hasan shahih)
Dan beliau juga bersabda :
"Barangsiapa menjaga (dirinya) dari berbagai syubhat
maka sungguh dia telah berusaha menyucikan agama dan kehormatannya." (
Muttafaq 'Alaih)
Adapun suntikan untuk memasukkan zat makanan maka tidak
boleh dilakukan, sebab hal itu termasuk kategori makan dan minum. (Lihat kitab
Risaalatush Shiyaam, oleh Syaikh Abdul Azis bin Baz, hlm. 21-22)
Orang yang puasa boleh bersiwak pada pagi atau sore hari.
Perbuatan itu sunnah, sebagaimana halnya bagi mereka yang tidak dalam keadaaan
puasa.
Comments